Kamis, 09 November 2017

Wayang Indonesia

Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity
https://wayang.wordpress.com/2010/07/20/pandawa-1-puntadewa-samiaji-yudhistira/

Pandawa (1) Puntadewa / Samiaji / Yudhistira / Dharmaputra

 
Raden Puntadewa adalah putra sulung dari Prabu Pandudewanata dan Dewi Kuntinalibrata. Sesungguhnya Puntadewa merupakan putra kedua dari Dewi Kuntinalibrata. Akibat Ajian Adityaredhaya ajaran Resi Druwasa, Kunti sempat hamil, sesaat sebelum terjadinya sayembara pilih. Lalu putranya yang di keluarkan dari telingga yang dinamai Karna dibuang dan kemudian diasuh oleh seorang sais kereta bernama Adirata.
Secara resmi memang Puntadewa adalah putra Prabu Pandu dan Dewi Kunti namun sesungguhnya ia adalah putra Dewi Kunti dan Batara Darma, dewa keadilan. Hal tersebut diakibatkan oleh kutukan yang diucapkan oleh Resi Kimindama yang dibunuh Pandu saat bercinta dalam wujud kijang. Tapi akibat dari ajian Adityaredhaya, Dewi Kunti dan Prabu Pandu masih dapat memiliki keturunan untuk menghasilkan penerus takhta kerajaan. Puntadewa bersaudarakan empat orang, dua saudara seibu dan 2 saudara berlainan ibu. Mereka adalah Bima atau Werkudara, Arjuna atau Janaka, Nakula atau Pinten, dan Sadewa atau Tangsen.

Puntadewa memiliki dasanama (nama-nama lain) yaitu Raden Dwijakangka sebagai nama samaran saat menjadi buangan selama 13 tahung di kerajaan Wirata, Raden Darmaputra karena merupakan putra dari Batara Darma, Darmakusuma, Darmawangsa, Darmaraja, Gunatalikrama, Sang Ajatasatru, Kantakapura, Yudistira, dan Sami Aji, julukan dari Prabu Kresna.



Raden Puntadewa memiliki watak sadu (suci, ambeg brahmana), suka mengalah, tenang, sabar, cinta perdamaian, tidak suka marah meskipun hargadirinya diinjak-injak dan disakiti hatinya. Oleh para dalang ia digolongkan dalam tokoh berdarah putih dalam pewayangan bersama Begawan Bagaspati, Antasena dan Resi Subali sebagai perlambang kesucian hati dan dapat membunuh nafsu-nafsu buruknya.
Konon, Puntadewa dilahirkan melelui ubun-ubun Dewi Kunti. Sejak kecil para putra putra Pandu selalu ada dalam kesulitan. Mereka selalu bermusuhan dengan saudara sepupu mereka, Kurawa, yang didalangi oleh paman dari para Kurawa yang juga merupakan patih dari Kerajaan Astinapura, Patih Harya Sengkuni. Meskipun Pandawa memiliki hak atas kerajaan Astinapura, namun karena saat Prabu Pandu meninggal usia pandawa masih sangat muda maka kerajaan dititipkan pada kakaknya, Adipati Destarastra dengan disaksikan oleh tetua-tetua kerajaan seperti, Dang Hyang Dorna, Patih Sengkuni, Resi Bisma, Begawan Abiyasa, dan Yamawidura dengan perjanjian tertulis agar kerajaan Astina diserahkan kepada Pandawa setelah dewasa, dan Destarastra mendapatkan separuh dari wilayah Astina. Namun atas hasutan Patih Sengkuni maka kemudian Kurawalah yang menduduki takhta kerajaan. Segala cara dihalalkan untuk menyingkirkan pandawa, dimulai dengan Pandawa Timbang (lih. Bima), Bale Sigala-gala, Pandawa Dadu sampai pada perang besar Baratayuda Jayabinangun. Meskipun Puntadewa adalah manusia berbudi luhur namun ia memiliki kebiasaan buruk yaitu suka berjudi.



Kelak kebiasaan buruk dari Puntadewa ini menyebabkan para Pandawa berada dalam kesulitan besar. Hal tersebut dikisahkan sebagai berikut: Saat terjadi konflik antara Pandawa dan Kurawa tentang perebutan kekuasaan Kerajaan Astinapura, Kurawa yang didalangi oleh Sengkuni menantang Pandawa untuk main judi dadu. Pada permainan tersebut, para Pandawa mulanya hanya bertaruh uang, namun lama kelamaan, Puntadewa mempertaruhkan kerajaan, istri, dan pada akhirnya pandawa sendiri sudah menjadi hak milik kurawa (Sebelumnya Puntadewa bersama adik-adiknya berhasil mendirikan kerajaan yang berasal dari Hutan Mertani, sebuah hutan angker yang ditempati oleh raja jin yang bernama Prabu Yudistira dan adik-adiknya).
Saat Pandawa beranjak dewasa, mereka selalu dimusuhi oleh para Kurawa, akibatnya para tetua Astinapura turun tangan dan memberi solusi dengan menghadiahi Pandawa sebuah hutan angker bernama Wanamarta untuk mengindari perang saudara memperebutkan takhta Astinapura. Setelah itu, hutan yang tadinya terkenal angker, berubah menjadi kerajaan yang megah, dan Prabu Yudistira serta putrinya, Dewi Ratri atau para dalang juga sering menyebutnya Dewi Kuntulwilanten menyatu di dalam tubuh Puntadewa yang berdarah putih. Sejak saat itu pulalah Puntadewa bernama Yudistira.

Sebelumnya, setelah Pandawa berhasil lolos dari peristiwa Bale Sigala-gala, dimana mereka dijebak disuatu purocana (semacam istana dari kayu) dengan alasan Kurawa akan menyerahkan setengah dari Astina, namun ternyata hal tersebut hanyalah tipu muslihat kurawa yang membuat para Pandawa mabuk dan tertidur, sehingga pada malamnya mereka dapat leluasa membakar pesanggrahan Pandawa. Bima yang menyadari hal itu dengan cepat membawa saudara-saudara dan ibunya lari menuju terowngan yang diiringi oleh garangan putih sampai pada Kayangan Saptapertala, tempat Sang Hyang Antaboga, dari sana Pandawa lalu melanjutkan perjalanan ke Pancala, dimana sedang diadakan sayembara adu jago memperebutkan Dewi Drupadi. Barang siapa berhasil mengalahkan Gandamana, akan berhak atas Dewi Drupadi, dan yang berhasil dalam sayembara tersebut adalah Bima. Bima lalu menyerahkan Dewi Drupadi untuk diperisri kakaknya. Sumber yang lain menyebutkan bahwa setelah mengalahkan Gandamana Pandawa masih harus membunuh naga yang tinggal di bawah pohon beringin. Kemudian Arjunalah yang dengan panahnya berhasil membunuh naga tersebut. Dari Dewi Drupadi Puntadewa memilki seorang putra yang diberi nama Pancawala.



Dalam masa buangan tersebut ada sebuah kisah yang menggambarkan kebijaksanaan dari Raden Puntadewa. Pada suatu hari Puntadewa memerintahkan Sadewa untuk mengambil air di sungai. Setelah menunggu lama, Sadewa tidak kunjung datang, lalu diutuslah Nakula, hal yang sama kembali terjadi, Nakula pun tak kembali. Lalu Arjuna dan akhirnya Bima. Semuanya tak ada yang kembali. Akhirnya menyusulah Puntadewa. Sesampainya di telaga ia melihat ada raksasa besar dan juga adik-adiknya yang mati di tepi telaga. Sang Raksasa kemudian berkata pada Puntadewa bahwa barang siapa mau meminum air dari telaga tersebut harus sanggup menjawab teka-tekinya. Pertanyaannya adalah apakah yang saat kecil berkaki empat dewasa berkaki dua dan setelah tua berkaki tiga? Punta dewa menjawab, itu adalah manusia, saat kecil manusia belum sanggup berjalan, maka merangkaklah manusia (bayi), setelah dewasa manusia sanggup berjalan dengan kedua kakinya dan setelah tua manusia yang mulai bungkuk membutuhkan tongkat untuk penyangga tubuhnya. Sang raksasa lalu menanyakan pada Puntadewa, jika ia dapat menghidupkan satu dari keempat saudaranya yang manakah yang akan di minta untuk dihidupkan? Puntadewa menjawab, Nakula lah yang ia minta untuk dihidupkan karena jika keempatnya meninggal maka yang tersisa adalah seorang putra dari Dewi Kunti, maka sebagai putra sulung dari Dewi Kunti ia meminta Nakula, putra sulung dari Dewi Madrim. Dengan demikian keturuanan Pandu dari Dewi Madrim dan Dewi Kunti tetap ada. Sang Raksasa sangat puas dengan jawaban tersebut lalu menghidupkan keempat pandawa dan lalu berubah menjadi Batara Darma. Puntadewa bisa saja meminta Arjuna atau Bima untuk dihidupkan sebagai saudara kandung namun secara bijaksana ia memilih Nakula. Suatu ajaran yang baik diterapkan dalam kehidupan yaitu keadilan dan tidak pilih kasih.


Akibat kalah bermain dadu, Pandawa harus menerima hukuman menjadi buangan selama 13 tahun. Dan sebelumnya Drupadi pun sempat dilecehkan oleh Dursasana yang berusaha menelanjanginya sampai sampai terucaplah sumpah Dewi Drupadi yang tidak akan mengeramas rambutnya sebelum dicuci oleh darah Dursasana, untunglah Batara Darma menolong Drupadi sehingga ia tidak dapat ditelanjangi. Pada tahun terakhir sebagai buangan, Pandawa menyamar sebagai rakyat biasa di suatu kerajaan bernama Wirata. Disana Puntadewa lalu menjadi ahli politik dan bekerja sebagai penasehat tak resmi raja yang bernama Lurah Dwijakangka.

Puntadewa memiliki jimat peninggalan dari Prabu Pandu berupa Payung Kyai Tunggulnaga dan Tombak Kyai Karawelang, Keris Kyai Kopek, dari Prabu Yudistira berupa Sumping prabangayun, dan Sangsangan robyong yang berupa kalung. Jika puntadewa marah dan tangannya menyentuh kalung ini makan seketika itu pulalah, ia dapat berubah menjadi raksasa bernama Brahala atau Dewa Mambang sebesar gunung anakan dan yang dapat meredakannya hanyalah titisan Batara Wisnu yang juga dapat merubah diri menjadi Dewa Amral. Selain itu Puntadewa juga memiliki pusaka bernama Serat Jamus Kalimasada.

Kemudian atas bantuan dari Werkudara, adiknya, akhirnya Puntadewa menjadi raja besar setelah mengadakan Sesaji Raja Suya yang dihadiri oleh 100 raja dari mancanegara. Dengan demikian Puntadewa menjadi seorang raja besar yang akan menjadi anutan bagi raja-raja di dunia.


Pada Perang besar Baratayuda Jayabinangun, Puntadewa menjadi senapati perang pihak pandawa menghadapi raja dari kerajaan Mandraka, Prabu Salya. Puntadewa pun akhirnya behasil membunuh Salya meskipun sebenaranya ia maju kemedan perang dengan berat hati. Saat perang Baratayuda terjadi pun, Puntadewa pernah melakukan tindakan tercela yang mengakibatkan senapati perang Kurawa yang juga gurunya, Dang Hyang Dorna terbunuh. Dikisahkan sebagai berikut, saat para pandawa berhasil membunuh gajah Estitama, seekor gajah milik Astina. Drona yang samar-samar mendengar “….tama mati!” menjadi bigung, mungkin saja Aswatama, putranya telah mati, dan lari menuju pesanggrahan Pandawa, Drona tahu benar siapa yang harus ditanyai, Puntadewa, seorang raja yang selama hidupnya tak pernah berbohong. Saat itu Puntadewa atas anjuran Kresna menyebutkan bahwa Hesti (dengan nada lemah) dan tama (dikeraskan) memang telah mati, Drona yang mendengar hal itu menjadi tambah panik karena menurut pendengarannya yang telah kabur, putra tunggalnya telah tewas. Drona pun kemudian tewas oleh Drestajumena yang mamanggal lehernya saat Drona dalam keaadaan ling-lung. Dalam hal ini dapat di petik sebuah pelajaran bahwa dalam hidup ini sebuah kejujuran pun tidak dapat dilakukan secara setengah-setengah, memang Puntadewa tidak pernah berbohong, namun sikap setengah-setengah tersebut pulalah yang mangakibatkan kematian guru besar Astina tersebut.

Setelah selesai Baratayuda, Puntadewa menjadi raja di Astina sebentar dengan gelar Prabu Kalimataya. Lalu di gantikan oleh cucu dari Arjuna yang bernama Parikesit dengan gelar Prabu Kresnadwipayana. Setelah tua, Puntadewa lalu memimpin adik-adiknya untuk naik ke Puncak Himalaya untuk mencapai nirwana. Disana satu persatu istri dan adik-adiknya meninggal, lalu hanya ia dan anjingnya lah yang sampai di pintu nirwana, di sana Batara Indra menolak membawa masuk anjing tersebut, namun puntadewa bersikeras membawanya masuk. Lalu setelah perdebatan panjang anjing tersebut berubah menjadi Batara Darma dan ikut ke nirwana bersama Puntadewa.


12 Comments (+add yours?)

  1. Like this post ..
    I like all about prabu yudhistira ..
  2. ella dewi latifah
    May 31, 2011 @ 13:29:47
    apa betul sami aji wapat nya stlah mengucakan dua kalimah syahadat? konon ktnya pusaka layang jamus kalimusada adalah kalimat syahadat nabi nuh yg di tanam ditubuh yudistira. ketika saudara2nya mati di himalaya bliau tidak mati smpai bebrpa ratus tahun, yg akhirnya tiba di tnah jawa dan berjumpa dng se orang wali/kyai oleh kyai tsb pska layang jamus kalimusada di buka dn dibacakan isinya yg tak lain kalimah syahadat nabi nuh stlah itu dibackan kalimah syahadat nabi Muhammad saw. dan akhirnya mati lah yudistira itu.
    • @ella ada versi cerita yg memang menceritakan bahwa sejak lama puntadewa berniat menyerahkan azimat (kalimasada) kepada orang yang sanggup membuka dan membacanya. akhirnya Jamus Layang Kalimusada berhasil dimiliki Sunan Gunungjati dan tak lama kemudian puntadewa meninggal dunia. dan ada juga versi yg menceritakan puntadewa ingin moksa dan dia memimpin para pandawa n dewi drupadi menuju tepetloka dan mengalami berbagai ujian yg akhirnya lulus dan mereka berhasil masuk sorga.
    • salam kenal, yudistira meninggal setelah bertemu dengan sunan kalijogo yang berkenan membuka jamus kalimosodo ( surah kalimah syahadat ) … setelah kanjeng sunan kalihogo menerangkan maka Yusidira melakukan ajaran Kamoksan ( Moksa ) .. meninggal dengan cara berubah wujud jadi cahaya …. di daerah Jawa Timur, ada golongan muslim yang masih mempercayai cerita ini sebagai bagian dari kehidupan mereka. semoga membantu
  3. j
  4. cuma pemberitahuan saja.
    saya di DKR 11.08.09 (Pandawa) mendapat julukan Yudhistira.
    nggak tau kenapa saya mendapat julukan itu ?

    ya……. semoga saja saya bisa menjadi Yudhstira. seperti yang tertera di atas.
    Amiin…..

  5. mkasih udah bantu dalam tugas sekolah…
  6. wayang itu berasal dari budaya india,dengan latar belakang kepercayaan hindu.
    senjata yang dimiliki puntadewa itu setahu saya Jamus Kalimo sabdho
    jamus=layang,
    Kalimo= wilangan limo
    sabdo= pangucap
    jadi jamus kalimo sabdho itu layang atau surat yg berisi lima ucapan.
    lima ucapan tersebut berisi 5 perihal tentang kematian menurut hindu.
    ‘wong mati iku ono limo (5 ) perangan,
    -manunggal
    -manitis
    -manuksma
    -manusup
    -manasar,

    –karena begitu pintarnya sunan kalijaga dalam menyebarkan agama islam dengan perantara budaya wayang,maka di ubah Jamus Kalimo sabdho menjadi Jamus Kalimatsyahadat yang bertujuan agar menarik orang hindu masuk dalam agama islam,
  7. Maturnuwun mas Hilmy, kula nyuwun lilah kangge nyalin pawartosipun babagan budaya jawa = wayang = pandawa
  8. matur suwun pitedahipun mas… babakan menika. bolehkah saya tahu kitab apa yg anda baca. apakah mahabarata Rajagopalachari atau yg lainnya, bisa diberikan daftar pustakanya mas..hehe ane bru belajar wayang kang.hehe

    Puntadewa : Ksatria Berdarah Putih dari Wanamarta

    Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Kunti Nalibrata memiliki seorang anak yaitu bernama Raden Puntadewa. Akan tetapi sesungguhnya ia adalah putra Dewi Kunti dan Batara Darma, dewa keadilan. Hal ini memiliki akibat oleh kutukan yang diucapkan oleh Resi Kimindama yang dibunuh Pandu saat bercinta dalam wujud kijang. Nama-nama yang di miliki oleh Raden Dwijakangka sebagai nama samaran saat menjadi buangan selama 13 tahung di kerajaan Wirata, Raden Darmaputra karena merupakan putra dari Batara Darma, Darmakusuma, Darmawangsa, Darmaraja, Gunatalikrama, Sang Ajatasatru, Kantakapura, Yudistira, dan Sami Aji, julukan dari Prabu Kresna.

    Melalui ubun – ubun dwi kunti puntadewa lahir. Setelah dewasa puntadewa mereka selalu dimusuhi oleh para Kurawa, akibatnya para tetua Astinapura turun tangan dan memberi solusi dengan menghadiahi Pandawa sebuah hutan angker bernama Wanamarta untuk mengindari perang saudara memperebutkan takhta Astinapura. Lalu hutan yang tadinya terkenal angker, berubah menjadi kerajaan yang megah mewah layak untuk ditinggali oleh Prabu Yudistira serta putrinya, Dewi Ratri atau para dalang juga sering menyebutnya Dewi Kuntulwilanten menyatu di dalam tubuh Puntadewa yang berdarah putih.

    Sejak saat itu pulalah Puntadewa bernama Yudistira. Jimat yang di miliki Puntadewa yang merupakan peninggalan dari Prabu Pandu berupa Payung Kyai Tunggulnaga dan Tombak Kyai Karawelang, Keris Kyai Kopek, dari Prabu Yudistira berupa Sumping prabangayun.

    Yudistira (Puntadewa) I




    Yudistira alias Darmawangsa adalah ksatria tertua dari para Pandawa dan merupakan salah satu tokoh Protagonis dalam Cerita Mahabarata. Yudistira adalah putera dari Pandu dan Dewi Kunti. Ia adalah raja dari kerajaan Kuru yang pemerintahannya berpusat di Hastinapura. Dalam pewayangan, Yudistira mendapat gelar “Prabu” dan dikenal sebagai Puntadewa. Dan kerajaannya disebut Kerajaan Amarta.


    Arti Nama

    Dalam bahsa Sansekerta, Yudistira bermakna “teguh atau kokoh dalam peperangan”. Yudistira juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja yang berarti “raja Dharma”, karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidupnya.

    Yudistira memiliki banyak julukan, dan diantaranya adalah:
    •    Ajataśatru, "yang tidak memiliki musuh".
    •    Bhārata, "keturunan Maharaja Bharata".
    •    Dharmawangsa atau Dharmaputra, "keturunan Dewa Dharma".
    •    Kurumukhya, "pemuka bangsa Kuru".
    •    Kurunandana, "kesayangan Dinasti Kuru".
    •    Kurupati, "raja Dinasti Kuru".
    •    Pandawa, "putera Pandu".
    •    Partha, "putera Prita atau Kunti".
    •    Puntadewa, "derajat keluhurannya setara para dewa".
    •    Yudistira, "pandai memerangi nafsu pribadi".
    •    Gunatalikrama, "pandai bertutur bahasa".
    •    Samiaji, "menghormati orang lain bagai diri sendiri".

    Sifat dan Kesaktian

    Sifat-sifat yang dimiliki Yudistira sudah tercermin dalam nana –nama julukannya. Namun sifat yang paling menonjol dari yudistira adalah adil,sabar,jujur,taat terhadap ajaran agama,penuh percaya diri,dan berani berspekulasi.

    Dalam kisah Mahabarata, Yudistira memiliki kelebihan atau kemampuan dalam memainkan tombak,sedangkan dalam pewayangan Jawa, Yudistira memiliki kesaktian atau kemampuan batin, misalnya ia pernah dikisahkan mampu menjinakkan kewan-hewan buas di hutan Wanamarta hanya dengan meraba kepala mereka.

    Yudistira memiliki beberapa pusaka, antara lain Jamus Kalimasada, Tunggulnaga, dan Robyong Mustikawarih. Pusaka Jamus Kalimasada itu berupa kitab, Tunggulnaga berupa payung, seedangkan Robyong Mustikawarih berwujud kalung yang terdapat di dalam kulit Yudistira. Kalimasada dan Tunggulnaga menjadi pusaka utama kerajaan Amarta,sedangkan Robyong Mustikawarih adalah pusaka pemberian Gandarma, patih kerajaan Hastina pada zaman pemerintahan Pandu. Apabila Yudistira sudah sampai pada ambang batas kesabarannya, ia pun meraba kalung tersebut dan seketika ia berubah menjadi raksasa besar yang berkulit putih bersih.

    Kelahiran dan Masa Kecil Yudistira

    Ada perbedaan kisah tentang kelahiran Yudistira, Dalam kitab Mahabarata bagian pertama atau Adiparwa, mengisahkan tentang kutukan yang dialami Pandu, ayah Yudistira yang tanpa sengaja telah membunuh Brahmana bernama Resi Kindama saat ia (Resi Kindama) dan istrinya sedang bersenggama dalam wujud sepasang rusa. Menjelang ajalnya, Resi Kindama mengutuk pandu,bahwa ia akan mati ketika mengawini istrinya. Dengan penuh penyesalan,pandu kemudian meniggalkan tahta Hastinapura untuk pergi bertapa demi mengurangi hawa nafsunya. Kedua istrinya yaitu Kunti dan Madri pun setia mengikuti Pandu.

    Pada suatu hari, Pandu mengutarakan ingin memiliki anak, Kunti yang menguasai mantra Adityahredaya segera mewujudkan keinginan suaminya dengan mantra itu. Mantra iru adalah ilmu pemanggil dewa untuk mendapatkan putera. Kunti berhasil mendatangkan Dewa Dharma dan mendapatkan anugerah putera darinya tanpa melalui persetubuhan. Putera pertama mereka itu diberi nama Yudistira. Dharma adalah dewa keadilan dan kebijaksanaan, dan Yudistira pun mewarisi sifat Dharma sepanjang hidupnya.

    Dalam versi pewayangan Jawa, Puntadewa atau Yudistira adalah anak kandung Pandu yang lahir di istana Hastinapura. Bathara Dharma hanya sekedar menolong kelahiran Puntadewa dan member restu untuknya. Berkat bantuan Dharma, Puntadewa lahir dari ubun-ubun Kunti. Dalam pewayangan Jawa juga melukiskan bahwa Yudistira adalah seorang manusia berdarah putih, yang berarti sosok berhati suci dan selalu menegakkan kebenaran.

    Yudhistira dan para Pandawa yang lain mempelajari ilmu agama,hukum, dan tata Negara kepada Resi Krepa bersama-sama dengan saudara-saudara sepupu mereka yaitu Korawa. Dalam pendidikan ini, Yudistira adalah murid yang paling pandai. Setelah itu, Pamdawa dan Korawa berguru ilmu perang kepada Resi Drona. Dalam hal ini,Arjuna adalah murid yang paling pandai, terutama dalam ilmu memanah, sementara Yudistira lebih terampil dalam menggunakan senjata tombak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar