Jumat, 20 Maret 2015

BLUNDER DAN MALAPETAKA TERBESAR TERKAIT BLBI: .>> BIANG KEROK... DAN KEROK...KEROK.. BIANGNYA... ADA.. PADA JARINGAN MAFIA ASING ASENG.. DAN PENGUASA..DAN KONON.. PARTAI2.. BODOH.. ATW SUDAH DICOCOK HIDUNGNYA.. KARENA BOS2NYA DISUAP...?? ....YG..KONON MEREKA..POLITIKUS ITU..HANYA... DIJADIKAN ALAT LEGITIMASI.. DAN PERMAINAN UANG ... SUAP.. KOMISI.. DAN .. TIPU2... PARA JARINGAN MAFIA2.. ASING ASENG.. UNTUK MENGERUK DAN MENJARAH KEKAYAAN NEGARA.. NKRI.. DAN MENINDAS RAKYAT.. REPUBLIK INI.. YG UMUMNYA... PENURUT.. DAN MUDAH DIBODOHI.. OLEH PERS.. JURNALIS.. DAN MEDIA2.. JARINGAN.. PARA MAFIA.. ..??? ......... ENTAH SAMPAI ....... KAPAAAANNNN... YAH.. BISA BENER2 BERJIWA MANDIRI.. DAN BERDAULAT UNTUK TANAH AIR.. NEGARA DAN RAKYAT SEMESTA.. ?? .DAN LURUS DENGAN UUD 45 YG ASLI.. DAN JIWA PANCASILA YG SEBENARNYA....?? PEMBOHONG DAN PENDUSTA.. DIJADIKAN PATRON POLITIK.. DAN DI.. UGUNG2.. DIJADIKAN PEMIMPIN... AGAR PERMAINAN MEREKA PARA MAFIA ITU.. AMAN DARI MASA KE MASA SELAMA DEKADE PEMERINTAHAN SILIH BERGANTI..??... DAN ... KITA RAKYAT SEBENARNYA BOSAN DENGAN PARA POLITIKUS DAN MEDIA PENDUSTA.. ?? .. >> WALAUPUN KONON REFORMASI.. DAN PRESIDEN SILIH BERGANTI..?? TETAPI JIWANYA MASIH SAMA.. DAN HANYA.. GANTI ORANG2NYA.. SAJA.. ?? YAITU PARA... PENDUSTA.... PENIPU... DAN MASIH MENJADI JARINGAN DAN ANTEK... PARA MAFIA.. ASING ASENG.. DAN NEKOLIM.. PENJAJAH RAKYAT DAN MENJARAH ASET... DAN KEKAYAAN NEGARA.. NKRI.. DAN MENJAJAH RAKYAT SEMESTA..?? .. KONON PAJAK BISA DIATUR DAN DNAIKKAN... SE ENAKNYA.. DAN TAK PEDULI... MENCEKIK RAKYAT.. TANPA PANDANG BULU.. ?? ... SESUAI KEBUTUHAN DAN HASRAT KESERAKAHAN... PEGUASA.. DAN DEMI KEPENTINGAN PARA ANTEK MAFIA ASING ASENG.. DAN NEKOLIM.. YG KONON.. MEREKA MASIH SATU KULIT DAN BUDAYA..?? HANYA... ..UNTUK BER FOYA2.. DAN HEDON DINEGERI INI.. DAN MEREKA BISA SETIAP SAAT KE LUAR NEGERI BERPESTA.. PORA DAN MEMBAWA HASIL2 JARAHANNYA.. DAN KESESARAKAHAN KEZHALIMANNYA.... TERHADAP RAKYAT DAN ANAK NEGERI INI.. YNG TERUS DIJAJAH DAN DI PERAS DENGAN SE MENA2..??.. AWAS...YAAH.. PEMBALASAN PASTI AKAN TIBA... DAN.. KAMI AKAN MELAKUKAN REVOLUSI.. RAKYAT.. DAN MEMBASMI SEMUA ANTEK2 JAHAT DINEGERI INI.. TANPA KECUALI.. SIAPAPUN.. MEREKA..?? TUNGGU.. LAH.. KAMI SEDANG BERHIMPUN.. MENUNGGU SAAT YG TEPAT.. UNTUK MEMBASMI PARA PENJAHAT NEGARA.. DAN ANTEK ASING ASENG.. YG SANGAT DURJANA.. ITU.. ????.... .JALAN PIKIRAN YANG KONYOL DALAM MENGEJAR SOLVENCY DAN RENTABILITAS SEKALIGUS >>> Seperti telah ditulis tadi, apakah penerbitan OR dengan jumlah yang dimaksud untuk memenuhi kecukupan modal atau CAR sampai 8 % dengan sendirinya juga memenuhi kebutuhan menutup kerugian bank sampai jumlah yang tidak berlebihan atau kekurangan ? Ternyata tidak. Secara teoritis dan logis saja bisa dikatakan bahwa tidak mungkin sama. Kalaupun pernah sama, itu sebuah kebetulan yang luar biasa....?? >> ..... Samad dijerat dengan sangkaan memalsukan dokumen administrasi kependudukan dengan terlapor Feriyani Lim, Senin pagi, 9 Februari 2015 pagi. Menurut juru bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Endi Sutendi, Samad dituduh membantu Feriyani membuat dokumen administrasi kependudukan palsu berupa kartu keluarga dan kartu tanda penduduk saat hendak mengurus paspor di Makassar pada 2007. Syamsuddin menjelaskan, sangkaan terhadap Samad tak lebih hanya kriminalisasi di tengah langkah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan suap di Mabes Polri selama menjabat Kepala Biro Pembinaan dan Karier dan jabatan lainnya di Mabes Polri sejak 2006-2010. Belakangan, penetapan tersangka ini dibatalkan oleh hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan...>> ...Sejumlah mantan petinggi era pemerintahan Megawati Soekarnoputri satu persatu dipanggil dan diperiksa KPK terkait Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI. Mulai Rizal. Ramli, Kwik. Kian Gie hingga Putu Arry Sutta. Bahkan tak tanggung-tanggung, dalam perkembangan di pertengah Mei 2013, terdengar kabar Megawati, Ketua Umum PDI Perjuangan, Presiden RI kelima, akan dipanggil KPK sebagai saksi kasus SKL BLBI. Tentu saja informasi tersebut membuat kita tercengang...?? >>.. Kita sesungguhkan sangat bersyukur jika ada pihak yang ingin membongkar kembali kasus BLBI. Langkah tersebut MELEGAKAN, karena penyelidikan atas kejahatan besar dengan modus penyalahgunaan fasilitas Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) ini harus dituntaskan agar siapa pun tidak lagi melakukan kejahatan terhadap negaranya sendiri. Ketika KPK memanggil mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional /Ketua Bappenas Kwik Kian Gie, semua kalangan ingin tahu apa yang ditanyakan KPK kepada Kwik. Kwik membuat publik tetap penasaran, karena dia tak mau menjelaskan materi pembicaraannya dengan KPK. Persoalan mulai agak jelas ketika mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli mau merespons pertanyaan pers seusai menjalani pemeriksaan di KPK, belum lama ini. Dia mengaku, dari materi pertanyaan para penyidik, sangat jelas bahwa KPK berupaya menelusuri kejanggalan penerbitan SKL BLBI....>>...... Penerbitan OR untuk memenuhi persyaratan BIS dalam CAR memang dipaksakan oleh IMF. Akibatnya adalah kewajiban pembayaran utang OR beserta bunganya yang boleh dikatakan membangkrutkan keuangan negara entah sampai kapan. ..>> ...Sedikit orang yang mengerti dan memahaminya telah berbuat sekuat tenaga untuk menghindarinya. Semua upaya mereka gagal karena kuatnya pengaruh Berkeley Mafia. Yang pertama menyadari adalah Prof. Bambang Sudibyo selaku Menteri Keuangannya Gus Dur dan saya sendiri selaku Menko EKUIN-nya...>> ...... Cara mengeluarkannya yang pertama kali disepakati antara Menkeu (ketika itu) Bambang Sudibyo dan KKG secara diam-diam adalah mengganti OR dengan apa yang kami namakan zero coupon bond (ZCB). Ini adalah dokumen semacam obligasi yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Isinya jaminan pemerintah bahwa CAR senantiasa memenuhi persyaratan BIS. Tetapi ZCB tidak mengandung kewajiban pembayaran bunga. Isinya hanya angka yang harus dianggap sebagai Modal Ekuiti agar CAR-nya 8 %. Jadi ZCB adalah dokumen jaminan pemerintah untuk membawa solvency bank pada persyaratan IMF. Tetapi ZCB sama sekali tidak mengandung kewajiban membayar bunga kepada pemegangnya. Bank yang merugi atau bleeding dibuat impas dengan subsidi tunai oleh pemerintah setiap bulannya yang jumlahnya persis sama dengan kerugiannya....>> ...Setelah itu, para ahli dalam bidang keuangan dan perbankan berdasarkan idealisme mengembangkan 6 (enam) alternatif solusi menarik OR sebelum bank dijual berikut OR-nya. Kesemua pikiran ini dimuat di Kompas tanggal 26 dan 27 Agustus 2002. Setelah itu dibukukan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang dibagikan kepada semua anggota DPR, Bank Dunia, para Menteri dan Pers. Tim para ahli ini terdiri dari Dr. Dradjat Wibowo sebagai koordinator dan para anggotanya adalah : Anthony Budiawan, Dandossi Matram, Djoko Retnadi, Eko B. Supriyanto, Elvyn G. Masassya, Ito Warsito dan Lenny Sugihat...>> ...Semuanya tidak digubris walaupun akibatnya kita rasakan sendiri sampai sekarang, yaitu mengeluarkan uang sebesar sekitar 25 % dari APBN entah sampai kapan. Motifnya hanya satu, yaitu patuh pada IMF secara mutlak dan habis-habisan...>>

Terkonfirmasi, Kwik Kian Gie Jelaskan Kasus yang Diduga Melibatkan Boediono ke KPK
Selasa, 02 April 2013 , 19:55:00 WIB

Laporan: Wahyu Sabda Kuncahyo
 http://www.rmol.co/read/2013/04/02/104828/Terkonfirmasi,-Kwik-Kian-Gie-Jelaskan-Kasus-yang-Diduga-Melibatkan-Boediono-ke-KPK-


KWIK KIAN GIE
  
















RMOL. Tujuan kedatangan mantan Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie ke Komisi Pemberantasan Korupsi terjawab sudah.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan, pihaknya meminta keterangan pakar ekonomi itu terkait penanganan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Kwik Kian Gie dimintai keterangan dalam kaitan dengan dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam lanjutan penyelesaian BLBI yaitu pemberian SKL (Surat Keterangan Lunas)," katanya saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Selasa (2/4).

KPK mulai menyelidiki kasus yang diduga melibatkan Boediono itu dengan memanggil Kwik Kian Gie sebagai saksi ahli. Sebelumnya, tanpa memberitahu materi penyelidikan, Kwik mengaku dimintai keterangan sebagai saksi ahli.

Pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada sejumlah obligor BLBI merupakan kebijakan kriminal. SKL yang diterbitkan pemerintah sarat dengan rekayasa untuk menyelamatkan pemilik bank yang telah merampas uang negara agar bebas dari kejahatan yang dibuatnya.

Pada bulan Desember 1998, Bank Indonesia menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Audit BPK menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun. Ketika itu Boediono menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia.

Dugaan keterlibatan Boediono di balik BLBI itu belakangan ini kembali diperbincangkan menyusul terungkapnya putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 977/K/PID/2004; No. 979/K/PID/2004; dan No. 981/K/PID/2004.

Dalam putusan tersebut, disebutkan bahwa pada tanggal 15 dan 20 Agustus 1997, Boediono bersama anggota Direksi BI lainnya telah membuat Keputusan Direksi mengenai pemberian fasilitas saldo debet bagi 18 bank yang mengalami saldo negatif/overdrat. Dalam keputusan itu tidak ditentukan berapa jumlah maksimal saldo debet yang dapat diberikan serta indikator kesehatan bank tersebut.

Dalam Putusan Kasasi No. 979/K/PID/2004 dan No. 977/K/PID/2004 dua dari direksi BI yakni Hendrobudiyanto dan Heru Supraptomo dihukum dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 20 juta. Mereka didakwa melakukan tindak pidana korupsi  secara bersama-sama dan dilakukan sebagai perbuatan berlanjut, dimana negara telah dirugikan sebesar Rp 18 triliun.

Secara khusus, dugaan keterlibatan Boediono terungkap dalam Putusan Kasasi MA No. 981/K/PID/2004 yang menyatakan bahwa pada tanggal 21 Agustus 1997 Paul Soetopo dan Boediono telah menyetujui dan memberikan fasilitas saldo debet kepada tiga bank, yakni Bank Harapan Sentosa, Bank Nusa Internasional dan Bank Nasional. MA dalam putusan kasasi telah menghukum Paul Soetopo dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 20 juta. [zul]

Tinggalkan KPK, Kwik Kian Gie Bawa Rahasia
Selasa, 02 April 2013 , 18:44:00 WIB
http://politik.rmol.co/read/2013/04/02/104826/Tinggalkan-KPK,-Kwik-Kian-Gie-Bawa-Rahasia-
Laporan: Wahyu Sabda Kuncahyo


  



RMOL. Mantan Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie tetap merahasiakan materi penyelidikan baru yang sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dia langsung meninggalkan kantor KPK setelah dimintai keterangannya selama kurang lebih sembilan jam.

 


"Jadi betul-betul rahasia," kata Kwik seraya meninggalkan kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan Jakarta, Selasa (2/4) dengan Toyota Alphard miliknya.

Kwik yang mengenakan kemeja putih lengan panjang mengungkapkan bahwa penyelidikan KPK kali ini begitu krusial sehingga tidak dapat sembarangan dibuka ke publik.

"Undangannya rahasia dan pertanyaannya juga rahasia," kata mantan menteri era Presiden Megawati Soekarnoputri itu.

Saat tiba di kantor KPK tadi pagi, Kwik sempat mengaku bakal diperiksa sebagai saksi sebuah kasus korupsi baru yang masih berada di tingkat penyelidikan. Namun, pakar ekonomi ini enggan mengungkapkan kasus yang sedang diselidiki KPK.

"Di penyelidikan saksi ahli," singkatnya.[dem]

Ternyata Skema Penyelesaian Utang Jangka Panjang BLBI Sedot ABPN Capai Rp 14 Ribu T
Selasa, 19 Februari 2013 , 14:13:00 WIB
http://www.rmol.co/read/2013/02/19/99036/Ternyata-Skema-Penyelesaian-Utang-Jangka-Panjang-BLBI-Sedot-ABPN-Capai-Rp-14-Ribu-T-
 

  


SUDAH 15 tahun BLBI dikucurkan atas nama krisis moneter. Namun kasus ini belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian. Megaskandal korupsi ini telah menjadi bencana ekonomi yang akan terus merongrong keuangan negara hingga tak terhingga.

Skema penyelesaian jangka panjang BLBI membutuhkan anggaran 14 ribu triliun. Oh..Tuhan!!

Setiap tahun pajak rakyat digunakan untuk membayar utang para obligor BLBI senilai 60-80 triliun. Tidak ada kepastian sampai kapan rakyat harus menanggung beban utang sedemikian besar. Beban utang yang menyandera APBN yang menyebabkan negara kehilangan kemampuan untuk membiayai sektor publik dan kesejahteraan rakyat.

Berapa yang harus dibayarkan untuk BLBI?

Tidak ada angka yang pasti. Namun tiga staf sekretariat BPPN, yaitu Gatot Arya Putra, Ira Setiati dan Damayanti dipecat karena melakukan pengembangan analisa mereka termuat di majalah BPPN pada tahun 2002. Yaitu enam skenario obligasi yang harus dilunasi pemerintah dari skenario tepat waktu sebesar Rp1.030 triliun hingga skenario terlama pelunasan mencapai Rp14.000 triliun. (Penelitian IGJ, 2012).

Terindikasi tidak adanya niat baik pemerintah untuk menuntaskan BLBI dari akarnya, yaitu pelunasan hutang dan penuntasan hukum terkait penyalahgunaaan BLBI. Bahkan para konglomerat semakin sukses melebarkan sayap bisnis hasil perampokan BLBI. Mereka para konglomerat adalah orang orang terdekat SBY, ikut membiayai dan menopang rezim ini.

Boediono yang menjadi dalang dibalik semua utang negara yang super besar dan menjerat leher rakyat ini, justru menjadi Wakil Presiden pada Pemilu 2009, dan tidak tersentuh hukum sama sekali.

Boediono telah diputuskan dan dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) pada bulan Juni tahun 2005, namun yang bersangkutan masih santai di kursi Wapres.

Oleh: Lim Mei Ming
Peneliti Indonesia for Global Justice

Skandal BLBI, Kwik Kian Gie Pernah 'Ngedumel' ke Megawati

Skandal BLBI, Kwik Kian Gie Pernah 'Ngedumel' ke Megawati

Ratusan massa berunjukrasa di Gubeng Pojok, Surabaya. (10/11). Mereka menuntut pemerintah tuntaskan kasus Bank Century dan BLBI, 
Berantas mafia peradilan dan tolak kriminalisasi KPK. TEMPO/Fully Syafi

PO.CO, Jakarta - Suatu ketika, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Abraham Samad pernah menumpahkan uneg-unegnya kepada Syamsuddin Alimsyah, sahabatnya yang juga Direktur Komite Pemantau Legislatif. Kata Syamsuddin menirukan Samad, mantan pengacara itu mengaku sudah sejak tahun lalu dibidik sebelum ia menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen kependudukan.

Samad dijerat dengan sangkaan memalsukan dokumen administrasi kependudukan dengan terlapor Feriyani Lim, Senin pagi, 9 Februari 2015 pagi. Menurut juru bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Endi Sutendi, Samad dituduh membantu Feriyani membuat dokumen administrasi kependudukan palsu berupa kartu keluarga dan kartu tanda penduduk saat hendak mengurus paspor di Makassar pada 2007.

Syamsuddin menjelaskan, sangkaan terhadap Samad tak lebih hanya kriminalisasi di tengah langkah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan suap di Mabes Polri selama menjabat Kepala Biro Pembinaan dan Karier dan jabatan lainnya di Mabes Polri sejak 2006-2010. Belakangan, penetapan tersangka ini dibatalkan oleh hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Mari lihat peristiwa awalnya yakni adanya kebijakan percepatan kasus besar,” ujar Syamsuddin di Makassar, Kamis, 18 Februari 2015. Ia menegaskan, Samad dan pimpinan KPK lainnya hendak menuntaskan tiga kasus dugaan mega-korupsi di akhir periodenya, salah satunya skandal pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepad. “Siapa terlibat di kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)? Itu kan temannya Budi. Kalau BLBI disorot habislah semuanya.”

Tanda-tanda adanya skenario lain di balik penetapan tersangka terhadap pimpinan KPK sudah terbaca sepekan sebelum Samad tersangka. Badan Reserse dan Kriminal tampak buru-buru ingin menuntaskan sejumlah perkara pimpinan KPK yang dilaporkan ke Polri, termasuk kasus Samad. Selasa, 3 Februari 2015, Mabes Polri mengutus Direktur Reserse Umum Polda Yogyakarta, Komisaris Besar Karyoto, untuk menyerahkan permintaan berkas itu.

Karyoto membenarkan datang ke kantor KPK. “Kebetulan saya sedang di Jakarta dan diminta mengantar surat tersebut,” ujar Karyoto kepada Tempo. Surat permintaan data yang dibawa Karyoto, menurut sejumlah sumber, berisi peringatan: jika KPK tak memberikannya hingga Kamis, 5 Februari 2015, kantor KPK akan digeledah. Pada saat yang hampir sama, penyidik Polri meminta surat penetapan penyitaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Sebagai upaya paksa, tak bisa ujuk-ujuk kami datang menggeledah,” kata Karyoto. Salah satu dari tiga dokumen yang hendak diminta oleh Mabes Polri tersebut adalah perkara kucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang masih dalam tahap penyelidikan di KPK. Para penyelidik KPK berfokus pada penjualan aset grup milik Sjamsul Nursalim oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Grup itu ditengarai masih berutang Rp 3,8 triliun lantaran asetnya tak cukup melunasi tunggakannya, tapi pemerintahan Megawati Soekarnoputri (2001-2004) malah menerbitkan surat keterangan lunas (SKL) pada Maret 2004. Budi Gunawan ajudan Megawati selama menjabat presiden. Akhir Desember 2014, sumber penegak hukum menengarai ada praktek curang antara pihak penerbit SKL dengan pihak Sjamsul yang sama-sama mengerek nilai aset milik Sjamsul menjadi bernilai tinggi. 


Dengan Fakta, Kwik Kian Gie Sudah Menang Debat Boediono

https://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/26/secara-fakta-kwik-kian-gie-sudah-menang-debat-boediono/

Mei 26, 2009

Tulisan Faisal Basri (FB)  “Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal” dan “Hantu : Neoliberalisme vs Ekonomi Kerakyatan” yang berusaha menyangkal seraya membela bahwa kebijakan Boediono  tidak pernah membela kepentingan IMF di Indonesia tentu mendapat penyangkalan kembali oleh mereka yang pernah duduk bersama dengan Boedionjo. Tulisan FB tersebut seolah memberi sinyal bahwa “idealisme Faisal Basri” telah dibeli oleh  “politik” atau dengan bahasa nakalnya “FB sudah bosan melarat”.

Dr. Drajad H. Wibowo, satu-satunya anggota DPR yang tidak memberi suara kepada Boediono sebagai Gubernur BI dengan perbandingan suara 45 dari 46 anggota komisi. Drajad H Wibowo paham betul adanya sumbangsih kebijakan Boediono dalam BLBI ketika ia duduk di BI,  penjualan bank-bank BPPN bersama obligasi rekap, dan agenda privatisasi 48 BUMN di tahun 2004. Dan terakhir adalah Kwik Kian Gie, Kwik menantang cawapres Boediono untuk berdebat mengenai neoliberalisme dan prakteknya di Indonesia selama ini untuk membuktikan kemana komitmen ekonomi Boediono yang sebenarnya.

Pernyataan Kwik untuk menantang debat dengan Boediono disambut Tim Sukses SBY-Boediono, Andi Arif (mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik – PRD) mengatakan Kwik lebih neolib daripada Boediono. Ia bahkan mengatakan Kwik tidak berbuat apa-apa ketika menjadi Menteri, “Alias makan gaji buta dalam bahasa kasarnya karena tidak mampu membangun kreatifitas. Kwik hanyalah bertipe birokrat ketimbang ekonom ketika memimpin Bappenas. Sebagai orang yg pernah gagal, seharusnya Kwik tidak layak berkomentar,. Ia menambahkan:

Dalam definisi Kwik, justru dialah yang neolib. Di jaman Kwik menjadi ketua Bapenas hutang tak berkurang. Justru faktanya Tim ekonomi sekarang lebih mampu menurunkan hutang…”Jadi kalau Kwik ingin berdebat dengan Boediono, dari segi apapun tak ada celah bagi Kwik untuk bisa membuktikan bahwa dia lebih mengerti ekonomi jika ukurannya adalah hasil kerja ketika menjabat“. [sumber]

Begitu juga Tim Sukses Boediono, M Chatib Basri, ia mengatkaan bahwa Kwik tidak layak berdebat karena ia melihat sepak terjang Kwik selama menduduki orang nomor satu di Bappenas, tidak ada satupun kebijakan yang pro terhadap rakyat kecil.  “Jadi untuk Pak Kwik nggak perlu berhari-hari karena dari awal sudah selesai. Pak Kwik gimana selama di Bappenas, counter kebijakannya seperti apa. Atau jangan-jangan nggak ngerti neo liberal itu seperti apa…..  “Privatisasi sebagian besar masih dimiliki negara, Pertamina, dan PLN. Jadi tidak ada argumen yang menyatakan kita serahkan semuanya kepada pasar“[sumber]
[update]

Begitu juga pernyataan Rizal Mallarangeng (juru bicara tim sukses pasangan SBY-Boediono) pada 26 Mei 2009  Itu kan Kwik lagi bingung antara neolib atau Neozep (obat sakit kepala). Kwik lagi pusing saja, jadi berkunang-kunang harusnya kan minum Neozep, tetapi kok ngomong-nya neolib,” [kompas] **[Andy..M.  ternyata tdk menunjukkan kapasitasnya yg konon jago dan ahli politik yg jujur..?? nyatanya dia ngomongnya ngacoo.. n tanpa memberi fakta .. apa yg dia mampu lakukan.....?? nggak terbukti smart dan ahli dalam nenberikan respon terhada KKG..? Apa memang dia kalah debat.. dan ilmunya cetek..??]

**********
Oke, saya akan berusaha menjawab pernyataan mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik dan Ekonom M Chatib Basri dan mantan capres independen Rizal Mallarangeng [abangnya Andi Mallarangen]. Mari kita flash back era tahun 1990-an, kemudian tahun 1998, lalu tahun 2000-an, 2002 dan kemudian 2004 dimana Kwik terlibat banyak hal. Sebelum menjadi menteri, Kwik sudah berkiprah dalam dunia tulis menulis di harian Kompas. Di era Gus Dur ia menjadi Menko Ekuin dan selalu memberi bargaining dalam setiap keputusan dengan IMF serta bertahap melepas dikte IMF dengan enggan menekan kontrak LoI IMF.  Prinsip ekonomi yang tidak ingin bergantung dengan asing menyebabkan rumor negatif berkembang dirinya, dan akhirnya ia terpaksa mengundurkan diri dari kabinet Gus Dur.

Setelah Megawati menjadi Presiden, Kwik dipercayai mengemban tugas sebagai kepala Bappenas. Prinsip ideologi nasionalisme yang melekat terhadap dirinya untuk membangun bangsa yang berdirikari menyebabkan ia selalu “dijauhi” dengan tim ekonomi era Megawati. Dan salah satu fakta realita yang menjadi pertanyaan besar bagi Mantan Ketum PRD dan M. Chatib Basri adalah penjualan saham-saham Bank BPPN yang menyebakan kerugian ratusan triliun bagi rakyat Indonesia serta menguntungkan ratusan triliun bagi para pemegang saham baru, obligor, bankir dan kapatilis asing.

Kwik Kian Gie

**********
Tulisan mengenai penjualan saham bank BPPN serta utang swasta yang disulap menjadi utang negara (utang najis) sudah saya tulis di Presiden Mega dan SBY : Pembuat & Pembayar Utang Najis dan  Utang Najis : Belajarlah dari Argentina!. Penjualan saham 51% saham BCA pada 14 Maret 2002 serta saham-saham bank-bank BPPN lain seperti Niaga, Permata, Danamon, Lippo, telah menyebabkan kerugian yang sangat besar.

Berikut kesaksian Kwik dihadapan Panja BLBI [berita 27 Sept 2007] yang dibentuk DPR untuk mencari klarifikasi penyelesaian BLBI dan salah satunya adalah masalah penjualan saham di tahun 2002. Dalam RDP tersebut, undangan yang hadir hanyalah Kwiek Kian Gie dan Rizal Ramli yang pernah menjabat menjadi Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian. Sementara 3 orang lain yang diundang yaitu Boediono, Bambang Subiyanto dan Dorodjatun Kuntjorojakti tidak hadir dengan alasan berhalangan.
“Satu hari sebelum BCA dijual [13 Maret 2002] ada sidang kabinet yang dipimpin Megawati (Presiden) sama sekali tidak membicarakan penjualan BCA, tidak ada di agendanya. Tapi setelah sidang kabinet selesai jam 12 adalah Bapak Jusuf Kalla yang sebagai orang yang mengetahui ekonomi dan perdagangan dengan inisiatif mengumumkan, saudara-saudara urusan penjualan BCA merupakan urusan yang penting oleh karena itu saya sarankan supaya para menteri ini pulang makan dan jam 3 kumpul lagi Depkes, khusus mengenai masalah ini supaya tidak diketahui wartawan. Terjadilah diskusi, dan tentu terjadi perdebatan 1 lawan semua, saya tidak setuju bahwa BCA dijual besok dengan harga 5 triliun untuk 51 persen saham, di dalamnya ada tagihan pemerintah 60 triliun“.

Argumentasi saya ditentang oleh semua yang hadir, termasuk Boediono sebagai Menkeu, Dorodjatun sebagai Menko Perekonomian, SBY sebagai Menkopolkam, Jusuf Kalla Menko Kesra. Jam 6 kita belum selesai rapat, Dorodjatun bilang akhiri. Laksamana (Menneg BUMN) bersama-sama dengan dia ke Megawati bilang bahwa BCA bisa dijual, saya tidak bisa mengendalikan emosi saya, dan marah mengatakan kalian bagaimana dan yang menenteramkan saya SBY, jadi yang menyetujui adalah Megawati dan ini menjadi saksi hidup sampai duduk di dalam kabinet,” paparnya. [detikfinance]

Catatan : Kwik menyampaikan ini pada tahun 2007, 2 tahun sebelum deklarasi SBY-Boediono. Dan kita bisa melihat siapa yang tetap konsisten. Dan Kwik Kian Gie diteror ketika memberi pengakuan kembali hal ini dalam Today Dialogue Mei 2008 [sumber]
**********
Tiga menteri itu menyetujui agar BCA segera dijual sementara Kwik tidak setuju. Alasan Kwik kalau BCA harus dijual, maka obligasi rekap pemerintah di BCA harus terlebih dulu dikeluarkan. Hal itu penting, karena dalam pandangan Kwik, semua obligasi itu hanya digunakan sebagai instrumen bukan obligasi yang sebenarnya. Obligasi rekap adalah salah satu klausul letter of intent yang disodorkan oleh Dana Moneter Internasional, IMF kepada Indonesia.

Jelas Kwik sebagai menteri tidak menyetujui penjualan saham-saham BPPN seperti BCA yang merugikan negara hingga ratusan triliun, transaksi yang akan menyengsarakan rakyat hingg saat ini. Bagaimana mungkin para menteri yang dianggap pro-rakyat bisa menyetujui penjualan 51% saham BCA ke Farallon Capital Partners (total 97%) yang merugikan negara paling sedikit 50 triliun? Bayangkan, pemerintah menjual 51% saham BCA seharga Rp 5 triliun yang di dalamnya terdapat Obligasi rekap atau surat utang pemerintah sebesar Rp 60 trilyun. IMF memaksa menjualnya kepada swasta dengan harga yang ekuivalen dengan Rp 10 trilyun untuk 100% saham. Jadi BCA harus dijual dengan harga Rp 10 trilyun, dan yang memiliki BCA dengan harga itu serta merta mempunyai tagihan kepada pemerintah sebesar Rp 60 trilyun dalam bentuk OR yang dapat dijual kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja.

Seharusnya, bank-bank pesakit di masa krisis 97-98 mendapat obligasi rekap sementara, dan bila banknya sudah sehat, obligasi pemerintah bisa ditarik kembali. Namun rupanya setelah bank-bank itu sudah sehat dan bebas dari kredit macet, IMF mendesak bank-bank yang sudah sehat itu termasuk BCA harus dijual bersama obligasinya. Penjualan saham yang merugikan negara ini terjadi tanpa sepengetahuan Kwik. Kwi baru tahu keesokan harinya, ketika mayoritas saham BCA telah dijual kepada Farallon seharga Rp 1.775 per lembar saham atau total Rp 5,3 triliun meski di dalamnya terdapat tagihan pemerintah Rp 60 trilun. Melalui penjualan 51% saham BCA dan begitu juga Bank BPPN lainnya, berarti para menteri ini secara langsung telah membuat utang swasta (dalam obligasi rekap) menjadi utang negara. Itulah yang harusnya Andi Arif mengerti mengapa utang negara pada saat itu meningkat pesat??

Dan pada tanggal 14 Maret 2002, Kwik secara lugas tetap menolak perampokan uang rakyat dalam penjualan saham BCA bersama obligasi rekap yang disetujui oleh seluruh menteri yang ikut rapat pada 13 Maret 2002.
Meski sudah tahu penjualan saham BCA tak bisa dihalangi lagi, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas, Kwik Kian Gie menegaskan sekali lagi, ketidaksetujuannya tentang divestasi bank BCA, jika obligasi pemerintah yang melekat pada bank tersebut belum dikeluarkan.

“Bukan hanya divestasi BCA saja, tapi juga bank-bank lainnya,” kata Kwik usai sidang kabinet terbatas di Gedung Utama Sekretariat Negara Jakarta, siang ini. Kwik mengatakan, sejak dulu selalu menolak divestasi saham pemerintah yang ada di bank-bank sebelum obligasi yang ada di bank bersangkutan dibersihkan. [sumber]
**********
Saya tidak akan mengupas lebih jauh mengenai BLBI atau privatisasi antara Kwik Kian Gie dan Boediono. Bagaimana Boediono ketika menjabat sebagai Menkeu memiliki agenda luar biasa dalam privatisasi yang menjadi harapan besar bagi para agen neolib, IMF atau WordBank. Pada 28 April 2004, di depan Komisi IX DPR-RI, Boediono mengajukan usulan agar pada tahun 2004 ini dilakukan privatisasi 28 BUMN untuk dijual dan tujuh diantaranya diminta diprioritaskan pada tahun itu juga. Ketujuh BUMN itu adalah Bank Mandiri, BNI,  Tambang Timah, Aneka Tambang,  Tambang Batubara Bukit Asam, PTPN III, dan PT Merpati Nusantara Airlines. Ambisi menjual BUMN Boediono kandas oleh para anggota DPR.  [referensi]

Tidak hanya di era Megawati, di era Pemerintah SBY, Menko Ekonomi Boediono yang masuk dalam tim inti ekonomi mengagendakan pemerintah SBY-JK menprivatisasi 44 BUMN di tahun 2008. Jika tidak ada tokoh nasional dan politik yang membendung penjualan 44 BUMN yang sebagiannya adalah BUMN Strategis, maka ini akan menjadi agenda privatisasi terbesar sepanjangan sejarah Indonesia. [referensi] Seharusnya, M Chatib Basri mendokumentasi agenda-agenda privatisasi Boediono ini yang ditentang oleh para tokoh nasional? Meskipun pada akhirnya hanya sedikit BUMN yang berhasil dijual, namun kita harus lihat agenda-nya yang ditentang oleh khalayak ramai? Mungkin Bung Chatib Basri masih ingat bagaimana Krakatau Steel mau dijual,  namun akhirnya kandas?

Dari fakta realita diatas, maka seharusnya Tim Sukses Boediono M Chatib Basri atau Tim Sukses SBY-Boediono Andi Arif atau Rizal Malaranggeng Faisal Basri menjawab dulu, apakah mereka yang mendukung penjualan 51% saham BCA merupakan kebijakan pro-rakyat? Dan apakah mereka yang menolak penjualan BCA bersama Obligasi rekap adalah orang yang berpaham neo-lib? Sebagai orang partai ataupun ahli hitung menghitung, sangatlah ganjil bahwa menjual 51% saham berobligasi rekap 58 triliun hanya senilai 5.3 Triliun. Dan perjuangan Kwik menolak penjualan saham 51% saham BCA  yang merugikan negara dikatakan menerima gaji buta dan neolib? Sedangkan mereka yang mendukung penjualan 51% saham BCA yang merugikan negara justru orang pro-rakyat? Rakyat yang mana pak?

Tahukah bahwa dengan menjual 51% saham BCA bersama obligasi rekapnya, maka secara sah para pejabat negara menjadikan utang para bankir/obligor/kapitalis menjadi utang negara? Mengapa utang najis ini harus dibayar oleh rakyat miskin? Mari kita timang-timang, siapa yang lebih pro-rakyat dan mana yang lebih mementingkan kepentingan asing? Dari nama-nama diatas, maka siapakah diantara Kwik Kian Gie, Boediono, JK, SBY, Megawati, Dorodjatun, Laksamana Sukardi yang paling pro-rakyat hingga paling pro-kepentingan IMF/asing?

Justru saya akan membalik pernyataan ekonom M Chatib Basri “Jadi untuk Pak Boediono nggak perlu berhari-hari karena dari awal sudah selesai. Pak Boediono gimana selama di Menkeu, kebijakannya seperti apa. Fakta dan realitas berbicara. Atau jangan-jangan Pak Chatib nggak ngerti penjualan 51% BCA itu seperti apa dan tidak tahu bahwa negara dirugikan triliunan rupiah”. Dan yang pastinya, kebijakan Tim Ekonomi baik di era Mega maupun SBY dalam menangani utang najis, IMF, privatisasi jauh berbeda dengan seorang Néstor Kirchner, Sang Presiden Argentina.
Salam Perubahan, ech-nusantaraku, 26 Mei 2009
Kwik adalah mantan Menko Perekonomian era Gus Dur dan Mantan Kepala Bappenas era Megawati. Ia juga mantan Ketua Litbang DPP PDIP. Baca juga wawancara Kwik oleh Warta Bisnis : IMF Digunakan untuk Menekan Presiden [Agustus 2003] dan tulisan Kwik: Apa Neo Liberalisme (NEOLIB) Itu? Bagian1 dan Biografi Kwik Kian Gie : Ekonom Nasionalis

 

Kategori Follow Us!

 

BLUNDER DAN MALAPETAKA TERBESAR

TERKAIT BLBI: O.R. Artikel 5)

http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/blunder-dan-malapetaka-terbesar-terkait-blbi-o-r-artikel-5/

PENERBITAN SURAT UTANG PEMERINTAH SEJUMLAH RP. 430 TRILYUN DENGAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN BUNGA SEBESAR RP. 600 TRILYUN
Bank-bank yang tidak ditutup dinilai oleh IMF. Yang kecukupan modalnya atau Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya antara minus 25 % atau lebih baik harus dinaikkan sampai menjadi 8 % sesuai dengan ketentuan Bank for International Settlement (BIS) di Bazel, Swiss.
Caranya ialah menaikkan modal ekuitinya, karena CAR adalah Modal Ekuiti dibagi dengan Asset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Karena pemerintah tidak mempunyai uang tunai untuk menaikkan Ekuiti, maka sebagai penggantinya diterbitkan Surat Utang yang diinjeksikan kepada bank-bank tersebut sampai CAR-nya mencapai 8%.
Jumlah keseluruhan Rp. 430 trilyun. Surat utang yang khusus diterbitkan untuk meningkatkan CAR bank-bank sampai memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BIS dan diwajibkan oleh IMF ini disebut Obligasi Rekapitalisasi Perbankan atau Obligasi Rekap (OR).
Sebagaimana layaknya surat utang, OR juga mengandung kewajiban pembayaran bunga. Bunga yang dibayarkan kepada bank-bank yang memiliki OR ini juga dimaksud untuk memberi subsidi kepada bank-bank yang sedang menderita kerugian.
Jadi OR mempunyai dua fungsi. Yang pertama yalah meningkatkan kecukupan modal atau solvency. Yang kedua untuk memperoleh pendapatan bunga, agar bank tidak menderita kerugian. Segera saja timbul pertanyaan, apakah OR yang dimaksud untuk meningkatkan kecukupan modal sampai 8 % sesuai dengan formula yang ditetapkan oleh BIS dengan sendirinya akan memberikan pendapatan bunga, sehingga rugi/laba bank impas? Tidak rugi dan tidak untung? Jelas tidak. Masalah ini akan saya bahas tersendiri.

OR MEMBANGKRUTKAN KEUANGAN NEGARA
Kalau setiap lembar dari OR dibayar tepat pada waktunya oleh pemerintah, kewajiban pembayaran bunganya sebesar Rp. 600 trilyun. Maka pemerintah tidak dapat menghindar dari kewajiban pembayaran utang OR yang diciptakan beserta kewajiban pembayaran bunga yang melekat pada OR tersebut. Bagaimana kalau pada tanggal jatuh temponya OR ternyata tidak dapat dibayar karena pemerintah tidak cukup mempunyai uang? Pembayarannya akan ditunda dengan menerbitkan surat utang baru untuk membayar OR yang sudah jatuh tempo. Bagaimana gambarannya?
3 staf sekretariat dari BPPN, yaitu Gatot Arya Putra, Ira Setiati dan Dan Damayanti di tahun 2002 mengembangkan sebuah skenario dalam tiga buah tulisan. Yang pertama dan kedua sempat dimuat dalam Bulletin resmi BPPN berjudul “Analisa Ekonomi”. Yang ketiga dilarang terbit. Namun mereka mengirimkannya kepada saya selaku Kepala Bappenas dengan nama pengirim “Kami yang peduli kepada bangsa ini”. Saya gandakan dan bagikan kepada para anggota DPR dan pers. Mereka bertiga langsung dipecat. Apa yang ditulis oleh mereka sehingga dilarang terbit, dan kemudian dipecat?
Seperti dikatakan tadi, dengan jumlah kewajiban pembayaran yang demikian besarnya, juga besar kemungkinannya bahwa pemerintah tidak akan mempunyai cukup uang untuk membayarnya tepat pada tanggal jatuh temponya. Atas dasar ini, ketiga staf BPPN tersebut mengembangkan enam buah skenario tentang sampai berapa besar membengkaknya kewajiban pemerintah membayar cicilan utang pokok beserta bunganya.
Skenario terbaik ialah kalau setiap lembar OR dapat dibayar tepat pada waktunya. Dalam hal ini, kewajiban pemerintah sebesar Rp. 1.030 trilyun, yaitu Rp. 430 trilyun utang pokok dan Rp. 600 trilyun bunga.
Skenario terburuk ialah kalau setiap lembar OR yang jatuh tempo ditunda pembayarannya dengan satu tenor yang sama, yaitu ditunda dengan jangka waktu yang sama dengan yang pertama kalinya diterbitkan. Dalam hal ini, bunganya akan membengkak luar biasa besarnya, sehingga jumlah kewajiban pembayarannya akan mencapai Rp. 14.000 trilyun.
Menteri Keuangan ketika itu, Boediono telah mencapai kata sepakat dengan DPR tentang penataan ulang jadwal pemerintah membayar OR yang disebutnya dengan istilah reprofiling. Kesimpulannya, dengan reprofiling tersebut, kewajiban pembayaran oleh pemerintah akan membesar dengan Rp. 860 milyar per tahun selama 8 tahun.
Bagaimana hasilnya sampai sekarang sama sekali tidak jelas. Yang kita baca ialah diterbitkannya surat utang negara terus menerus. Posisi utang negara, terutama yang berkaitan dengan OR tidak pernah diumumkan dengan jelas.
Seperti kita ketahui, yang sangat memberatkan keuangan negara sehingga boleh dikatakan sudah bangkrut ialah porsi pembayaran cicilan utang pokok dan bunga yang rata-rata 25 % dari APBN.

JALAN PIKIRAN YANG KONYOL DALAM MENGEJAR SOLVENCY 
DAN RENTABILITAS SEKALIGUS
Seperti telah ditulis tadi, apakah penerbitan OR dengan jumlah yang dimaksud untuk memenuhi kecukupan modal atau CAR sampai 8 % dengan sendirinya juga memenuhi kebutuhan menutup kerugian bank sampai jumlah yang tidak berlebihan atau kekurangan ?
Ternyata tidak. Secara teoritis dan logis saja bisa dikatakan bahwa tidak mungkin sama. Kalaupun pernah sama, itu sebuah kebetulan yang luar biasa.
Penyuntikan bank dengan OR dimaksud untuk memperbaiki kecukupan modal dengan surat utang. Maka jumlah dari keseluruhan surat utangnya yang bernama OR ditentukan sebesar angka yang membuat CAR 8 %. Tingkat suku bunga yang berlaku buat OR ditentukan yang sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Apakah tingkat suku bunga ini lantas mesti menghasilkan pendapatan bunga yang impas dengan kerugian bank supaya bank tidak merugi atau istilahnya IMF ketika itu, bank tidak “bleeding” lagi?
Saya membuat analisis dari Neraca per 31 Desember 2002 dari 10 bank yang menerima OR paling banyak. Setelah tanggal tersebut analisis sangat sulit dibuat, karena laporan keuangan bank-bank yang menerima OR mengkaburkan pendapatan bunga dari OR. Artinya dicampur aduk dengan pendapatan-pendapatan lainnya, sehingga tidak bisa diperoleh angka yang khusus merupakan pendapatan bunga dari OR.
Analisis dalam bentuk Tabel adalah sebagai berikut.

Kerugian Bank-Bank Rekap Bila Bunga O.R Dicabut
(per 31 Desember 2002)


(1) (2) (3) (4) (5)
No Bank Laba(Rugi)
Bersih
(dalam jutaan)
Bunga O.R
(dalam jutaan)
Laba(Rugi) Tanpa Bunga O.R
(dalam jutaan)
1 Bank Mandiri 5.809.970 21.434.822 (15.624.852)
2 Bank Negara Indonesia 2.510.653 7.537.490 (5.026.837)
3 Bank Rakyat Indonesia 1.469.670 3.735.770 (2.266.100)
4 Bank Tabungan Negara 303.043 1.844.796 (1.541.753)
5 Bank Internasional Indonesia 131.876 2.207.806 (2.075.930)
6 Bank Danamon 989.284 3.331.297 (2.342.013)
7 Bank Permata (847.855) 1.106.363 (1.954.218)
8 Bank Niaga 76.593 1.134.047 (1.057.454)
9 Bank Lippo 192.564 739.755 (547.191)
10 Bank Central Asia 3.400.066 8.591.568 (5.191.502)
Jumlah 14.035.864 51.663.714 (37.627.850)

Kita lihat bahwa dari sepuluh bank yang menerima OR sampai kecukupan modalnya memenuhi syarat ternyata pendapatan bunga yang diperoleh kelebihan banyak kalau sekedar hanya dimaksud untuk menutup kerugian supaya impas, atau supaya bank berhenti bleeding.
Kita lihat Bank Mandiri dari Tabel ini. Perolehan pendapatan bunga dari OR yang disuntikkan sebesar Rp. 21,435 trilyun. Kerugiannya Rp. 15,625 trilyun. OR yang disuntikkan kepada Bank Mandiri tidak hanya membuat Bank Mandiri berhenti bleeding, tetapi memperoleh laba sebesar Rp. 5,810 trilyun, karena disubsidi sebesar Rp. 21,435 trilyun dalam bentuk bunga OR.
Sekarang kita perhatikan BCA (no. 10 dalam Tabel). BCA merugi Rp. 5,192 trilyun. Tetapi injeksi OR sebesar Rp. 60 trilyun membuahkan pendapatan bunga sebesar Rp. 8,592 trilyun, sehingga akhirnya membukukan laba sebesar Rp. 3,4 trilyun. Bank ini akhirnya dijual dengan nilai sebesar Rp. 10 trilyun saja. Tentang ini saya bahas tersendiri.

KEKONYOLAN FORMULA MENGHITUNG KECUKUPAN MODAL DAN AKIBATNYA
Kecukupan Modal atau yang dinamakan CAR adalah Modal Ekuiti dibagi dengan Asset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Komponen dari ATMR bermacam-macam, dan karena itu, resikonya juga bermacam-macam. Caranya BIS menentukan resiko buat Indonesia sangat aneh.
Semua asset berupa pemberian kredit kepada perusahaan resikonya dianggap 100 % tanpa peduli seberapapun bonafidnya perusahaan yang memperoleh kredit.
Akibatnya, semakin bank yang disehatkan oleh pemerintah berhasil, semakin memburuk CAR-nya. Penjelasannya sebagai berikut.
Andaikan pada satu waktu tertentu ATMR sebesar Rp. 1,25 trilyun dan modal ekuitinya Rp. 100 milyar. Kalau dihitung, CAR-nya 8 %, yaitu Rp. 100 milyar dibagi dengan Rp. 1,25 trilyun dikali 100 %. Setelah ini, ceteris paribus, bank berhasil menarik deposito dan tabungan sebesar Rp. 5 trilyun yang seluruhnya disalurkan dalam bentuk kredit kepada perusahaan-perusahaan sangat bonafid. Modal ekuiti tidak bertambah, tetapi ATMR ketambahan Rp. 5 trilyun, sehingga perhitungan CAR menjadi Rp. 100 milyar dibagi dengan Rp. 6,25 trilyun, yaitu ATMR lama sebesar Rp. 1,25 trilyun ditambah dengan pemberian kredit baru sebesar Rp. 5 trilyun. CAR-nya menjadi Rp. 100 milyar dibagi dengan Rp. 6,25 trilyun dikali 100 % atau 1,6 %. Memang ini kondisi ceteris paribus, sedangkan kenyataannya tidak. Laba bersih ditambahkan pada modal ekuiti yang dampaknya memperbesar CAR. Betul, tetapi membutuhkan waktu, terjadi time lag, sedangkan penarikan deposito dan tabungan berjalan terus yang harus sesegera mungkin disalurkan ke sektor produktif, bukannya dibelikan SBI atau apa saja yang dijamin oleh pemerintah kalau mau dikatakan sehat.
Maka bank-bank tidak mau memberi kredit, maunya membeli SBI, karena SBI dan sejenisnya dianggap resikonya nol, sehingga tidak menurunkan CAR. Herankah kalau Loan to Deposit Ratio (LDR) setelah sekian lamanya tetap saja rendah? Dan herankah kalau di masa mendatang keuangan negara akan tetap saja sangat-sangat berat?
Sudah konyol seperti ini, Bank Indonesia yang independen merasa perlu terus menerus menerbitkan SBI dengan tingkat suku bunga yang menarik. Kecuali memberikan pendapatan kepada bank-bank yang mempunyai likuiditas tanpa bekerja, BI juga mengeluarkan sangat banyak uang untuk membayar bunga SBI. Berapa seluruhnya juga sangat sulit ditelusuri, karena BI tidak pernah pro aktif memberikan angka-angkanya secara transparan.
Yang memberatkan APBN kita itu perbankan yang prinsip-prinsip pengelolaannya didasarkan atas resep-resep IMF dan ketentuan-ketentuan BIS, bukan naiknya harga minyak dunia ! Jadi subsidi terbesar diberikan kepada perbankan. Pertama BLBI, lantas OR beserta bunganya, blanket quarantee, penentuan CAR yang asetnya beresiko nol kalau ada dukungan dari pemerintah dalam bentuk apa saja. Kenaikan harga minyak dunia tidak berdampak sama sekali pada pengeluaran pemerintah. Yang benar kalau diperdebatkan apakah harga BBM di Indonesia tidak terlalu murah ? Ini sangat berlainan dengan mengatakan bahwa semakin tinggi harga minyak dunia, semakin besar pengeluaran tunai pemerintah! Pengeluaran pemerintah tidak ada, sebaliknya, tengok APBN. Semua pos migas kalau digabung menunjukkan angka surplus. Inilah nasibnya bangsa yang tidak merdeka lagi dalam berpikir !

LAGI-LAGI PIKIRAN YANG BENAR DAN BAIK TIDAK DIGUBRIS

Penerbitan OR untuk memenuhi persyaratan BIS dalam CAR memang dipaksakan oleh IMF. Akibatnya adalah kewajiban pembayaran utang OR beserta bunganya yang boleh dikatakan membangkrutkan keuangan negara entah sampai kapan.

Sedikit orang yang mengerti dan memahaminya telah berbuat sekuat tenaga untuk menghindarinya. Semua upaya mereka gagal karena kuatnya pengaruh Berkeley Mafia. Yang pertama menyadari adalah Prof. Bambang Sudibyo selaku Menteri Keuangannya Gus Dur dan saya sendiri selaku Menko EKUIN-nya.

Kami berdua telah sepakat bahwa OR ditarik kembali oleh pemerintah tanpa membuat banknya bangkrut sebelum dijual kepada swasta atau diprivatisasi, yang juga merupakan persyaratan IMF.


OR adalah piutang dari bank-bank yang telah menjadi milik pemerintah kepada pemerintah. Atau pemerintah berutang kepada bank-bank yang dimiliki oleh pemerintah sendiri. Jadi ibaratnya utang dari kantong kiri kemeja satu orang kepada kantong kanan dari kemeja yang sama. Maka urusannya hanya bagaimana tekniknya. Teknik atau cara penarikannya termasuk domain sub ilmu pengetahuan yang sama sekali tidak dipahami oleh para teknokrat Berkeley Mafia maupun teknokrat IMF. Atau mungkin mereka memahaminya, tetapi sengaja mau mengobral bank-bank dengan harga murah seraya membangkrutkan keuangan negara.

Cara mengeluarkannya yang pertama kali disepakati antara Menkeu (ketika itu) Bambang Sudibyo dan KKG secara diam-diam adalah mengganti OR dengan apa yang kami namakan zero coupon bond (ZCB). Ini adalah dokumen semacam obligasi yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Isinya jaminan pemerintah bahwa CAR senantiasa memenuhi persyaratan BIS. Tetapi ZCB tidak mengandung kewajiban pembayaran bunga. Isinya hanya angka yang harus dianggap sebagai Modal Ekuiti agar CAR-nya 8 %. Jadi ZCB adalah dokumen jaminan pemerintah untuk membawa solvency bank pada persyaratan IMF. Tetapi ZCB sama sekali tidak mengandung kewajiban membayar bunga kepada pemegangnya. Bank yang merugi atau bleeding dibuat impas dengan subsidi tunai oleh pemerintah setiap bulannya yang jumlahnya persis sama dengan kerugiannya.

Semua bank diberi tenggang waktu 5 tahun untuk menjadi sehat atas kekuatan sendiri. Kalau tidak ditutup, dan kalau sudah sehat atas kekuatan sendiri, ZCB ditarik. Kalau penyehatan harus dicapai melalui privatisasi lebih baik. Tetapi ini berarti bahwa pembeli bank harus menginjeksi dengan uang segar yang tunai untuk secara riil meningkatkan modal ekuitinya.

Setelah itu, para ahli dalam bidang keuangan dan perbankan berdasarkan idealisme mengembangkan 6 (enam) alternatif solusi menarik OR sebelum bank dijual berikut OR-nya. Kesemua pikiran ini dimuat di Kompas tanggal 26 dan 27 Agustus 2002. Setelah itu dibukukan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang dibagikan kepada semua anggota DPR, Bank Dunia, para Menteri dan Pers. Tim para ahli ini terdiri dari Dr. Dradjat Wibowo sebagai koordinator dan para anggotanya adalah : Anthony Budiawan, Dandossi Matram, Djoko Retnadi, Eko B. Supriyanto, Elvyn G. Masassya, Ito Warsito dan Lenny Sugihat.

Semuanya tidak digubris walaupun akibatnya kita rasakan sendiri sampai sekarang, yaitu mengeluarkan uang sebesar sekitar 25 % dari APBN entah sampai kapan. Motifnya hanya satu, yaitu patuh pada IMF secara mutlak dan habis-habisan.

Prinsip dan inti pikiran Zero Coupon Bond yang sama sekali tidak diugbris sebagai cara untuk menarik kembali OR adalah sama dengan Capital Maintenance Note yang berasal dari pikirannya Paul Volcker yang diterapkan untuk menyelesaikan masalah sengketa BLBI antara BI dan Menteri Keuangan. Apa lagi sebabnya kalau bukan mental inlander yang hanya bisa menerima pikiran orang berkulit putih?

BANK-BANK DIJUAL DENGAN OR DI DALAMNYA
Akhirnya tanpa ada selembarpun OR yang ditarik kembali, bank-bank eks swasta yang di dalamnya masih mengandung OR atau tagihan kepada pemerintah dalam jumlah besar dijual kepada swasta. Banyak swasta asing yang membelinya dengan harga murah.
OR-nya segera dijual kepada publik, sehingga pemerintah sudah tidak bisa mengenali lagi kepada siapa berutang.
Contoh yang paling spetakuler adalah penjualan BCA dengan nilai Rp. 10 trilyun. Pembelinya memiliki BCA yang mempunyai tagihan dalam bentuk OR kepada pemerintah sebesar Rp. 60 trilyun.
Sekarang setelah telat mikir sekitar 7 tahun, seperti halnya dengan perhatian terhadap BLBI beserta malapetakanya, orang baru menyadari betapa tidak masuk akal dan betapa pemerintah dirugikan dengan penjualan BCA, yang sangat bisa dihindari

Kategori Follow Us!

wikkiangie.com/v1/2011/03/interpelasi-blbi-kasus-bdni-artikel-4/

Seperti BCA, masalah BLBI BDNI beserta keseluruhan rentetannya yang merugikan keuangan negara menjadi fokus penelitian atau penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Maka kasus BDNI saya sajikan dalam satu artikel tersendiri. Segala sesuatu yang tercantum dalam artikel ini berdasarkan angka-angka tahun 2002. Tidak jelas apakah setelah data dan angka yang tercantum dalam artikel ini ada pekembangan angka-angka yang baru.


Bantuan Likuiditas Bank Indonesia(BLBI)

Utang mantan pemilik BDNI Syamsul Nursalim (SN) dalam bentuk BLBI sebesar Rp. 30,9 trilyun.
Bagaimana cara penyelesaian BLBI ini tidak begitu jelas bagi saya. Sebagai perbandingan, dalam hal BCA, utang BLBI kelompok Salim dibayar dengan 93% dari pemilikan BCA.
Nampaknya modal ekuiti BDNI sudah negatif, sehingga tidak ada nilainya sama sekali. Maka utang BLBI menjadi bagian dari keseluruhan utang SN yang harus dilunasi.

MODAL EKUITI BDNI SUDAH NEGATIF
BPPN menerbitkan buku berjudul “Shareholders settlement. An outline of its concepts and objectives”, tertanggal 3 Februari 2000
Di halaman 13 tercantum “Consolidated balance sheet of BDNI before and after adjustment based on Indonesian GAAP” dengan tanda bintang. Tanda bintangnya berarti ada catatan di bawah yang mengatakan “Source : ADDP Ernst and Young”. Kepanjangan ADDP adalah Accepted Due Diligence Process dan kepanjangan GAAP adalah General Accepted Accounting Principle.
Jumlah asset yang unadjusted Rp. 33,572 trilyun. Dengan sebutan “GAAP adjustment” asset ini dikurangi dengan Rp. 27,994 trilyun, sehingga menurut Ernst and Young assetnya tinggal Rp. 5,578 trilyun.
Jumlah kewajibannya (liabilities) yang tercantum sebesar Rp. 32,275 trilyun dikoreksi dengan tambahan Rp. 15,882 trilyun, sehingga kewajibannya yang benar menurut Ernst and Young sebesar Rp. 48,157 trilyun.
Dengan demikian, menurut Ernst and Young Modal Ekuitinya negatif sebesar Rp. 42,579 trilyun.

Rekapitulasinya sebagai berikut :
(dalam trilyun rupiah)
Aktiva sebelum dikoreksi oleh Ernst & Young atas dasar GAAP 33,572
Koreksi sesuai dengan GAAP (27,994)
Aktiva setelah dikoreksi
5,578
Kewajiban sebelum dikoreksi (32,275)
Koreksi sesuai dengan GAAP (15,882)
Kewajiban setelah dikoreksi sesuai GAAP
(48,157)




Modal Ekuiti menjadi Negatif sebesar
(42,579)

PENANGANAN BLBI
Karena Modal Ekuiti BDNI sudah lama negatif, maka BLBI tidak dapat dikonversi menjadi pemilikan seperti halnya dengan BCA.
Berbeda dengan BCA, status BDNI ialah Bank Beku Operasi (BBO). Karena itu tidak ada gunanya Pemerintah memilikinya melalui konversi BLBI ke dalam pemilikan saham-saham, karena BDNI sudah tidak akan beroperasi lagi.
Penyelesaiannya ialah menentukan utang SN seluruhnya kepada negara. Jumlah BLBI sepenuhnya diperhitungkan dengan keseluruhan kekayaan dan kewajiban BDNI, yang perinciannya sebagai berikut :

JUMLAH HUTANG SYAMSUL NURSALIM(SN)
(dalam trilyun rupiah)

Jumlah keseluruhan utang SN kepada Pemerintah sebesar Rp. 28,4 trilyun yang dirinci sebagai berikut :

BLBI (30,9)
Deposito dan Pinjaman (7,1)
Pinjaman kepada BI melalui Guarantee Scheme (4,7)
LC dll. (4,6)


Total Utang
(47,3)
Jumlah aktiva BDNI yang dapat
digunakan untuk mengurangi utang
(dalam trilyun rupiah)
Kas 1,3
Pinjaman kepada Petambak Udang
(via PT Dipasena)
4,8
Aktiva Tetap dan Penyertaan 4,6
Pinjaman Pihak Ketiga dan
Aktiva Lainnya
8,2

Total Aktiva yang dapat di-offset
18,9


Jumlah Utang Neto
(28,4)

PENYELESAIAN UTANG
Penyelesaian utang dilakukan dengan MSAA yang isinya sebagai berikut,
Dengan uang tunai sebesar Rp. 1,0 trilyun
Dengan Asset sebesar Rp. 27,4 trilyun
Asset tersebut terdiri dari perusahaan-perusahaan dengan nilai dalam juta US Dollar sebagai berikut.
50,0% dari GT Petrochem 344.100.000
55,3% dari Filamindo Sakti 87.000.000
56,5% dari Sentra Sentetika 52.700.000
78,0% dari Gajah Tunggal 176.300.000
39,8% dari Meshindo Alloy 14.800.000
39,8% dari Langgeng Baja Pratama 5.300.000
99,9% dari Dipasena 1.802.400.000


Jumlah 2.482.600.000

Dihitung dengan kurs Rp. 11.075 per US $ =
Rp. 27,495 trilyun


Nilai tambak udang PT Dipasena sebesar US$ 1.802.400.000 sangat kontroversial. Nilai ini ditentukan oleh Credit Suisse First Boston.
Seperti yang saya tulis di Kompas tanggal 5 Oktober tahun 2000, ada penilaian oleh Price Waterhouse Coopers yang menyatakan nilai PT Dipasena NOL. Sebabnya karena kondisinya ketika itu tambak udang kosong dan beracun.

SKL (Release and Discharge)
Dalam tulisan saya tersebut juga disebutkan bahwa “di atas kop surat BPPN tanggal 25 Mei 1999 Pemerintah Indonesia memberikan Release and Discharge atas pelanggaran BMPK.” Dokumen R&D ini ditandatangani oleh Kepala BPPN Farid Harjanto. Ini agak aneh, karena SKL diterbitkan sebelum Inpres no. 8 tahun 2002 yang diterbitkan oleh Presiden Megawati. Atas dasar Inpres ini Kepala BPPN menerbitkan SKL sekali lagi untuk Syamsul Nursalim.

SENGKETA DALAM PEMBAYARAN TUNAI SEBESAR Rp. 1 TRILYUN
SN merasa telah membayar tunai yang disyaratkan sebesar Rp. 1 trilyun dengan perincian sebagai berikut.
Pembayaran untuk OHS
(US$ 154.950,13)
Rp. 1.262.843.559,50
Pembayaran untuk Nauta Dutilh
(US$ 212.015,87)
Rp. 1.727.929.340,50
Pembayaran notaris dan pengacara
(cadangan)
Rp. 500.000.000,00
Dana shareholder yang barada di
BDNI (BBO) berupa deposito,
tabungan dan Giro
Rp. 598.858.731.426,43


Total Rp. 602.349.504.326,43


Penyelesaian sisa settlement BDNI
(final)
Rp. 500.000.000.000,00


Kelebihan dana shareholder Rp. 102.349.504.326,43
Dalam suratnya kepada BPPN tanggal 12 Juni 2000, SN menyatakan telah kelebihan membayar Rp. 172.963.477.615,23 sebagai hasil perincian yang tercantum dalam suratnya tersebut. Surat bersama ini saya lampirkan.

PENDIRIAN BPPN
Pada tanggal 16 Mei 2000 dengan judul “Kronologi Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) BDNI”, di halaman 4 dengan judul :
“Masalah Terkini” tercantum sebagai berikut.
1. Pembayaran tunai Rp. 1 trilyun belum diselesaikan
2. SN belum menyerahkan saham GT, GTPI, dan DCD kepada TSI
3. Saham-saham holdback asset belum diserahkan ke escrow
4. Prekondisi lain yang belum dipenuhi : 
Legal opini yang belum sempurna
Ketidaklengkapan debtors consent and acknowledgement
Mispresentasi hutang petambak
Ketidakterbukaan manajemen dalam penyediaan dana

MISPRESENTASI UTANG PETAMBAK UDANG

Data di bawah ini adalah rangkuman dari tulisan KKG di Kompas tanggal 14 Oktober 2000 dengan judul “Petani Udang Dipasena. Tidak Tahu Utang Menumpuk”.

Ada dua hal penting dalam tulisan tersebut, yaitu :
1. Komponen terbesar dari pembayaran oleh SN adalah PT Dipasena
2. Dalam rangka PT Dipasena, BPPN menganggap ada “mispresentasi” hutang petambak.

Masalah dengan petambak udang dapat dirangkum sebegai berikut :

Petambak udang bekerja dalam bentuk Pola Inti Rakyat (PIR) sebagai plasma. Tetapi para petambak sama sekali tidak bebas, karena diikat dengan pemberian kredit kepadanya oleh BDNI yang milik SN.
Kredit diberikan dalam US$ yang nilai rupiahnya berfluktuasi.
Petambak tidak diberi pengertian yang jelas, sehingga terjadi demonstrasi berkali-kali dengan kericuhan sampai ada yang tewas.
Harga beli dari petambak ditentukan sepihak oleh Dipasena, yaitu US$ 4,50 per kg., sedangkan ongkos produksinya US$ 7,5
Kerugian ini tidak diberitahukan kepada petambak, tetapi dibukukan oleh Dipasena sebagai utang petambak kepada BDNI
Supaya petambak tenang, walaupun sistem PIR, kepada mereka diberikan gaji sebesar Rp. 650.000 yang (mungkin) diperhitungkan dengan harga belinya.

'

KategoriFollowUs!

http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/interpelasi-blbi-kasus-bca-artikel-3/

INTERPELASI BLBI 

KASUS BCA (Artikel 3)

Dalam penelitian atau penyidikan masalah BLBI oleh Kejaksaan Agung yang menjadi prioritas adalah kasus BCA dan BDNI. Terutama kasus BCA, publikasi oleh media massa cukup intensif. Mungkin karena itu, para anggota DPR dalam interpelasinya nanti juga akan menyorot kasus BCA. Maka dalam serial artikel tentang BLBI, kasus BCA saya tulis secara khusus dalam satu artikel.

Rush dan BLBI

Dengan terjadinya krisis moneter dan ekonomi tahun 1997 BCA terkena rush. Untuk meredam rush BCA menerima BLBI yang jumlah seluruhnya Rp. 32 trilyun.

Jumlah tersebut diberikan secara bertahap dengan jumlah Rp. 8 trilyun, Rp. 13,28 trilyun dan Rp. 10,71 trilyun, atau seluruhnya Rp. 31,99 trilyun (dibulatkan menjadi Rp. 32 trilyun)


Dari jumlah ini yang telah dibayarkan oleh BCA adalah cicilan utang pokok sebesar Rp. 8 trilyun dan pembayaran bunga sebesar Rp. 8,3 trilyun yang tingkat bunganya ketika itu sebesar 70 % per tahun.


Pemerintah menganggap hanya pembayaran cicilan utang pokoknya saja sebesar Rp. 8 trilyun yang mengurangi utangnya. Pembayaran bunga, walaupun sebesar Rp. 8,3 trilyun dengan tingkat bunga yang 70 % setahun ketika itu tidak dianggap oleh pemerintah sebagai mengurangi utang BLBI-nya keluarga Salim. Karena itu, jumlah sisa utang BLBI oleh pemerintah dianggap sebesar Rp. 23,99 trilyun. Jumlah ini dianggap ekivalen dengan 92,8 % dari nilai saham-saham BCA. Maka kepemilikan BCA sebesar ini disita oleh pemerintah sebagai pelunasan utang BLBI oleh keluarga Salim. Dengan disitanya 92,8 % saham-saham BCA dari tangan keluarga Salim menjadi milik pemerintah, utang BLBI keluarga Salim lunas. Jadi ketika itu juga keluarga Salim sudah tidak mempunyai utang BLBI. Utang keluarga Salim sebesar Rp. 52,7 trilyun adalah utang urusan lain lagi, bukan utang BLBI. Penggunaan istilah “BLBI” sebagai istilah generik untuk segala permasalahan sangat keliru.


Utang mantan Pemegang Saham BCA sebesar Rp. 52,7 trilyun

Sekarang penjelasan tentang utangnya keluarga Salim sebesar Rp. 52,7 trilyun. Ceriteranya sebagai berikut.


Ketika masih dimiliki sepenuhnya oleh keluarga Salim, sebagai pemilik BCA keluarga Salim mengambil kredit dari BCA senilai Rp. 52,7 trilyun.


Maka ketika 93 % BCA dimiliki oleh Pemerintah, utangnya keluarga Salim tersebut beralih menjadi utang kepada pemerintah. Jadi Pemerintah menagihnya kepada keluarga Salim.


Keluarga Salim tidak memiliki uang tunai. Maka dibayarlah dalam skema Pelunasan Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) yang wujudnya Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dengan uang tunai sebesar Rp. 100 milyar dan 108 perusahaan.


Yang menentukan bahwa penyelesaian atau settlement seperti ini bagus dan absah adalah pemerintah sendiri. Yang menentukan bahwa nilai 108 perusahaan memang sebesar Rp. 51,9 trilyun adalah pemerintah sendiri. Dalam penentuan ini, pemerintah menggunakan jasa Danareksa, Bahana dan Lehman Brothers. Kita membaca di media massa sangat terkemuka berbagai uraian dari para akhli Danareksa dan Bahana yang dianggap sangat-sangat pandai dan mesti betulnya. Lehman Brothers bahkan menyatakan secara tertulis bahwa nilainya 108 perusahaan tersebut terlampau kecil, dengan selisih angka sebesar Rp. 204 milyar.


Jadi menurut Lehman Brothers, pembayaran utang oleh Salim sebesar Rp. 100 milyar tunai ditambah dengan 108 perusahaan nilainya Rp. 53,204 trilyun, atau kelebihan Rp. 204 milyar dibandingkan dengan utangnya. Namun pendapat Lehman Brothers tentang yang kelebihan Rp. 204 milyar ini tidak dianggap atau tidak digubris oleh pemerintah.

Selisih Penilaian

Penilaian dari 108 perusahaan yang semula Rp. 52,8 trilyun oleh Bahana, Danareksa dan Lehman Brothers kemudian dinilai oleh Price Waterhouse Coopers (PWC) dengan titik tolak penjualan “paksa” tidak lebih lambat dari tanggal tertentu. PWC tiba pada angka Rp. 20 trilyun saja. Titik tolak dan asumsi ini tertuang dalam Letter of Intent dengan IMF.


Dalam prakteknya keseluruhan 108 perusahaan ternyata memang hanya laku dijual dengan nilai sekitar Rp. 20 trilyun saja.


Mengapa bisa terjadi selisih penilaian oleh Bahana, Danareksa, Lehman Brothers di satu pihak dan oleh Price Water House Coopers di lain pihak dijelaskan dalam sub judul tersendiri.

Release and Discharge (R&D) atau Surat Keterangan Lunas (SKL)

Karena sudah dianggap lunas, maka kepada SG diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) atau Release and Discharge (R&D). Presiden Megawati S. berani memberikannya karena sudah dilandasi oleh UU no. 25 tahun 2000 tentang Propenas, TAP MPR no. VIII/MPR/2000. Ketika digugat oleh Lembaga Bantuan Hukum, Mahkamah Agung mengalahkan penggugat. Maka lengkap dan kuatlah payung hukumnya Presiden Megawati.

Masalah Besar Karena Telat Mikir (TELMI)

Apa masalah besar yang sekarang ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) ? Beberapa tokoh masyarakat dan pimpinan tertinggi negara telat mikir (telmi). Setelah dahulunya ikut menggebu-gebu menyetujui dan membela penyelesaian seperti yang digambarkan di atas, sekarang marah, karena dampak ketidak adilannya luar biasa besarnya. Wong asset yang dinilai Rp. 52,6 trilyun ketika dijual kok hanya laku sekitar Rp. 20 trilyun, sehingga keuangan negara dirugikan sebesar sekitar Rp. 32,7 trilyun.


Yang lucu, sebelum dijual PWC sudah ditugasi oleh Pemerintah untuk menilainya kembali dengan TOR yang berbeda. Jatuhnya sekitar Rp. 20 trilyun. Toh ini yang dijadikan acuan menjual, dan akhirnya memang hanya laku sekitar Rp. 20 trilyun.


Jadi pemerintah menerima nilai asset sebesar Rp. 52,8 trilyun sebagai pelunasan utang keluarga Salim, tetapi pemerintah juga yang bangga bisa menjualnya dengan nilai Rp. 20 trilyun. Bangganya karena bisa memperoleh recovery rate sekitar 34 %, sedangkan dari obligor lainnya rata-rata hanya memperoleh 15 % yang dianggap sangat normal oleh para teknokrat penguasa ekonominya Presiden Megawati.

Di Mana Letak Permasalahannya ?

Bahana, Dana Reksa dan Lehman Brothers ditugasi menilai dengan asumsi “Pandangan yang positif tentang hari depan ekonomi Indonesia dan lingkungan politik yang normal (normalised economic and political scenarios). Jadi mereka disuruh menilai 108 perusahaan itu sebagai going concern dalam lingkungan ekonomi makro yang bagus.


Price Waterhouse Coopers (PWC) ditugasi dengan asumsi dan TOR yang intinya berbunyi : “harus dijual dalam waktu antara 8 dan 10 minggu”, dengan “transaksi penjualan dilakukan antara pembeli yang mau membeli tetapi ogah-ogahan, dan penjual yang mau menjual tapi ogah-ogahan” (willing but not anxious). Jadi PWC ditugasi menilai 108 perusahaan itu dengan titik tolak dan asumsi liquidation value dalam lingkungan ekonomi makro yang para investornya ogah-ogahan melakukan investasi atau membeli 108 asset keluarga Salim.


Jadi ketika menerima 108 perusahaan sebagai pelunasan utang, pemerintah yang menilainya sebagai going concern. Tetapi ketika menjual, pemerintah sendiri juga yang menilainya dengan titik tolak dan asumsi liquidation value.


Menilai perusahaan memang sulit, merupakan sub disiplin ilmu tersendiri yang tidak dipahami oleh para teknokrat dan professor yang berteori bahwa kodok melompat-lompat dalam air, sedangkan kodok selalu berenang begitu menyentuh air.


Nilai perusahaan bisa didasarkan atas replacement value, discounted cash flow value, net present value, historical value, liquidation value dan entah apa lagi. Hasil dari berbagai metoda penilaian ini juga berbeda-beda.


Begitu nilai PWC keluar, kecuali satu orang, seluruh anggota kabinet Gotong Royong, KKSK ( Komite Kebijakan Sektor Keuangan ) dan BPPN setuju dijual dengan nilainya PWC. Menko Dorodjatun K yang ketika itu didukung penuh oleh Menteri Keuangan Boediono dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi berujar dengan keras dan tegas bahwa negara manapun di dunia yang terkena krisis memang harus menanggung kerugian besar. Biasanya harus rugi sekitar 85 % dari nilai asset yang dipakai untuk membayar, atau uang yang kembali rata-rata 15 % (yang disebut recovery rate). Maka ada yang menganggap Salim Group “pahlawan” karena recovery rate-nya sekitar 34 %.

Berani Melawan IMF ?

Bukankah IMF yang memerintahkan bahwa asset SG harus dijual tidak lebih lambat dari tanggal tertentu tanpa peduli berapa lakunya ? Dan batas waktu ini diumumkan kepada dunia. Apa berani, wong kalau berani tidak patuh pada IMF Indonesia diancam diisolasi oleh masyarakat dunia ?


Ya tidak berani, tapi kan bisa cerdik. Maka ada seorang menteri anggota KKSK yang mati-matian mengatakan bahwa dijual tidak melampaui batas waktu tertentu boleh, tetapi dengan tender terbuka, dan pemerintah menentukan harga minimum yang dirahasiakan. Harga ini dibuka bersama-sama dengan semua penawar BCA. Kalau harga penawaran tertinggi lebih rendah dari harga minimum, oleh pemerintah penjualan dibatalkan, ditunggu 6 bulan. Setelah itu penjualan diulangi lagi dengan prosedur yang sama. IMF-nya setuju. Tapi semua anggota Kabinet Gotong Royong (kecuali satu orang) termasuk Presiden dan Wakil Presidennya ketika itu setuju dengan penjualan model IMF yang obral tanpa harga minimum. Ketika itu SBY, JK dan Boediono para Menteri dalam Kabinet Gotong Royong yang juga ikut mendukung semua kebijakan tersebut yang sekarang diramaikan oleh DPR. DPR sebelum ini juga mendukung sampai menghasilkan UU nomor 25 tahun 2000 tentang Propenas dan MPR-nya juga ikut-ikutan mendukung semangatnya dengan TAP MPR nomor VIII/MPR/2000.


Sudah begitu, Hubert Neiss, orang sangat penting dalam hubungan IMF dan Pemerintah Indonesia pensiun dari IMF. Langsung saja menjadi penasihat Deutsche Bank di Singapura. Dan langsung saja disewa oleh Farralon sebagai pelobi untuk memenangkan pembelian 51 % BCA dengan harga Rp. 5 trilyun, sedangkan BCA punya tagihan kepada Pemerintah berupa Obligasi Rekap. sebesar Rp. 60 trilyun.

Penjaja Mangga Di Pinggir Jalan

Penjualan BCA bisa diibaratkan penjaja mangga di pinggir jalan. Ada orang yang bernama Djadjang memasang papan yang berbunyi : “Mangga ini harus terjual habis tidak lewat dari jam 17.00 tanpa peduli dengan harga berapa lakunya.” Penjaja mangga marah, papannya dihancurkan dan Djadjang dipukuli.


Ketika menjual BCA, IMF memasang papan nama yang berbunyi “BCA harus dijual tidak lebih lambat dari tanggal tertentu tanpa peduli dengan harga berapa saja.” Apa yang terjadi ? Hubert Neiss menjadi pelobi (yang dianggap tidak ada conflict of ineterst) dan para Menteri Kabinet Gotong Royong memasang lampu sorot ke arah papan, dan papan pengumumannya dihiasi dengan huruf-huruf yang mencolok dan kontras,”


Karuan saja lakunya hanya Rp. Rp. 5 trilyun untuk 51 % atau dinilai hanya sekitar Rp. 10 trilyun untuk 100 %, tapi di dalamnya ada tagihan kepada Pemerintah sebesar Rp. 60 trilyun, dan BCA ketika dijual sudah punya laba ditahan sebesar Rp. 4 trilyun.

KERUGIAN MAHA BESAR AKIBAT KEBODOHAN DAN MENTAL BUDAK MAHA BESAR YANG LUPUT DARI PERHATIAN

Tadi telah diuraikan bahwa BCA menjadi milik pemerintah sebagai pembayaran utang BLBI oleh keluarga Salim. Artinya, pemerintah telah mengeluarkan uang sebesar Rp. 23,99 trilyun untuk membeli 92,8 % saham-saham BCA. Setelah itu, BCA yang sudah menjadi milik pemerintah harus “disehatkan” dengan menginjeksi Obligasi Rekapitalisasi Perbankan atau OR sebesar Rp. 60 trilyun. Dalam BCA sudah ada laba bersih sebesar sekitar Rp. 4 trilyun. Jadi uang pemerintah yang ada di dalam BCA sebesar jumlah dari tiga angka ini atau Rp. 87,99 trilyun (dibulatkan Rp. 88 trilyun).


Namun BCA dijual kepada Farallon senilai Rp. 10 trilyun. Jadi ada kerugian yang dibuat oleh pemerintah sendiri sebesar Rp. 78 trilyun. Angka ini jauh lebih besar dari kerugian sebesar Rp. 33 trilyun sebagai selisih nilai 108 perusahaan yang diserahkan oleh keluarga Salim sebagai pembayaran utangnya dengan nilai realisasinya.

12 responses to 

"INTERPELASI BLBI KASUS BCA (Artikel 3)"

  1. Fathurohman Oktober 7th, 2011 15:57 pm Balas

    Luar biasa pak Kwik. Tidak banyak orang seperti anda yang mau berkata jujur sekalipun itu pahit dan anda merasa jengkel sekali bukan main, mengapa itu bisa terjadi dan anda tidak bisa mengubahnya. Semoga Tuhan memanjangkan usia anda agar dapat mengajari kami yang masih muda. Trims

  2. Goyang Karawang November 8th, 2011 17:54 pm Balas

    mengapa Bangsa ini di penuhi oleh orang2 bodoh yang sok menjadi pahlawan ?
    mungkinkah ini adalah imbas dari sekolah / kuliah untuk mengejar ijazah bukan ilmu…? untuk mendapatkan gelar yang panjang nya seperti gerbong KA hanya dengan membaca textbook ( copy paste), sampai2 judul Skripsi/Tesis pun dilakukan dengan Jiplak / Plagiat yang tersamar….! ( Usia masih Muda…..gelarnya aujubillaaahhh…). Pengalaman Minim..hampir tak ada….!
    Terimakasih pada p. Kwik yang sangat Kritis dan cerdas mengupas borok penyelenggara negeri ini…! TUHAN MEMBERKATI P.KWIK….DAN KELUARGA….AMIN !

  3. yomi Maret 18th, 2012 19:48 pm Balas

    Saya adalah orang yang tidak pintar dengan hal ini…namun rasanya orang bodoh pun tidak akan melakukan penjualan rugi ini…apalagi kalo melihat prestasi ciamik bca saat ini..rasanya sayang sekali dijual semurah itu…terus ajar kami yang muda2 ini dengan tulisan anda yang membakar ini pak KKG

  4. Toni Santoso Maret 29th, 2012 15:35 pm Balas

    Saya membacanya juga gregetan. Pak Kwik apakah satu orang yang tidak setuju itu adalah anda sendiri?

  5. Dr. rer. nat Gwan Liong Ang April 3rd, 2012 21:05 pm Balas

    Salam kenal pak KKG.
    Kita punya a Think Tank in form of anggicvg@yahoogroups.com dari Cincinnati, OH, USA. Kita banyak discuss persoalan konglo2 hitam, dan unethical & morally wrong behaviour mereka. Saya sendiri lulusan Alumni St. Louis, Surabaya, dan dpt Dr.rer.nat dari University of Heidelberg, Germany. Lalu saya kerja hampir 15 th di Procter & Gamble, mulai dari Scwalbach & Worms Germany, lalu dipindah ke Cincinnati, USA, Modesto, California, balik Cincinnati. Saya lalu kerja 3 th utk Hadeed:Saudi Iron & Steel Company, lalu hampir 15 th sampai retired di Saudi Arabian Oil Company, yg managed the largest oil fields in the world. Berapa th lalu melalui Alumni St. Louis contact ingin menghubungi anda soal Grasberg: the largest gold mine in the world di Papua, dan discuss soal niru Saudi’s yg gunakan via Saudi Aramco utk memakmurkan Saudi, jadi tidak diambil 90+% hasilnya kayak Freeport operation di Grasberg, selain juga potential Grasberg menjadi telaga beracun se lama2 nya spt Berkeley Pit. Sayang waktu itu we did not have any luck to get in contact dg anda. Harap kali ini bisa in touch dan kerja sama antara Think Tank kami dg anda, apa urusan konglo2 hitam ataupun Grasberg.
    Awaiting your response/contact.
    Salam,
    OrangKampung GL (the title saya suka pakai)

  6. OrangKampung Gwan Liong April 4th, 2012 05:19 am Balas

    Salam kenal Pak Kwik,
    Nama saya Ang, Gwan-Liong domicile di Cincinnati, OH, USA. Detailed profile bisa dilihat di LinkedIn. Saya adalah moderator dari Think Tank private anggicvg@yahoogroups.com; dan kita (yg about 50% domicile di luar negeri) sangat concern dg moral hazards dari konglo2 hitam, yg sudah boleh dibilang dapat segala, mulai licensi2, dan banyak other preferential treatments, malah waktu bankrupt dapat bail out. Sekarang dg cara2 unethical dan immmoral malah bilang uang sacral bailout BLBI tahu2 sudah lunas, dg cara2 tidak betul, apa Goldman Sachs fraudulent estimates, nyogok jaksa2 dan other instansi2 hikum, sampai instansi2 itu boleh dibilang hancur luluh, dan only FAIR COURT yg tertinggal adalah: Court of the Public Opinion (kayak in Arab Spring, atau Myanmar).
    Saya dan others of our Think Tank members think that is not right.
    Kita mau join forces dg anda, dan membantu whatever we could by expanding your network.
    Kalau anda interested in joining forces, please contact me ay the Email address yg diminta, dan we can go from there.
    Sedikit background saya; lulusan SMA St. Louis th 1963; Dr. rer nat Physics dari Dr. Vater J.H.D. Jensen: 1972: lihat link: http://en.wikipedia.org/wiki/J._Hans_D._Jensen ;
    Procter Gamble: 1973-1987; Hadeed (Saudi Arabian Oil Company): 1988-1991; Saudi Aramco (largest oil fields in the world): 1991-2005. Madatory retired Saudi Aramco in 2005.
    Harap kita bisa join forces.
    Salam,
    OrangKampung GL

  7. bingo Mei 26th, 2013 19:29 pm Balas

    mantap paparannya tentang kasus bca pak kwik, pas banget sama mata kuliah kebanksentralan yg lg saya ambil :D
    jangan berhenti sharing ya pak kwik, salam penghentian perbudakan.

  8. Pengamat November 10th, 2013 02:16 am Balas

    Yth Pak Kwik,
    Terima kasih atas pendapatnya. Memang kasus BLBI BCA ini merupakan tindak pidana kejahatan korupsi berjamaah. Masalahnya saat ini seluruh data-data keuangan kasus BLBI atapun data-data BPPN sudah dihapus bersih di internet, sehingga masyarakat dan pihak-pihak yang independen saat ini (per November 2013) sudah tidak bisa lagi mempelajarinya. Patut di duga penghapusan data-data BLBI dan BPPN di internet ini dilakukan secara sistematis oleh pemerintah sendiri dengan tujuan untuk menghilangkan fakta. Kerugian pendapatan pajak yang seharusnya diterima oleh negara juga perlu diperhitungkan sebagai kerugian negara.

  9. Freddy Mustafa Desember 10th, 2013 13:12 pm Balas

    Pak Kwiek, sy hendak bertanya (mungkin informasi yg sy trm atau cari tdk lengkap), dr bbrp berita yg sy baca/dengar, informasi yg sy trm adlh Negara memberikan bantuan kpd BCA sebesar 50-T’nan dan krn Pemilik BCA tdk pny dana lalu diganti dgn Asset shg hutang pemilik BCA kpd negara dianggap lunas. Lalu negara menjual Ex-asset-nya pemilik BCA seharga 20-T’nan shg boleh dibilang negara “merugi” Rp. 30-T’nan. Sampai poin ini sy msh paham. Hal yg saya tdk paham adlh bahwa saat BCA dijual hny dgn seharga Rp. 5 T (saham sekitar 51%) di dalamnya ada tagihan BCA kpd Negara (negara berhutang kpd BCA) sebesar 60-T’nan. Ini-lah yg sy tdk paham — krn di-awal dikatakan bahwa BCA yg punya hutang kpd pemerintah (BLBI) lalu knp stlh hutang BCA kpd pemerintah tsb “lunas” dibayar oleh BCA — koq ada informasi bahwa pembeli BCA dgn hrg 5T sangat diuntungkan krn ada hutang pemerintah kpd BCA sebesar 60T. Mohon penjelasan-nya.

  10. TUTIK wow Maret 11th, 2014 07:43 am Balas

    Dan ahirnya IMF yg sombong sok keminter telah di lunasi oleh pemerintahan SBY.
    Bukan hanya dilunasi malah di semprot habis2-an oleh mentri ekonomi Presiden SBY.

  11. Alfred Yohanes April 17th, 2014 08:51 am Balas

    Beres, P. Kwik. Sudag selesai, yang tidak bisa membayar hutang kepada luar negeri adalah Gov.RI dan Maria Melita Rahardjo serta kedua ortunya.

  12. wa2n Oktober 14th, 2014 19:42 pm Balas

    MAU tanya aja pak ???? kasus pajak BCA itu gimana sih ??? koq Hadi peeornomo bisa jadi tersangka ini khan waktu itu BCA milik negara jadikan sebenarnya negara ga rugi ,,,,
    betul penerimaan negara berkurang dari sektor pajak tapi disisi lain negara ga perlu keluar uang buat nombok ke BCA thx pencerahannya

     

KategoriFollowUs!

http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/bantuan-likuiditas-bank-indonesia-blbi-yang-9578-persennya-disalah-gunakan-artikel-2/

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang  95,78 Persennya Disalah Gunakan (Artikel 2)

Sebelum artikel ini di KoranInternet dimuat tulisan saya yang berjudul “INTERPELASI BLBI KEPADA SBY SALAH ALAMAT”.

Masalah, atau lebih tepat malapetaka keuangan maha besar yang dikenal dengan istilah “BLBI” adalah sebuah rentetan kebijakan pemerintah yang praktis dipaksakan oleh IMF dalam menangani krisis moneter di tahun 1997, yang kemudian meluas sampai menjadi depresi ekonomi.

Gambaran menyeluruh secara garis besarnya (bird’s eye view) diberikan oleh artikel sebelumnya. Tulisan ini merupakan tulisan kedua yang khusus membahas tentang BLBI.

BLBI ADALAH FUNGSI POKOK BANK SENTRAL
Fungsi yang paling pokok dari sebuah bank sentral adalah bertindak sebagai the bankers’ bank atau lender of the last resort.

Bank melakukan transaksi setiap harinya. Salah satu yang termasuk kegiatan bank paling intensif adalah lalu lintas uang antar bank yang disebabkan karena lalu lintas giro dari semua pemegang rekening bank. Bank berutang kepada bank lain kalau uang nasabah berpindah ke bank lain tersebut, dan sebaliknya. Jumlah uang keseluruhan yang setiap harinya masuk ke dalam bank tidak pernah persis sama dengan jumlah uang keluarnya.

Di antara seluruh bank yang ada di negeri ini, semuanya dihitung menjadi satu, sehingga setiap akhir hari posisinya setiap bank ketahuan, apakah saldonya plus/positif atau minus/negatif. Penyatuan keseluruhan ikhtisar lalu lintas uang antara semua bank ini disebut clearing (kliring). Kalau sebuah bank mengalami saldo minus, tetapi masih mempunyai uang sendiri untuk membayarnya, itu sangat normal.

Terkadang bank berakhir dengan posisi minus yang lebih besar jumlahnya dari uang yang dimilikinya. Dalam hal seperti ini, namanya “bank kalah kliring”, atau bank dalam posisi negatif/minus.

Biasanya, dalam posisi seperti ini, kalau jumlahnya tidak terlampau besar, bank yang kalah kliring bisa meminjam dari inter bank money market atau call money market yang kegiatannya pinjam meminjam dalam waktu 24 jam dan hanya dibolehkan untuk bank.

Kalau jumlahnya terlampau besar, sehingga minusnya tidak dapat ditutup dengan pinjaman dari inter bank call money market, bank sentral wajib turun tangan membantunya. Namun dengan persyaratan tertentu dan kehati-hatian yang sebagaimana mestinya. Bank dalam posisi seperti ini sudah harus diawasi dengan ketat.

Walaupun harus dengan persyaratan, bank sentral wajib memberikan talangan supaya bank yang bersangkutan dapat membayar kepada bank yang mempunyai piutang.

JAUH SEBELUM KRISIS BI MEMBERI BLBI BERULANG-ULANG
Karena salah satu fungsi pokoknya BI sebagai bank sentral yalah lender of the last resort, maka jauh sebelum krisis pemberian BLBI kepada dunia perbankan adalah hal yang rutin.
Namun yang menjadi sorotan oleh Kejaksaan Agung dan masyarakat adalah BLBI yang dikucurkan kepada bank-bank yang terkena rush di tahun 1998.
Tidak banyak pembahasan tentang satu kasus yang sangat besar dan sangat bermasalah ini. Komisi XI DPR juga tidak menyentuh masalah ini ketika berdengar pendapat dengan 9 mantan Menteri Keuangan dan mantan Menko EKUIN beberapa waktu yang lalu.

BLBI BERMASALAH BESAR

Atas permintaan DPR, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menerbitkan laporan audit investigasi bernomor 06/01/Auditama II/AI/VII/2000 tertanggal 31 Juli 2000. Judulnya “LAPORAN AUDIT INVESTIGASI Penyaluran dan Penggunaan BANTUAN LIKUIDITAS BANK INDONESIA (BLBI)”


Ringkasan Eksekutifnya dimulai dengan “Audit dilakukan pada Bank Indonesia dan 48 bank penerima BLBI, yaitu 10 Bank Beku Operasi (BBO), 5 Bank Take Over (BTO), 18 Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) dan 15 Bank Dalam Likuidasi (BDL).”

Saya kutip beberapa butir yang penting sebagai berikut.
“BI tetap tidak melakukan stop kliring kepada bank-bank yang sudah mengalami overdraft dalam jumlah besar dan waktu yang lama.”


“Dispensasi kepada bank-bank yang rekening gironya bersaldo debet untuk tetap mengikuti kliring, pada mulanya diberikan dalam jangka waktu tertentu tanpa ada batasan jumlah maksimal. Namun dalam perkembangan selanjutnya dispensasi tersebut diberikan tanpa batasan waktu dan jumlah maksimal.”


“Dispensasi semacam itu sudah dilakukan oleh BI jauh sebelum krisis menimpa sistem perbankan nasional. Hal ini terbukti dari adanya beberapa bank yang sudah lama overdraft sebelum krisis, namun tidak dikenakan sanksi stop kliring.”

Di halaman viii (Laporan Audit Investigasi) di bawah huruf C dengan judul “Potensi Kerugian Negara Dalam Penyaluran BLBI” ditulis “Dari hasil audit investigasi terhadap penyaluran BLBI posisi tanggal 29 Januari 1999 yang telah dialihkan menjadi kewajiban pemerintah sebesar Rp. 144.536.086 juta, kami menemukan berbagai penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku, kelemahan sistem dan kelalaian dalam penyaluran BLBI, yang menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp. 138.442.026 juta atau 95,78 % dari jumlah BLBI yang disalurkan pada tanggal tersebut.”


Di halaman x diberikan perincian dari “jumlah penyimpangan dalam penggunaan BLBI untuk transaksi periode sampai dengan 29 januari 1999 sebesar Rp. 84.842.162 juta atau 58,70 % dari jumlah BLBI yang disalurkan per 29 Januari 1999 sebesar Rp. 144.536.086 juta.”

Perincian di halaman x tersebut adalah penyimpangan dalam penggunaan BLBI beserta jumlah uangnya sebagai berikut :

“BLBI digunakan untuk membayar/melunasi modal pinjaman/pinjaman subordinasi sebesar Rp. 46,088 milyar. Untuk membayar/melunasi kewajiban pembayaran bank umum yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan dokumen yang lazim untuk transaksi sejenis (G-3) sebesar Rp. 113,812 milyar. Untuk membayar kepada pihak terkait (G-4) sebesar Rp. 20, 367458 trilyun. Untuk transaksi surat berharga sebesar Rp. 136,902 milyar. Untuk membayar/melunasi dana pihak ketiga yang melanggar ketentuan (G-6) sebesar Rp. 4,472831 trilyun. Untuk membiayai kontrak derivatif baru atau kerugian karena kontrak derivatif lama yang jatuh tempo/cut loss (G-7) sebesar Rp. 22,463004 trilyun. Untuk membiayai placement baru di PUAB (G-8) sebesar Rp. 9,822383 triliun. Untuk ekspansi kredit atau merealisasikan kelonggaran tarik dari komitmen yang sudah ada (G-9) sebesar Rp. 16,814646 trilyun. Untuk membiayai investasi dalam aktiva tetap, pembukaan cabang baru, penggantian sistem baru (G-10) sebesar Rp. 456,357 milyar. Untuk membiayai overhead bank umum (G-11) sebesar Rp. 87,144 milyar. Untuk membiayai lain-lain yang tidak termasuk dalam G-1 s.d. G-11 (G-12) sebesar Rp. 10,061537 trilyun.

Dari sebagian penyimpangan ini saja bisa kita lihat betapa ngawurnya pimpinan BI ketika itu. Entah sekarang ini masih ada yang duduk dalam pimpinan atau tidak. Komentar yang paling tepat seperti yang sering dipakai oleh Opa Irama dalam Republik Mimpi, yalah “TER….LA….LU !!”

YANG HARUS DI-INTERPELASI SIAPA ?
Bank Indonesia independen, tidak ada urusan dengan Presiden, boss-nya BI adalah DPR. Boss-nya BPK juga DPR. Kok DPR meng-interpelasi SBY sebagai Presiden ? Jangan-jangan Gus Dur nanti berujar lagi bahwa DPR bagaikan Taman Kanak-Kanak.

Buat SBY sangat enak, tinggal meng-interpelasi balik dengan pertanyaan-pertanyaan seperti : “Ketika itu DPR sedang ngelamun apa ? Demikian juga BI ketika itu sedang ngelamun apa ? Dan apa tujuan anda kok sampai secara aklamasi mau meng-interpelasi saya, sedangkan saya yang terbengong-bengong tapi tidak bisa apa-apa, karena para pelakunya badan-badan yang independen, dan yang membuat independen DPR. Dasar Demokrasi yang Crazy”.

BANYAK DATA DI BANYAK BANK PENERIMA BLBI DIRUSAK
Yang ini saya dengar dalam rapat-rapat resmi yang saya pimpin ketika saya menjabat sebagai Menko EKUIN. Rekan-rekan dari BPPN menceriterakan bahwa penyalah gunaan BLBI memang ada. Dan tidak saja ada, tapi brutal. Setelah nilep dana BLBI yang tidak dibayarkan kepada para deposannya, karena rush-nya jauh lebih kecil jumlahnya, mereka sadar betul bahwa cepat atau lambat pasti ketahuan. Maka data yang tersimpan di dalam CPU computer itu, tidak saja dihapus, tetapi Personal Computers (PC) yang banyak itu dijebol, kabelnya ditarik begitu saja seperti orang panik. Kantor-kantor bank ketika itu seperti baru digarong dengan perusakan. Saya hanya meneruskan saja apa yang saya dengar.

GEDUNG BANK INDONESIA TERBAKAR
Beberapa waktu kemudian ada yang berpikir bahwa BI menerima satu lembar copy dari semua transaksi. Maka gedung BI dan ruang yang menyimpan dokumen-dokumen tersebut terbakar. Setelah itu saya membaca di surat kabar bahwa POLRI menyimpulkan tidak mustahil kebakaran itu bukan kecelakaan, tetapi dibakar. Semua ini termuat di koran.

KOMISI IX DPR DAN KEMUNGKINAN ADANYA ALIRAN DANA
Tadi telah dikemukakan adanya laporan audit investigasi oleh BPK tentang BLBI.
Ketika laporan tersebut diserahkan kepada Komisi IX DPR, saya berfungsi sebagai anggota Komisi IX DPR. Maka dibentuk Panja untuk membahas laporan tersebut. Saya masuk sebagai anggota Panja.

Saya tidak banyak dilibatkan dalam rapat-rapat Panja yang mungkin juga dihadiri oleh para pejabat dari Bank Indonesia dan Departemen Keuangan. Rapat-rapatnya tidak di gedung DPR, tetapi di hotel-hotel.

Kesimpulan Panja mengejutkan saya. Seperti tadi telah saya kemukakan, menurut BPK sejumlah Rp. 138.442.026 juta atau 95,78 % dikategorikan oleh BPK sebagai “berbagai penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku, kelemahan sistem dan kelalaian dalam penyaluran BLBI yang menimbulkan potensi kerugian negara.”

Oleh Panja disepakati bahwa BI hanya disuruh bertanggung jawab sebesar Rp. 24,5 trilyun saja, karena kalau lebih dari ini BI-nya bangkrut. Mana ada bank sentral yang bangkrut ? Saya protes keras karena merasa DPR melecehkan dan memain-mainkan aparatnya sendiri, yaitu BPK. Kalau tidak percaya dengan BPK ya BPK-nya dibubarkan atau Ketua beserta staf intinya dipecat, tapi jangan dimain-mainkan begitu.

Akhirnya keputusan Panja tersebut diambangkan sampai Presidennya berganti dari Gus Dur ke Ibu Megawati. Menko Ekonominya, Prof. Dorodjatun minta advis kepada mantan Gubernur FED (Bank sentralnya AS) Paul Volcker. Advisnya dipakai dan diberlakukan, yaitu segala sesuatunya diselesaikan dengan secarik kertas dengan susunan kata-kata yang intinya Departemen Keuangan menjamin segala sesuatunya akan beres. Tentu rumusannya ilmiah, sophisticated, dan namanya Capital Maintenance Note. Saya punya kalau ada yang berminat.

Tentang kemungkinan adanya aliran dana dari BI kepada beberapa anggota Panja BLBI yang sampai menyimpulkan bahwa BI “digantung” dengan tanggung jawab sebesar Rp. 24,5 trilyun saja, sampainya ke telinga saya hanya sebagai desas-desus. Tidak ada dokumennya.

Kesimpulan

Jadi kalau hanya mau bicara atau meng-interpelasi BLBI saja, ya itulah permasalahannya. Tetapi kalau DPR mau mengetahui kebijakan-kebijakan yang merupakan konsekwensi dari BLBI, bacalah artikel selanjutnya dalam serial KoranInternet ini.

KategoriFollowUs!

http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/interpelasi-bantuan-likuiditas-bank-indonesia-blbi-kepada-sby-salah-alamat-artikel-1/

Interpelasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kepada SBY 

Salah Alamat (Artikel 1)

DPR mencapai kesepakatan bulat (aklamasi) untuk meng-interpelasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal Bantuan Likwkditas Bank Indonesia (BLBI).


Yang sangat aneh, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada SBY juga harus disepakati secara aklamasi. Apa mungkin pertanyaan-pertanyaan yang serius tentang masalah yang demikian ruwetnya merupakan kesepakatan bulat oleh seluruh fraksi, sedangkan banyak di antaranya fraksi pendukung SBY ?

Pertanyaan yang dapat diajukan seputar BLBI ada tiga macam.

Yang pertama tentang duduk persoalan atau keseluruhan hal ikhwal BLBI dan rentetan kebijakan sebagai akibat dari pengucuran BLBI secara besar-besaran.

Yang kedua, mengapa kebijakan-kebijakan yang begitu bodoh, begitu konyol, begitu tidak masuk akal serta begitu merugikan keuangan negara dalam skala raksasa bisa diberlakukan oleh para teknokrat yang begitu tinggi pendidikannya ?

Yang ketiga, apakah kesalahan-kesalahan fatal lainnya bisa terjadi di kemudian hari kalau orang-orang yang ikut mengambil keputusan atau ikut menyetujui serta mendukung pengambilan kebijakan yang sangat bodoh dan praktis telah membangkrutkan keuangan negara itu, sekarang duduk dalam pemerintahan ?

Marilah kita bahas seluruh permasalahannya dan kita perdebatkan sebelumnya, supaya interpelasi lebih terarah.

KRONOLOGI MALAPETAKA YANG DIMULAI DENGAN PAKTO

Gubernur Bank Indonesia (BI) Adrianus Mooy memberlakukan Kebijakan Paket Oktober 1988 yang terkenal dengan nama Paket Oktober atau PAKTO. Isinya meliberalisasi dunia perbankan secara total dan spektakuler. Dengan modal disetor sebesar Rp.10 milyar orang boleh mendirikan bank umum.

Serta merta sekitar 200 bank baru lahir. Mayoritas pendiri adalah konglomerat yang menjadinya konglomerat melalui tipu muslihat seperti yang digambarkan oleh serial artikel saya dengan judul “Saya Bermimpi Jadi Konglomerat”.

Mereka tidak mengerti fungsi pokok perbankan sebagai lembaga intermediasi yang mengkonversi tabungan menjadi investasi yang produktif. Mereka juga tidak mengerti bahwa persyaratan pokok bekerjanya bank ialah prudence. Tetapi mereka pandai dalam bidang marketing.

Maka bank yang baru berdiri sangat berhasil dalam meyakinkan para penabung agar tidak menyimpan tabungannya di bawah bantal, tetapi disimpan di bank-bank mereka. Semua teknik marketing dipakai untuk menarik uang masyarakat. Mereka berhasil dengan gemilang.

Dengan modal disetor Rp. 10 milyar mereka dapat menghimpun dana trilyunan rupiah. Mereka terkejut. Mereka tidak paham sama sekali bahwa dana itu milik masyarakat. Mereka tidak paham bahwa laba bank terdiri dari spread yang tipis, resiko kredit macet besar, sehingga dibutuhkan mental kehati-hatian serta etika yang khusus.

Mereka mata gelap. Uang dipakai seenaknya sendiri untuk memberi kredit kepada dirinya sendiri secara besar-besaran yang dipakai untuk membentuk konglomerat.

Maka kreditnya banyak yang macet di tangannya sendiri. Tetapi karena bank miliknya, maka dengan mudah laporan keuangan dapat direkayasa sampai terlihat bagus dan sehat.
Tahun 1997 Indonesia terkena krisis moneter yang parah. Maka Indonesia menggunakan haknya sebagai anggota minta bantuan dari IMF. Tidak terduga sebelumnya bahwa IMF lebih merusak dan menghancur leburkan keuangan negara
.

PENUTUPAN BANK, RUSH DAN PENGHENTIANNYA DENGAN BLBI

IMF tidak berpikir panjang. Ketika mengetahui bahwa bank-bank sangat kropos karena disalah gunakan oleh pemiliknya sendiri, 16 bank yang paling parah ditutup mendadak. Pemilik uang yang mempercayakannya pada bank-bank yang ditutup itu tentu terkejut dan marah, karena laporan keuangan bank yang diiklankan sangat sehat.


Dua hari kemudian berturut-turut bank-bank lain yang tidak ditutup di-rush. IMF beserta menteri-menteri kroninya panik. Rush harus dihentikan dengan biaya berapa saja.


Dalam beberapa hari likwiditas yang dikeluarkan oleh BI untuk menghentikan rush sebesar Rp. 144 trilyun. Menurut BPK lebih dari 95,78% dari uang ini tidak dapat dipertanggung jawabkan.


Setelah rush berhenti, penelitian meyakinkan bahwa pemilik bank tidak mungkin mengembalikan BLBI, karena dana milik masyarakat yang ditarik kembali dengan rush diinvestasikan pada perusahaan-perusahaan.

PELUNASAN BLBI DENGAN MENYERAHKAN KEPEMILIKAN BANK KEPADA PEMERINTAH
Maka BLBI dikonversi menjadi saham-saham. Serta merta Pemerintah mempunyai hampir 200 bank. Sebagai contoh, saldo utang BLBI oleh BCA kepada pemerintah sebesar Rp. 32 trilyun. BCA telah melakukan pembayaran cicilan sebesar Rp. 8 trilyun, sehingga sisanya Rp. 24 trilyun, yang tidak mampu dibayar oleh pemegang sahamnya BCA atau keluarga Salim. Pelunasan utang BLBI dibayar dengan 93 % saham-sahamnya BCA. Maka pemerintah memiliki 93 % BCA. (Pembayaran bunga juga telah dilakukan dengan tingkat suku bunga 70 % yang berlaku ketika itu sebesar Rp. 8,3 trilyun, tetapi jumlah ini tidak mengurangi jumlah pokok yang terutang).

Dengan demikian utang keluarga Salim dalam bentuk BLBI sudah dibayar lunas dengan kehilangan 97 % dari kepemilikannya di BCA. Jadi BLBI sudah selesai sampai di sini.

Kerugian negara dalam skala raksasa yang kemudian menjadi keresahan bukan BLBI, tetapi urusan lain lagi yang akan diuraikan selanjutnya.


PARA PEMEGANG SAHAM BANK YANG SUDAH MENJADI MILIK PEMERINTAH SEBAGAI PELUNASAN BLBI MASIH MEMPUNYAI UTANG DALAM JUMLAH YANG LEBIH BESAR, YANG PENYELESAIANNYA MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA.


Bank-bank yang sudah menjadi milik pemerintah mempunyai piutang dalam jumlah besar kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki mantan pemilik bank.

Seperti telah diuraikan tadi, selama berpuluh tahun, para pemilik bank memberi kredit kepada dirinya sendiri dalam jumlah sangat besar yang dipakainya untuk mendirikan perusahaan-perusahaan.

Ketika bank menjadi milik pemerintah karena dipakai sebagai pembayaran utang BLBI, dengan sendirinya bank qq. pemerintah qq. BPPN mempunyai tagihan kepada mantan pemilik bank tersebut.

Mantan pemilik bank tidak mempunyai uang tunai untuk membayarnya. Pemerintah minta supaya dibayar dengan perusahaan-perusahaan atau asset apa saja.

Pemilik bank mengambil kredit dari banknya sendiri dalam bentuk tunai, tetapi dibiarkan membayar dengan perusahaan-perusahaan dan asset apa saja, bahkan hanya tandatangannya saja.

Inilah yang menjadi awal malapetaka, karena menilai perusahaan bukan hal yang mudah dan eksak. Sangat tergantung dari berbagai macam asumsi dan sangat tergantung dari kondisi ekonomi pada umumnya yang berubah-ubah dalam perjalanan waktu, terutama karena kondisinya sedang dalam krisis.

Jadi biang keladi dari dirugikannya keuangan negara dalam jumlah yang luar biasa besarnya ialah kebijakan yang membiarkan utang tunai dibayar dengan asset. Penilaian asset sangat relatif sifatnya, dan realisasi nilai sangat tergantung dari waktu, situasi dan kondisi. Dalam menjual asset pemerintah justru memberlakukan yang salah semua, yaitu dijual paksa pada waktu yang salah, dalam kondisi dan situasi ekonomi yang sedang sangat terpuruk, tetapi dinilai dengan asumsi kondisi ekonomi sangat bagus. Bagaimana mungkin para teknokrat yang begitu tinggi pendidikannya bisa mengambil kebijakan yang begitu naifnya ? Karena mereka kroni yang membabi-buta nurut pada IMF, atau karena mereka tidak mengerti sama sekali kondisi nyata dan praktek dunia usaha ?

Kebetulan saya mengetahui bahwa Presiden ketika itu, Prof. BJ Habibie pernah ngotot bahwa utang uang harus dibayar dengan uang, tidak boleh dengan asset. Para konglomerat yang dikawal oleh menteri-menteri mengatakan bahwa nilai asset yang akan diserahkan sebagai pembayaran utang lebih besar dari jumlah utangnya. Presiden Habibie ketika itu menjawab : “Good for you, ambillah untungnya, Pemerintah mengurus negara, bukan mengurus ratusan perusahaan. Kalau tidak mampu membayar sekarang boleh diberikan tenggang waktu 3 tahun”. Tetapi entah bagaimana proses selanjutnya, akhirnya pemerintah toh menerima pembayaran dengan asset.

Dan setelah asset dijual yang menghasilkan rata-rata hanya sekitar 15 % saja dari nilai yang diterima oleh pemerintah, pemerintah sendiri mempropagandakan bahwa recovery rate yang sekitar 15 % adalah sangat wajar di negara manapun di dunia yang terkena krisis. Teori ini tidak dapat dipahami dengan akal sehat, karena penjualan asset bisa ditunda sampai kondisi perekonomian membaik. Semua asset yang dijual dengan harga begitu murahnya sehingga recovery rate-nya hanya 15 % saja, sekarang harganya berlipat-lipat ganda.

MSAA, MRNIA DAN PKPS-APU
Perjanjian antara pemerintah dengan para mantan pemilik bank beragam, karena kondisi keuangan mereka juga beragam. Ada tiga pola, yaitu :

Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) bagi debitur/obligor yang mempunyai cukup perusahaan untuk membayar utang-utangnya.

Master Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA) untuk mereka yang nilai perusahaannya tidak cukup untuk membayar utangnya, dan kekurangannya harus dijamin pembayarannya dengan jaminan pribadi.

Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham – Akta Pengakuan Utang (PKPS-APU). Perjanjian ini dibuat untuk mencapai kesepakatan penyelesaian kewajiban yang harus ditanggung oleh pemilik saham pengendali atas kerugian bank mereka akibat praktek perbankan yang tidak wajar serta pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Penyelesaian ini tidak melalui penyerahan asset.

Tidak mungkin membahas problematiknya satu per satu karena menyangkut demikian banyaknya orang. Setiap orang mempunyai model penyelesaian tertentu yang khas. Tingkat kemauan baik dan itikad kerja samanya juga sangat berbeda. Dari yang langsung membayar tunai seluruh utangnya sampai yang langsung kabur ke luar negeri dan sampai sekarang menjadi buron.

Berbagai macam Obligor (yang punya utang kepada pemerintah berhubung dengan banknya yang mengalami kesulitan) dengan berbagai macam model upaya penyelesaian oleh BPPN adalah sebagai berikut : 5 dengan MSAA, 4 dengan MRNIA, 30 dengan PKPS-APU, 30 Obligor yang tidak menandatangani PKPS-APU yang pada umumnya kasusnya dilimpahkan kepada aparat penegak hukum atau sedang dalam proses penyidikan, dan 5 dengan penyelesaian pembayaran tunai.

KERUGIAN NEGARA DALAM JUMLAH SANGAT BESAR
Ada dua macam kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar, yaitu :

1. Perusahaan atau kekayaan lain yang diserahkan oleh Obligor kepada pemerintah sebagai pembayaran utang mereka, hasil penjualannya jauh lebih kecil dari nilai utangnya. Selisihnya adalah kerugian negara yang setiap tahunnya mempengaruhi APBN. Fokus perhatian masyarakat hanya pada yang ini saja, yaitu mengapa pemerintah menerima asset sebagai pelunasan utang, tetapi pemerintah sendiri juga yang menjual dengan harga yang jauh lebih kecil dari nilai utangnya. Kejaksaan Agung baru sempat mendalami dua kasus besar, yaitu BCA dan BDNI. Kerugian negara memang besar, tetapi ada yang lebih besar lagi dan luput dari perhatian, yaitu :

2. Kerugian negara dalam bentuk Surat Utang Negara untuk merekapitalisasi bank-bank atau yang dikenal dengan Obligasi Rekap yang disingkat OR.

PENUTUP
Masalah BLBI sangat banyak komponen dan aspeknya. Tulisan ini merupakan yang pertama yang akan disusul dengan tulisan-tulisan lainnya yang merupakan serial. Rangkumannya sebagai berikut.

Asal muasalnya adalah liberalisasi total dan spektakuler dunia perbankan dengan Paket Oktober 1988 atau PAKTO yang langsung saja disalah gunakan oleh para konglomerat hitam.

Ketika terkena krisis, kerusakan bank yang dirong-rong oleh pemiliknya sendiri terkuak. IMF memberi nasihat-nasihat yang ngawur dan merusak. 16 bank ditutup, semua bank lainnya di-rush yang dipadamkan dengan BLBI.

BLBI telah dibayar lunas dengan menyerahkan kepemilikan banknya kepada pemerintah. Ada yang banknya sudah ludes, sehingga utangnya dijadikan satu dengan utang dari masalah lainnya, seperti kasus BDNI.

Bank-bank yang sudah menjadi milik pemerintah ternyata mempunyai tagihan dalam jumlah besar kepada para mantan pemiliknya, karena berpuluh tahun lamanya dirong-rong dengan memberikan kredit kepada dirinya sendiri. Utangnya ini dibayar dengan asset yang ketika dijual menghasilkan uang yang jumlahnya jauh lebih kecil dari jumlah utangnya. Jumlah kerugian ini lebih besar dari BLBI.

Bank-bank yang sudah menjadi milik pemerintah tetapi rusak berat itu atas perintah IMF harus patuh pada ketentuan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang formulanya ditentukan oleh Bank for International Settlement (BIS) yang berkedudukan di Bazel, Swiss. Caranya dengan direkapitalisasi dengan injeksi Surat Utang Negara (SUN) yang dikenal dengan istilah Obligasi Rekapitalisasi Perbankan atau Obligasi Rekap atau “OR” saja. Jumlahnya lebih besar lagi dibandingkan dengan semua kerugian yang sudah dijelaskan.

Data teknis beserta contoh-contoh kasusnya akan dibahas dalam artikel-artikel selanjutnya yang merupakan satu serial dengan gambaran lengkap dari malapetaka keuangan yang dimulai dengan pengucuran BLBI beserta rentetan kebijakan-kebijakan yang sangat konyol.



https://www.facebook.com/PrabowoSubianto/posts/10151381120396179
 

Kejanggalan SKL- BLBI Layak Diselidiki by Bambang Soesatyo, 

Anggota Komisi III DPR RI

Sejumlah mantan petinggi era pemerintahan Megawati Soekarnoputri satu persatu dipanggil dan diperiksa KPK terkait Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI. Mulai Rizal. Ramli, Kwik. Kian Gie hingga Putu Arry Sutta. Bahkan tak tanggung-tanggung, dalam perkembangan di pertengah Mei 2013, terdengar kabar Megawati, Ketua Umum PDI Perjuangan, Presiden RI kelima, akan dipanggil KPK sebagai saksi kasus SKL BLBI. Tentu saja informasi tersebut membuat kita tercengang.

Kita berharap penyelidikan terhadap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang membuat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dihentikan penyidikannya (SP3) oleh Kejaksaan Agung di masa kepresidenan Megawati ini, bukan bagian dari operasi Sunyi Senyap atau "SS" yang ingin menempatkan Megawati menjadi sasaran tembak untuk menjatuhkan pamor PDIP yang elektabilitasnya terus meroket bersama Partai Golkar dan telah meninggalkan jauh Partai Demokrat sebagai Partai Penguasa.

Kita sesungguhkan sangat bersyukur jika ada pihak yang ingin membongkar kembali kasus BLBI. Langkah tersebut MELEGAKAN, karena penyelidikan atas kejahatan besar dengan modus penyalahgunaan fasilitas Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) ini harus dituntaskan agar siapa pun tidak lagi melakukan kejahatan terhadap negaranya sendiri.

Ketika KPK memanggil mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional /Ketua Bappenas Kwik Kian Gie, semua kalangan ingin tahu apa yang ditanyakan KPK kepada Kwik. Kwik membuat publik tetap penasaran, karena dia tak mau menjelaskan materi pembicaraannya dengan KPK. Persoalan mulai agak jelas ketika mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli mau merespons pertanyaan pers seusai menjalani pemeriksaan di KPK, belum lama ini. Dia mengaku, dari materi pertanyaan para penyidik, sangat jelas bahwa KPK berupaya menelusuri kejanggalan penerbitan SKL BLBI.

Kepada KPK, Rizal menyatakan tak tahu menahu perihal penerbitan SKL BLBI. Sebab, SKL BLBI diterbitkan bukan pada saat dia menjabat Menko Perekonomian. Rizal pun dengan yakin memastikan posisi Kwik dalam konteks penerbitan SKL itu sama dengan dirinya. Bahkan Rizal ingat betul kalau waktu itu Kwik tidak setuju dengan kebijakan dan mekanisme SKL BLBI.

Agar tidak menjadi beban sejarah bangsa, Rizal pun mengimbau penegak hukum lebih bersungguh-sungguh menuntaskan kasus penyalahgunaan BLBI. Sebab, negara masih terus membayar bunga subsidi BLBI sekitar Rp 60 triliun per tahun. Kewajiban ini masih harus dijalankan negara selama rentang waktu 20 tahun mendatang. Bagi Rizal, meluruskan kasus SKL BLBI itu penting untuk menegakan keadilan di negara ini. Menjadi sangat aneh jika para bankir kaya raya itu terus disubsidi, sementara subsidi BBM untuk rakyat justru ingin dipangkas.

Penuturan Rizal yang cukup rinci itu secara tidak langsung menjelaskan bahwa KPK sedang mendalami dugaan penyalahgunaan fasilitas BLBI, serta kemungkinan adanya penyimpangan pada kebijakan dan mekanisme penerbitan dan pemberian SKL BLBI kepada sejumlah debitur. Apalagi, setelah mendengarkan penuturan dari para ekonom itu, Ketua KPK Abraham Samad membuat pernyataan tentang kecanggihan modus korupsi dewasa ini.

Dalam sebuah seminar di Jakarta baru-baru ini, Samad mengemukakan bahwa modus dan praktik korupsi dewasa ini terus berkembang dan semakin canggih. Bisa dipastikan bahwa kasus korupsi skala besar dengan modus yang canggih itu melibatkan sekumpulan orang kelas menengah ke atas. Karena itu, penegak hukum jangan sampai mudah terkecoh para koruptor. Sebab, cara koruptor menghilangkan alat bukti serta track record-nya dalam tindak pencucian uang semakin canggih. Dia mengacu pada kasus penyalahgunaan fasilitas BLBI dan keanehan yang meliputi mekanisme penerbitan SKL BLBI itu.

SKL BLBI diterbitkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No.8/2002. SKL memuat ketentuan tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya. Dan sebaliknya, tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan jumlah kewajiban pemegang saham (JPKS). Berdasarkan SKL dari BPPN itu, Kejaksaan Agung menindaklanjutnya dengan menerbitkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan).

Inpres No.8/2002 yang popular dengan sebutan Inpres release and discharge ini menjadi sangat kontrversial pada waktu itu. Banyak kalangan keberatan, termasuk ekonom Kwik Kian Gie yang saat itu menjabat Ketua Bappenas. Soalnya, debitur BLBI dipastikan sudah melunasi seluruh utang kendati hanya 30 persen dari JKPS dalam bentuk tunai, dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Dengan perhitungan seperti ini, debitur yang ditetapkan sudah melunasi kewajibanya berdasarkan penyidikan akan mendapat SP3 dari Kejaksaan Agung. Tidak kurang dari 10 debitur besar yang mendapat SKL, termasuk Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan.

Tipu Muslihat

Belakangan, diketahui bahwa perilaku debitur BLBI penuh tipu muslihat. Mereka mengaku tidak mampu lagi melaksanakan kewajibannya mengembalikan BLBI,dan bersedia menyerahkan asetnya kepada negara melalui BPPN. Namun, saat aset-aset itu dilelang BPPN dengan harga sangat murah, para obligor itu membeli lagi aset-aset tersebut melalui perusahaan miliknya yang berdomisili dan beroperasi di luar negeri. Aset tetap dikuasai si debitur, sementara debitur bersangkutan sudah dinyatakan bebas dari kewajiban mengembalikan dana BLBI.

Dari beberapa debitur yang menyerahkan aset kepada BPPN, kasus penyerahan aset oleh Sjamsul Nursalim selaku pemilik BDNI paling menyita perhatian pengamat, karena perhitungannya dinilai tidak akurat. Di kemudian hari, dugaan ketidakjujuran Sjamsul Nursalim terendus, ketika mantan jaksa Urip Tri Gunawan (kini berstatus terpidana), ditangkap KPK di pekarangan rumah Sjamsul Nursalim di Jakarta Selatan. Jaksa Urip adalah anggota tim penyelidik untuk kasus penyerahan aset obligor BLBI. Di Pengadilan, Urip terbukti menerima suap dari Artalyta Suryani, orang kepercayaan Sjamsul Nursalim.

Bukan tidak mungkin, debitur BLBI lain yang telah memperoleh SKL dan SP3 pun berkolaborasi oknum penegak hukum lainnya. Karena itu, KPK perlu ‘meminjam’ terpidana Urip Tri Gunawan untuk sekadar mengetahui bagaimana dia ‘melayani’ kepentingan Sjamsul Nursalim sampai akhirnya mendapatkan SP3.

Dengan demikian, penyelidikan kasus BLBI berpotensi melebar. Tidak hanya soal dugaan penyalahgunaan BLBI, tetapi juga masuk pada kejanggalan jual-beli aset oleh debitur sebagaimana dikemukakan Ketua KPK, serta motif koruptif dibalik penerbitan SKL BLBI dan SP3 bagi para debitur.

Berdasarkan laporan Audit Investigasi penyaluran dan pengunaan BLBI oleh BPK pada tahun 2000, total dana BLBI yang disalurkan kepada 48 Bank mencapai Rp 144,5 trilyun. Dari audit yang sama, ditemukan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran BLBI, yang menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp 138,4 triliun, ekivalen 96 % dari total BLBI. Pihak-pihak yang diduga terlibat adalah manajemen bank penerima BLBI dan pejabat Bank Indonesia.

BLBI digagas untuk mencegah runtuhnya industri perbankan nasional akibat krisis moneter 1998. Bantuan diberikan kepada puluhan bank untuk menjaga likuiditas bank-bank penerima bantuan, yang saat itu harus menghadapi rush dari nasabah. Saat itu, segala sesuatunya digambarkan harus serba cepat, termasuk menghitung kebutuhan bantuan likuiditas maupun pendistribusisian bantuan. Ada bank yang diperhitungkan akan runtuh dalam hitungan menit jika bantuan likuiditas tidak segera dicairkan. Presiden (saat itu) Soeharto tak punya pilihan lain kecuali setuju saja dengan proposal BLBI dari para pejabat Bank Indonesia saat itu.

Per kebijakan, BLBI mungkin tidak bisa disalahkan. Namun, jumlah, penyalahgunaan BLBI, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat BI, dan ingkar janji pemegang saham bank penerima BLBI sangat layak untuk dipersoalkan. Termasuk juga kebijakan dan mekanisme penerbitan SKL sejumlah debitur BLBI.

Karena itu, sangat melegakan jika KPK akhirnya membuka penyelidikan kasus ini. Anak-anak dan remaja mungkin belum paham dengan kasus ini. Kelak, jika kasus ini digelar lagi di ruang publik, mereka bisa memahami bahwa kasus BLBI adalAah kejahatan besar di bidang keuangan yang pernah dilakukan terhadap negara ini di penghujung dekade 90-an. Mereka yang terlibat harus diganjar dengan sanksi hukum yang maksimal, agar ada efek jera.

baca juga :
Kronologis Mega Skandal Ekonomi Indonesia BLBI
==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/…/medianusantara-kr…

Kwik Buka Kedok di Balik Penyelesaian BLBI BCA

Wahyu Daniel - detikfinance
Kamis, 27/09/2007 18:52 WIB
 http://finance.detik.com/read/2007/09/27/185233/835294/4/kwik-buka-kedok-di-balik-penyelesaian-blbi-bca

Jakarta -Mantan Meneg PPN/Ketua Bappenas Kwik Kian Gie membeberkan hal ihwal penjualan saham Bank Central Asia (BCA) pada 2002 terkait pelunasan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di hadapan anggota parlemen. Kwik memberikan kesaksian bagaimana BCA yang mempunyai utang BLBI Rp 60 triliun bisa melunasi utangnya dengan penjualan 51 persen saham seharga Rp 5 triliun. Kwik mengungkapkannya dalam Panja BLBI yang dibentuk DPR untuk mencari klarifikasi penyelesaian BLBI. 
Dalam RDP tersebut, undangan yang hadir hanyalah Kwiek Kian Gie dan Rizal Ramli yang pernah menjabat menjadi Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian. Sementara 3 orang lain yang diundang yaitu Boediono, Bambang Subiyanto dan Dorodjatun Kuntjorojakti tidak hadir dengan alasan berhalangan. Semula sejumlah mantan pejabat rencananya akan dipanggil antara lain para mantan Menko Ekuin, mantan Menkeu, mantan Kepala Bappenas seperti Ginandjar Kartasasmita, Kwik Kian Gie, Rizal Ramli, Dorodjatun Kuntjara-Jakti, Bambang Soebianto, Bambang Sudibyo, Boediono, Glen Yusuf, Syafruddin Temenggung
Berikut petikan pengakuan Kwik Kian Gie soal penjualan BCA di tahun 2002. "Satu hari sebelum BCA dijual ada sidang kabinet yang dipimpin Megawati (Presiden) sama sekali tidak membicarakan penjualan BCA, tidak ada di agendanya. Tapi setelah sidang kabinet selesai jam 12 adalah Bapak Jusuf Kalla yang sebagai orang yang mengetahui ekonomi dan perdagangan dengan inisiatif mengumumkan, saudara-saudara urusan penjualan BCA merupakan urusan yang penting oleh karena itu saya sarankan supaya para menteri ini pulang makan dan jam 3 kumpul lagi Depkes, khusus mengenai masalah ini supaya tidak diketahui wartawan.  
Terjadilah diskusi, dan tentu terjadi perdebatan 1 lawan semua, saya tidak setuju bahwa BCA dijual besok dengan harga 5 triliun untuk 51 persen saham, di dalamnya ada tagihan pemerintah 60 triliun". 
Namun ketidaksetujuan Kwik dikatakannya tidak didukung oleh menteri lain, sehingga akhirnya pemerintah menyetujui untuk melakukan penjualan BCA. "Argumentasi saya ditentang oleh semua yang hadir, termasuk Boediono sebagai Menkeu, Dorodjatun sebagai Menko Perekonomian, SBY sebagai Menkopolkam, Jusuf Kalla Menko Kesra. Jam 6 kita belum selesai rapat, Dorodjatun bilang akhiri. Laksamana (Menneg BUMN) bersama-sama dengan dia ke Megawati bilang bahwa BCA bisa dijual, saya tidak bisa mengendalikan emosi saya, dan marah mengatakan kalian bagaimana dan yang menenteramkan saya SBY, jadi yang menyetujui adalah Megawati dan ini menjadi saksi hidup sampai duduk di dalam kabinet," paparnya. 
Sementara mengenai interpelasi BLBI yang dilakukan oleh DPR, Kwik mengatakan bahwa hal tersebut sebenarnya sudah tidak berguna. DPR kecuali PDIP telah menyetujui interpelasi BLBI. "Karena nasi sudah jadi bubur, buburnya sudah dimakan, sudah habis dan mau diapakan lagi, akan tetapi di debat-debat seperti ini penting karena ini menyangkut prinsip yang paling dasar supaya tidak diulangi lagi di kemudian hari," ujarnya. 
Walaupun begitu, lanjut Kwik, interpelasi itu akan memunculkan wacana baru sehingga kebenaran bisa terungkap. Mengenai partai Kwik yakni, PDIP yang tidak mendukung interpelasi, dia mengaku tidak heran. "Itu kan sudah bisa anda ketahui, PDIP partainya siapa," jelasnya. (dnl/ir)

'Kucuran' BLBI Bikin Miranda Goeltom Darah Tinggi

Dadan Kuswaraharja - detikfinance
Kamis, 26/07/2007 17:32 WIB
Kucuran BLBI Bikin Miranda Goeltom Darah Tinggi  
Miranda S Goeltom (Hendi Suhendratio)
Jakarta -Penulisan soal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang tidak tepat membuat Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom kesal. Dengan nada tinggi, Miranda meminta wartawan meluruskan masalah BLBI. Miranda merasa kesal jika disebut BI telah mengucurkan BLBI. 
Menurut Miranda, BLBI merupakan piutang BI kepada perbankan Indonesia. Ia menjelaskan, ketika krisis ekonomi melanda, perbankan di Indonesia mengalami penarikan dana luar biasa oleh nasabahnya (rush). Serbuan oleh nasabah itu mengakibatkan cadangan dana yang dimiliki perbankan terkuras habis bahkan dana yang disimpan di Bank Indonesia melalui kewajiban giro wajib minimum juga dikuras habis. Nah, saat itulah perbankan mengalami neraca negatif kepada BI sehingga bank ngutang ke BI untuk membayar dana nasabahnya. "Kalau negatif terus stop kliring, tapi masa stop semua bank berhenti kliring, apa anda yang punya gaji, atau merasa punya account di bank nggak akan marah? 
BLBI yang Rp 144 triliun terjadinya seperti itu," ujarnya. Ia menyampaikan hal itu dalam konferensi pers usai seminar tentang 10 tahun krisis di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (26/7/2007). 
Hadir dalam kesempatan tersebut mantan Gubernur BI Sudradjad Djiwandono, mantan Dirut Bank Mandiri Robby Djohan dan kepala perwakilan IMF di Indonesia Stephen Schwartz. Miranda meminta pers untuk meluruskan pemahaman yang salah kaprah soal BLBI itu. 
"Jadi kalau dibilang dikucurkan its your job untuk meluruskan otak semua orang bahwa itu bukan kucuran, saya gedeg kalau dibilang itu kucuran karena kita tidak pernah ngucurin," ujar Miranda dengan nada tinggi sambil menunjuk-nunjuk ke arah wartawan. 
Mantan Gubernur BI Soedradjad Djiwandono juga sama protesnya dengan Miranda. Soedradjad menilai istilah kucuran itu salah. "Secara akademis istilah itu salah," ujarnya. Masalah BLBI menurut Soedradjad terlalu dipolitisir sehingga tidak jelas mana yang benar dan mana yang salah. 
 "BLBI ini bahwa begitu banyak dipolitisir sehingga mana yang harus disalahkan, mana sebetulnya yang bener tidak kelihatan begitu jelas," katanya. Sudradjad menegaskan, yang terjadi bukanlah BI mengucurkan dana BLBI. 
Menurutnya, isitilah dikucurkan adalah terminologi yang salah. "Dikucurkan bagaimana, ini bank yang di-rush, orang yang mengambil duit itu adalah duit mereka pada saat itu bank tidak punyai duit. Mengapa? karena duit dipinjamkan, bank itu tugasnya demikian," jelasnya. (ddn/qom)  
AAHHHHH.... SUDRAJAD... YG BENER AJA.. KAMU..?? MASA ITU DUIT MEREKA..??  YANG NGUTANG NEGARA.. DAN MEREKA DLM BANGKRUT KARENA PERBUATAN USAHA YG DIREKAYASA.. SENDIRI MELALUI JARINGAN BIZ MEREKA.. KOK.. YG BENER UTANGAN NEGARA.. LALU.. KOK.. MENJADI DUIT MEREKA..?? LOGIKA APAAN TUH.. BUNG SUDRADAD..?? .. AAAHH KAMUU.. KEBAGIAN KOMIISI NYA GEDEEEE ... DAN BAGI2 UNTUNGNYA... YAAH..??  DASAR BADUUT... DAN ANTEK ... JARINGAN.. ASING ASENG.. KAMUU... ??

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (1)

Juni 14, 2009

“INDONESIA MENGGUGAT JILID-II” ?

Menjabarkan Pidato Proklamasi Calon Wakil Presiden Boediono

Oleh Kwik Kian Gie
https://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/14/kwik-kian-gie-indonesia-mengugat-jilid-ii/
Pengantar
Semoga melalui tulisan Pak Kwik Kian Gie memberi pencerahan kepada kita sekaligus membangkitkan mental kita, membangkitkan jiwa kita, untuk menegakkan kembali Indonesia yang telah dijajah, Indonesia yang telah dirampok hingga saat ini.

Pleidooi Ir. Soekarno dan Deklarasi Dr. Boediono
Setelah Ir. Soekarno (bersama-sama dengan Gatot Mangkupradja, Maskun Sumadiredja dan Soepriadinata) ditangkap pada tanggal 29 Desember 1929, mereka diadili oleh landraad di Bandung yang berlangsung antara tanggal 18 Agustus 1930 sampai tanggal 22 Desember 1930. Pada hari itu, Soekarno dan kawan-kawan dijatuhi hukuman penjara 4 tahun dengan tuduhan melanggar pasal 169 dan 153 bis Wetboek van Strafrecht. Pidato pembelaannya Bung Karno menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan judul “Indonesie klaagt aan” atau “Indonesia menggugat”.

Pada tanggal 15 Mei 2009 Dr. Boediono berpidato di Bandung dalam rangka memproklamasikan dirinya sebagai calon wakil presiden dalam pemilihan tahun 2009. Antara lain dikatakan olehnya :”Bapak  Presiden yang saya hormati dan para hadirin, di awal abad ke-20 Bung Karno di kota Bandung ini menyatakan Indonesia menggugat. Waktu itu Indonesia menggugat penjajahan yang menjadikan negara terbelenggu dan merasa kerdil. Di awal abad ke-21 ini, Indonesia juga selayaknya menggugat. Kini yang kita gugat adalah penjajahan oleh kekuatan dari luar dan dari dalam.

Jelas Boediono menganggap Indonesia sekarang masih dijajah yang menurutnya selayaknya harus digugat. Implikasinya jelas, yaitu kalau nanti dia terpilih sebagai Wakli Presiden, dia akan menggugat kekuatan dari luar dan dari dalam. Ada dua hal yang perlu dijelaskan. 

Beberapa pertanyaan
Siapa kekuatan dari luar yang sedang menjajah Indonesia, dan siapa pula kekuatan dari dalam? Apakah kekuatan luar dan kekuatan dalam ini menjajah Indonesia secara sendiri-sendiri ataukah bersama-sama dalam sebuah konspirasi, di mana elit bangsa Indonesianya yang menjadi mitra dari luar bertindak sebagai pengkhianat kepada bangsanya sendiri?

Sejak kapan Indonesia dijajah dengan tanggal pidatonya sebagai titik tolak, yaitu tanggal 15 Mei 2009. Apakah mulai tanggal itu Indonesia dijajah dalam bentuk yang ada dalam benak Boediono, ataukah sebelumnya sudah. Kalau sebelumnya sudah, siapa kiranya yang menjajah dan siapa kiranya kroni dan kompradornya para penjajah yang berbangsa Indonesia (kekuatan dari dalam) ? Boediono tentu dapat mengenalinya dengan akurat karena dia cukup lama menjadi orang di dalam lingkungan puncak kekuasaan.

Persamaan Bung Karno dengan Boediono
Boediono menyamakan dirinya dengan Bung Karno. Bung Karno menggugat penjajahan oleh pemerintah Hindia Belanda yang menjajah Indonesia secara fisik, dengan bayonet, bedil, peluru dan meriam, armada laut dan sebagainya.
Boediono juga ingin menggugat penjajahan zaman sekarang yang tentunya berbentuk lain. Apa bentuknya tidak dijelaskan. Sangat mungkin bentuk penjajahan yang ada dalam benak Boediono sama dengan yang ditulis oleh Jenderal Ryamizard Ryacudu dalam bukunya yang berjudul ”Perang Modern”.

Intinya yalah bahwa dalam zaman modern sekarang ini, hakikat penjajahan bangsa mangsa oleh bangsa penjajah tidak perlu dilakukan dengan sebutir pelurupun, apalagi pasukan dan armada perang. Caranya dengan membentuk elit bangsa mangsa yang dijadikan mitranya atau kroni atau kompradornya. Mereka  dibantu supaya senantiasa memegang kendali kebijakan ekonomi yang sesuai dengan kehendak bangsa penjajah, seperti yang digambarkan oleh John Pilger, Bradley Simpson, Jeffrey Winters, John Perkins dan 12 perusak ekonomi yang “mengaku dosa” dalam buku “A Game as old as Empire”. Para kroni ini diyakinkan bahwa kebijakan haruslah seliberal mungkin, membangun proyek-proyek raksasa dengan hutang dari negara-negara penjajah supaya mereka bisa memperoleh pendapatan bunga dan laba mark up yang tinggi. Implikasi politiknya supaya senantiasa dicengkeram dan didikte kebijakannya yang senantiasa menguntungkan korporatokrasi negara penjajah. PDB dinaikkan oleh beberapa investor asing raksasa tanpa trickle down effect pada yang miskin. Inikah yang oleh Boediono disebut dengan kata-kata “penjajah dari dalam negeri” yang mungkin bekerja sama dengan penjajah dari luar ?

Boediono menyamakan dirinya dengan Bung Karno yang sama-sama ingin menggugat atas nama bangsa Indonesia. Yang digugat juga sama, yaitu penjajahan. Pernyataannya sama-sama diucapkan di kota Bandung. Tempat ini begitu pentingnya buat Boediono sehingga implisit di dalam pidatonya kota Bandung dianggap sebagai faktor yang menyamakannya dengan Bung Karno.

Saya menduga tujuan atau target penjajahan oleh kekuatan penjajah yang ada dalam benak Bung Karno dan Boediono sama, yaitu penghisapan kekayaan bangsa Indonesia oleh bangsa asing, yang dibantu oleh kroni dan komprador bangsa Indonesia sendiri. Merendahkan dan melecehkan martabat bangsa Indonesia; Boediono memakai istilah “yang membuat kita merasa terpuruk dan tidak bisa bangkit”. Yang perlu diperjelas siapa kroni dan komprador bangsa Indonesia sendiri ?

Perbedaan-perbedaannya
Yang berbeda, Ir. Soekarno langsung menghadapi hakim ketua Mr. Siegenbeek van Heukelom dengan jaksa penuntutnya seorang Indonesia yang ketika itu berstatus inlander dan bernama R. Sumadisurja. Boediono menyatakan kehendaknya menggugat kaum penjajah zaman sekarang. Kehendaknya ini baru dimintakan izin dari “Bapak Presiden”, sebutan yang dipakainya dalam bagian dari pidatonya yang menggunakan istilah “Indonesia Menggugat”. Bung Karno dijatuhi hukuman penjara, Boediono ditepuki tangan.

Bung Karno seorang inlander yang tidak mungkin bergaul dengan kekuatan asing pada strata yang sama. Boediono His Excellency Prof. Dr. Boediono yang anggota Dewan Gubernur Bank Dunia.

Perjuangan Bung Karno membawanya keluar masuk penjara dan pembuangan. Boediono tidak pernah masuk penjara. Menjadi tersangka saja tidak pernah.

Perilaku Bung Karno tidak pernah diarahkan menjadi Presiden RI. Dia berjuang supaya Indonesia merdeka dengan pengorbanan apa saja. Gugatannya sudah menjadi kenyataan dan merupakan pengorbanan luar biasa buat dirinya, yang akhirnya memang memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan.

Boediono baru memberi pernyataan bahwa penjajahan di abad ke 21 sekarang ini selayaknya digugat. Jelas juga bahwa pernyataan tersebut dikemukakan justru untuk dipilih menjadi wakil presiden. Itupun tidak jelas siapa penjajahnya dari luar dan siapa penjajahnya yang dari dalam negeri sendiri. Lantas apakah betul dia akan menggugat penjajahan masih harus dibuktikan.

Bung Karno hanya berjuang dan berjuang. Karena tindakannya itu seluruh bangsa Indonesia menganggapnya sebagai natural leader, sehingga dia menjadi Presiden RI yang baru merdeka. Boediono tidak demikian. Gugatannya terhadap kaum penjajah justru sebelum dia melakukan apa-apa. Gugatannya baru sebagai propaganda untuk dirinya supaya dipilih sebagai wakil presiden di bulan Juli 2009 mendatang.

Bung Karno dan Pak Harto berbuat sangat banyak, sehingga rakyat menganggapnya sebagai para pemimpinnya. Boediono lain. Dia adalah calon wakil presiden yang dalam kampanye pemilihan pilpres tidak boleh mempunyai rasa rendah hati, tidak boleh humble. Dalam kampanye nanti dia harus berkeliling Indonesia mengatakan kepada rakyat Indonesia : “Wahai rakyatku, aku ini orang hebat yang akan menggugat penjajahan dan memberantas korupsi, mereformasi birokrasi. Maka pilihlah aku sebagai wakil presidenmu.”

Apa Neoliberalisme Itu ?
Dengan dipilihnya Boediono sebagai cawapres-nya SBY, diskusi tentang “neolib” menjadi marak. Namun diskusinya tidak memberikan gambaran yang jelas.

Liberalisme adalah faham yang sangat jelas digambarkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang terbit di tahun 1776 dengan judul “An inquiry into the nature and the causes of the wealth of nations”. Buku ini sangat terkenal dengan singkatannya “The wealth of nations” dan luar biasa pengaruhnya. Dia menggambarkan pengenalannya tentang kenyataan hidup. Intinya sebagai berikut.

Manusia adalah homo economicus yang senantiasa mengejar kepentingannya sendiri guna memperoleh manfaat atau kenikmatan yang sebesar-besarnya dari apa saja yang dimilikinya. Kalau karakter manusia yang egosentris dan individualistik seperti ini dibiarkan tanpa campur tangan pemerintah sedikitpun, dengan sendirinya akan terjadi alokasi yang efisien dari faktor-faktor produksi, pemerataan dan keadilan, kebebasan, daya inovasi dan kreasi berkembang sepenuhnya. Prosesnya sebagai berikut.

Kwik Kian Gie
Kwik Kian Gie

Kalau ada barang dan jasa yang harganya tinggi sehingga memberikan laba yang sangat besar (laba super normal) kepada para produsennya, banyak orang akan tertarik memproduksi barang yang sama. Akibatnya supply meningkat dan ceteris paribus harga turun. Kalau harga turun sampai di bawah harga pokok, ceteris paribus supply menyusut dengan akibat harga meningkat lagi. Harga akan berfluktuasi tipis dengan kisaran yang memberikan laba yang sepantasnya saja (laba normal) bagi para produsen. Hal yang sama berlaku buat jasa distribusi.

Buku ini terbit di tahun 1776 ketika hampir semua barang adalah komoditi yang homogeen (stapel producten) seperti gandum, gula, garam, katoen dan sejenisnya. Lambat laun daya inovasi dan daya kreasi dari beberapa produsen berkembang. Ada saja di antara para produsen barang sejenis yang lebih pandai, sehingga mampu melakukan diferensiasi produk. Sebagai contoh, garam dikemas ke dalam botol kecil praktis yang siap pakai di meja makan. Di dalamnya ditambahi beberapa vitamin, diberi merk yang dipatenkan. Dia mempromosikan garamnya sebagai sangat berlainan dengan garam biasa. Konsumen percaya, dan bersedia membayar lebih mahal dibandingkan dengan harga garam biasa. Produsen yang bersangkutan bisa memperoleh laba tinggi tanpa ada saingan untuk jangka waktu yang cukup lama. Selama itu dia menumpuk laba tinggi (laba super normal) yang menjadikannya kaya.

Karena semuanya dibolehkan tanpa pengaturan oleh pemerintah, dia mulai melakukan persaingan yang mematikan para pesaingnya dengan cara kotor, yang ditopang oleh kekayaannya. Sebagai contoh, produknya dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga pokoknya. Dia merugi. Kerugiannya ditopang dengan modalnya yang sudah menumpuk. Dengan harga ini semua pesaingnya akan merugi dan bangkrut. Dia tidak, karena modalnya yang paling kuat. Setelah para pesaingnya bangkrut, dengan kedudukan monopolinya dia menaikkan harga produknya sangat tinggi.

Contoh lain : ada kasus paberik rokok yang membeli rokok pesaingnya, disuntik sangat halus dengan cairan sabun. Lantas dijual lagi ke pasar. Beberapa hari lagi, rokoknya rusak, sehingga merknya tidak laku sama sekali, pabriknya bangkrut.
Yang digambarkan oleh Adam Smith mulai tidak berlaku lagi………….
bersambung ke halaman 2

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (1)


Juni 14, 2009


Yang digambarkan oleh Adam Smith mulai tidak berlaku lagi. Karena apa saja boleh, pengusaha majikan mulai mempekerjakan sesama manusia dengan gaji dan lingkungan kerja yang di luar perikemanusiaan. Puncaknya  terjadi dalam era revolusi industri, yang antara lain mengakibatkan bahwa anak-anak dan wanita hamil dipekerjakan di tambang-tambang. Wanita melahirkan dalam tambang di bawah permukaan bumi. Mereka juga dicambuki bagaikan binatang. Dalam era itu seluruh dunia juga mengenal perbudakan, karena pemerintah tidak boleh campur tangan melindungi buruh.

Dalam kondisi seperti ini lahir pikiran-pikiran Karl Marx. Banyak karyanya, tetapi yang paling terkenal menentang Adam Smith adalah Das Kapital yang terbit di tahun 1848. Marx menggugat semua ketimpangan yang diakibatkan oleh mekanisme pasar yang tidak boleh dicampuri oleh pemerintah. Marx berkesimpulan bahwa untuk membebaskan penghisapan manusia oleh manusia, tidak boleh ada orang yang mempunyai modal yang dipakai untuk berproduksi dan berdistribusi dengan maksud memperoleh laba. Semuanya harus dipegang oleh negara/pemerintah, dan setiap orang adalah pegawai negeri.

Dunia terbelah dua. Sovyet Uni, Eropa Timur, China, dan beberapa negara menerapkannya. Dunia Barat mengakui sepenuhnya gugatan Marx, tetapi tidak mau membuang mekanisme pasar dan kapitalisme. Eksesnya diperkecil dengan berbagai peratutan dan pengaturan. Setelah dua sistem ini bersaing selama sekitar 40 tahun, persaingan dimenangkan oleh Barat.

Maka tidak ada lagi negara yang menganut sistem komunisme ala Marx-Lenin-Mao. Semuanya mengadopsi mekanisme pasar dan mengadopsi kaptalisme dalam arti sempit, yaitu dibolehkannya orang per orang memiliki kapital yang dipakai untuk berproduki dan berdistribusi dengan motif mencari laba. Tetapi kapital yang dimilikinya harus berfungsi sosial. Apa artinya dan bagaimana perwujudannya? Sangat beragam. Keragaman ini berarti juga bahwa kadar campur tangannya pemerintah juga sangat bervariasi dari yang sangat minimal sampai yang banyak sekali.

Siapa Kaum Neolib ?
Orang-orang yang menganut faham bahwa campur tangan pemerintah haruslah sekecil mungkin adalah kaum neolib; mereka tidak bisa mengelak terhadap campur tangannya pemerintah, sehingga tidak bisa lagi mempertahankan liberalisme mutlak dan total, tetapi toh harus militan mengkerdilkan pemerintah untuk kepentingan korporatokrasi. Jadi walaupun yang liberal mutlak, yang total, yang laissez fair laissez aller dan laissez fair laissez passer, yang cut throat competition dan yang survival of the fittest mutlak sudah tidak bisa dipertahankan lagi, kaum neolib masih bisa membiarkan kekayaan alam negara kita dihisap habis oleh para majikannya yang kaum korporatokrat dengan dukungan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF.

Boediono perlu melakukan soul searching yang mendalam
Meledaknya debat tentang neolib tidak dapat dipisahkan dari persepsi yang dimiliki sangat banyak orang bahwa Boediono adalah personifikasi dari aliran neolib di Indonesia. Bahkan beliaulah yang dewasa ini dianggap sebagai pemimpin kaum neolib Indonesia, yang dianggap sama dan sebangun dengan kelompok yang terkenal dengan sebutan “The Berkeley Mafia”.

Tidak hanya itu, banyak yang mempunyai dugaan dan perasaan bahwa dipilihnya Boediono sebagai calon wakil presiden adalah hasil desakan dari “kekuatan dari luar”. Istilah ini yang dipakai oleh Boediono sendiri dalam pidatonya, yang merasa selayaknya menggugat penjajahan yang masih ada dalam abad ke 21 ini, baik yang dari luar maupun yang dari dalam.

Dugaan ini bertambah besar setelah Boediono menyatakan kepada The Jakarta Post tanggal 25 Mei 2009 bahwa penerimaannya sebagai calon wakil presiden adalah karena adanya arus besar yang tidak mampu ditolaknya (Boediono said his nomination was a “big stream” he could not resist”).

Karena itu, untuk kepentingan seluruh bangsa yang bagian terbesarnya sedang sangat menderita kemiskinan, kebodohan, kurang sehat jasmani dan rohaninya, keterbelakangan, apakah betul bahwa dirinya didorong oleh kekuatan asing untuk menerima pencalonannya sebagai wakil presiden ?

Untuk kepentingannya sendiri juga, rasanya sangat perlu beliau memberikan penjelasan yang sejujurnya dan masif kepada rakyat yang akan melakukan pilihannya pada tanggal 8 Juli 2009.

Apakah dalam karirnya yang panjang dalam kedudukan yang tinggi di birokrasi Boediono ikut berperan dalam segala sesuatu yang tergambarkan dalam tulisan ini?

Boediono berkarir dalam kedudukan sangat tinggi dalam kepemimpinan negara, yaitu berturut-turut sebagai Direktur Bank Indonesia, Menteri/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menko Perekonomian, Gubernur BI, dan sekarang Calon Wakil Presiden RI untuk periode 2009-2014.

Banyak yang menilai bahwa Boediono ikut berperan cukup besar dalam segala sesuatu yang digambarkan dalam tulisan ini. Maka rasanya beliau perlu menjelaskannya kepada rakyat, karena posisinya sebagai calon wakil presiden dengan kemungkinan sangat besar akan terpilih.

Bagaimana gambaran penjajahan dan siapa para pelakunya?
Dengan jelas dikatakan dalam pidato Boediono bahwa di abad 21 ini penjajahan masih ada. Sayang seribu sayang bahwa dia tidak menjelaskan tentang apa dan bagaimana penjajahan zaman sekarang  itu?

Karena itu, izinkanlah saya menjelaskannya dari pengenalan orang lain yang mempelajarinya dengan seksama dan menurut saya dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, yaitu yang ditulis oleh John Pilger dalam bukunya yang berjudul “The New Rulers of the World.” [video]

Saya kutip seakurat mungkin dengan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia oleh saya sendiri sebagai berikut.

“Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konperensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonoom-ekonoom Indonesia yang top”.

“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar.

Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. ‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infra struktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.

Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.”

Demikian gambaran yang diberikan oleh Brad Simpson, Jeffrey Winters dan John Pilger tentang suasana, kesepakatan-kesepakatan dan jalannya sebuah konperensi yang merupakan titik awal sangat penting buat nasib ekonomi bangsa Indonesia selanjutnya.

Kalau baru sebelum krisis global berlangsung kita mengenal istilah “korporatokrasi”, paham dan ideologi ini sudah ditancapkan di Indonesia sejak tahun 1967. Delegasi Indonesia adalah Pemerintah. Tetapi counter part-nya captain of industries atau para korporatokrat.

PARA PERUSAK EKONOMI NEGARA-NEGARA MANGSA
 Benarkah sinyalemen John Pilger………….bersambung ke halaman 3

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (1)

Juni 14, 2009
PARA PERUSAK EKONOMI NEGARA-NEGARA MANGSA

Benarkah sinyalemen John Pilger, Joseph Stiglitz dan masih banyak ekonom AS kenamaan lainnya bahwa hutanglah yang dijadikan instrumen untuk mencengkeram Indonesia?

Dalam rangka ini, saya kutip buku yang menggemparkan. Buku ini ditulis oleh John Perkins dengan judul : The Confessions of an Economic Hit man, atau  “Pengakuan oleh seorang Perusak Ekonomi”. Buku ini tercantum dalam New York Times bestseller list selama 7 minggu.

Saya kutip sambil menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

Halaman 12 : “Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.”

Halaman 13 : “Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonometrik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”

Halaman 15 : “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan hutang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsultan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara penghutang (baca : Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”

Halaman 15-16 : Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut ialah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima hutang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima hutang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima hutang. Maka semakin besar jumlah hutang semakin baik. Kenyataan bahwa beban hutang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”

Halaman 15 : “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”

Halaman 16 : “Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani hutang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”

Halaman 19 : “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”

John Perkins seorang pembual atau fiktif ?
Para ekonom kelompok mazhab tertentu yang berfungsi sebagai agen pelaksana dari korporatokrasi dan prinsip-prinsip Washington Concensus serta merta mengatakan bahwa John Perkins itu tidak ada. Itu adalah orang yang fiktif. Kalaupun ada orangnya, dia seorang pemimpi dan pembual (fantast).

Kalau memang demikian, bagaimana mungkin bukunya tercantum dalam best seller list selama enam minggu di New York Times. Seminggu setelah dijual di toko-toko buku, sudah tercantum sebagai buku terlaris nomor 4 di amazon.com. Dalam waktu kurang dari 14 bulan, bukunya telah diterjemahkan ke dalam 25 bahasa. Copyright-nya telah dibeli oleh perusahaan film utama di Hollywood.

Saya bertemu dengan seorang insinyur Indonesia yang sampai sekarang masih bekerja di BUMN. Tidak etis buat saya menyebutkan namanya. Beliau menceriterakan kepada saya bahwa beliaulah yang menjadi partnernya John Perkins di Bandung di tahun 1970. Ketika itu beliau tidak mengetahui bahwa Perkins sedang melakukan perusakan ekonomi. Ketika beliau membaca bukunya, begitu marahnya, sehingga segera membuat sangat banyak copy yang dibagi-bagikan.

Mereka yang menyebut John Perkins seorang pembual sekarang ini banyak sekali yang memegang kekuasaan dalam bidang ekonomi. Mengapa tidak ada kebutuhan mencari dan menanyakan kepada insinyur yang di tahun 1970 tanpa mengetahui maksud dan tujuan John Perkins bekerja sebagai mitranya di kantor PLN Bandung?

A Game as old as Empire

John Perkins mengakui bahwa sangatlah sulit menemukan penerbit, walaupun setiap kali para penerbit itu menunjukkan perhatian yang sangat besar. Tetapi pada akhirnya menolak. Baru penerbit yang ke 26 menyetujui menerbitkannya.

Apa alasannya diceriterakan dalam kata pengantarnya dalam buku terbaru yang ditulis oleh 12 para perusak ekonomi lainnya. Judul bukunya telah saya kemukakan, yaitu “A Game As Old As Empire”, dan sub judulnya “The Secret World of Economic Hit Men and the Web of Global Corruption.”

Semakin kokohnya neolib dengan konsekwensinya

Namun sayang bahwa sejak Ibu Megawati menjabat sebagai Presiden, kendali ekonomi jatuh ke tangan Berkeley Mafia lagi, yang sejak itu kendali serta kekuasaannya bertambah mutlak.

Kwik Kian Gie
Kwik Kian Gie
Konsekuensinya adalah semakin kokohnya liberalisme dan mekanisme pasar primitif, dan semakin kokohnya pengaruh asing dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi kita.

Tingkat kerusakannya sudah sangat parah. Jumlah manusia Indonesia yang menderita kemiskinan sudah melampaui batas-batas yang wajar. Infrastruktur, barang dan jasa publik yang krusial buat tingkat kehidupan yang wajar sudah merosot jauh di bawah yang dibutuhkan secara minimal.

Elit bangsa yang sedang berkuasa dengan dukungan dari pembentukan opini publik di dunia semakin gencar menggambarkan bangsa Indonesia yang semakin maju dan sejahtera. Indikator-indikator yang dikemukakannya adalah stabilitas nilai tukar rupiah, PDB yang meningkat, inflasi yang terkendali dan sejenisnya.

Bahwa kesemuanya itu menyesatkan dapat kita pahami kalau kita membandingkannya dengan indikator-indikator yang sama selama penjajahan oleh Belanda selama berabad-abad. Dalam zaman penjajahan segala sesuatunya serba teratur dan stabil. PDB Hindia Belanda meningkat terus. Itulah sebabnya sampai sekarang kita menyaksikan Wassenaar dengan vila-vila yang besar dan mewah dan disebut sebagai daerah pemukimannya oud Indische gasten (para mantan tamu di Hindia Belanda). Ciri khas Amsterdam sebagai pusat perdagangan ketika itu ialah rumah-rumah besar sepanjang sungai-sungai buatan. Kebanyakan dari gedung-gedung itu sekarang berfungsi sebagai perkantoran. Dalam zaman penjajahan adalah rumah-rumah tinggalnya para keluarga yang memperoleh kekayaannya dari Hindia Belanda. Tetapi rakyat Indonesia hidup dengan segobang sehari.

Sekarang juga begitu, kota-kota besar, terutama Jakarta berlimpah-ruah dengan kemewahan. Indikator-indikator yang selalu didengung-dengungkan serba stabil, walaupun ketertiban dan kebersihannya masih kalah dibandingkan dengan zaman penjajahan Belanda. Pesawat udara penuh penumpang, mal-mal mewah padat pengunjung dan jalan-jalan raya macet dengan mobil-mobil mewah. Tetapi ketika Bank Dunia mengumumkan bahwa garis kemiskinan sekarang ditetapkan US$ 2 per hari per orang, 50 % dari rakyat Indonesia menjadi miskin.

Buat saya dan sangat banyak orang Indonesia lainnya yang peduli dan prihatin terhadap nasib bangsa, inilah gambaran negara Indonesia yang dijajah secara modern. Kalau ini yang akan digugat oleh Boediono seandainya dia menang menjadi wakil presiden, bersyukurlah kita.

Peran golongan kemapanan yang tidak tampak lagi
Kondisi ini tidak dapat dibiarkan oleh golongan kemapanan yang masih mempunyai hati nurani. Mengapa golongan kemapanan yang harus membalikkan proses yang menjuruskan bangsa kita ke dalam jurang penderitaan, kemiskinan dan kenistaan? Karena mereka yang miskin dan menderita tidak mempunyai kekuatan apapun untuk memperbaiki nasibnya. Mereka hanya mampu menerawang ke langit dengan wajah tanpa ekspresi sambil menerima kematiannya karena kekurangan makanan dan pelayanan kesehatan yang paling mendasar.

Golongan kemapanan yang dirinya sendiri tidak mempunyai persoalan untuk hidup serba kecukupan, tetapi hatinya terusik, tidak tega menyaksikan penderitaan sesama anak bangsanya itulah yang harus bergerak membela sesama anak bangsanya yang terinjak, terpinggirkan dan ternistakan oleh elit bangsanya sendiri yang sedang berkuasa, dan lebih senang menjadi kroni dan kompradornya para penghisap bangsa-bangsa lain. Kelompok seperti inilah yang berhasil memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan. Para pendiri negara kita adalah orang-orang berpendidikan tinggi, yang kalau mau menjadi pegawai negeri (ambtenaar) pada pemerintahan Hindia Belanda menikmati gaji yang sangat tinggi. Tetapi mereka memilih keluar masuk penjara ketimbang menjadi pegawai negeri yang menjadi bagian dari birokrasi yang menghisap bangsanya sendiri.

Golongan kemapanan yang peduli, prihatin dan membela kepentingan yang tertindas sudah sangat lama tidak tampak di Indonesia.

PROSES PENJAJAHAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DAN …………………

lanjut ke Bagian 2 halaman 1
 

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (2)

Juni 14, 2009

“INDONESIA MENGGUGAT JILID-II” ? (Bagian 2)

Menjabarkan Pidato Proklamasi Calon Wakil Presiden Boediono

Oleh Kwik Kian Gie
PROSES PENJAJAHAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DAN KEBIJAKAN-KEBIJAKAN OLEH ELIT BANGSA INDONESIA SENDIRI
Menuju ke arah liberalisasi sejauh mungkin
Sejak Republik Indonesia berdiri sampai tahun 1967 tidak pernah ada rincian konkret dari ketentuan pasal 33 UUD 1945 yang bunyinya : “Barang yang penting bagi negara dan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Undang-undang nomor 1 tahun 1967
Penjabaran yang konkret sampai bisa menjadi peraturan tidak pernah ada sampai tahun 1967. Dalam tahun itu terbit UU no. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Terbitnya UU tersebut sebagai tindak lanjut dari Konferensi Jenewa bulan November 1967.
Saya kutip pasal 6 ayat 1 yang berbunyi : “Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara pengusahaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut :
a. pelabuhan-pelabuhan;
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c. telekomunikasi;
d. pelayaran;
e. penerbangan;
f. air minum;
g. kereta api umum;
h. pembangkitan tenaga atom;
i. mass media.
UU tentang Penanaman Modal Dalam Negeri di tahun 1968
Undang-undang nomor 6 tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri pasal 3 ayat 1 sudah mengizinkan investor asing memasuki cabang-cabang produksi yang jelas disebut “menguasai hajat hidup orang banyak” itu asalkan porsinya modal asing tidak melampaui 49%. Namun ada ketentuan bahwa porsi investor Indonesia yang 51% itu harus ditingkatkan menjadi 75% tidak lebih lambat dari tahun 1974.
Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1994
Di tahun 1994 terbit peraturan pemerintah nomor 20 dengan pasal 5 ayat 1 yang isinya membolehkan perusahaan asing melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak, yaitu pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom dan mass media.”
Pasal 6 ayat 1 mengatakan : “Saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian.”
Apa artinya ini ? Artinya adalah bahwa pasal 6 ayat 1 UU no. 1/1967 mengatakan bahwa perusahaan asing tidak boleh memasuki bidang usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak beserta perinciannya. UU no. 6/1968 pasal 3 ayat 1 secara implisit mengatakan bahwa asing boleh memiliki dan menguasai sampai 49%. UU no. 4/1982 melarang asing sama sekali masuk di dalam bidang usaha pers. PP 20/1994 lalu dengan enaknya mengatakan bahwa kalau di dalam perusahaan kandungan Indonesianya adalah 5% sudah dianggap perusahaan Indonesia yang dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak beserta perinciannya, termasuk media massa Jadi PP no. 20/1994 menentang UU no. 1/1967, menentang UU no. 6/1968, menentang UU no. 4/1982 dan menentang jiwa pasal 33 UUD 1945.
Dalam aspek lain PP 20/1994 juga menentang UU no. 6/1968 pasal 6 yang berbunyi : “Waktu berusaha bagi perusahaan asing, baik perusahaan baru maupun lama, dibatasi sebagai berikut :
a. Dalam bidang perdagangan berakhir pada tanggal 31 Desember 1997;
b. Dalam bidang industri berakhir pada tanggal 31 Desember 1997;
c. Dalam bidang-bidang usaha lainnya akan ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah dengan batas waktu antara 10 dan 30 tahun.”
PP no. 20/1994 menentukan bahwa batas antara boleh oleh asing atau tidak adalah kepemilikan oleh pihak Indonesia dengan 5%. Tidak ada lagi pembatasan waktu tentang dikuranginya porsi modal asing.
Yang sangat menyakitkan juga ialah diambilnya rumusan pasal 33 UUD 1945 secara mentah-mentah, yang lalu dikatakan bahwa itu sekarang boleh ada di tangan asing dengan kandungan Indonesia 5%. Jadi seperti menantang atau meremehkan UUD 1945.
Infra Struktur Summit I
Posisinya hari ini ialah yang dikumandangkan di Infra Struktur Summit oleh Menko Perekonomian ketika dijabat oleh Aburizal Bakrie di Hotel Shangrilla. Intinya mengumumkan kepada masyarakat bisnis dan korporasi di dunia bahwa Indonesia membuka pintunya lebar-lebar buat investor asing untuk berinvestasi dengan motif memperoleh laba dalam bidang infrastruktur dan barang-barang publik lainnya. Kepada masyarakat bisnis dan korporasi diberitahukan bahwa kebijakan akan dijuruskan pada terbukanya hampir semua public goods and services bagi investor swasta, termasuk investor asing.
Infra Struktur Summit II
Dalam Infra Struktur Summit II yang Menko Perekonomiannya dijabat oleh Boediono, pengumuman pendahulunya diulangi lagi. Namun sekarang ditambah dengan penegasan bahwa tidak akan ada perbedaan perlakuan sedikitpun antara investor asing dan investor Indonesia.
Kebijakan pemerintah dalam bidang infra struktur dan public goods pada umumnya hanya akan ditangani oleh pemerintah kalau penyediaannya tidak menguntungkan secara komersial. Melalui reformasi sektoral lambat laun semua barang publik dan infra struktur akan dibuat menguntungkan secara komersial, sehingga bisa disediakan oleh swasta dengan motif mencari laba.
Ini berarti bahwa rakyat Indonesia akan dijuruskan hanya dapat menikmati barang dan jasa publik dengan membayar harga yang tingginya memungkinkan investor swasta memperoleh laba daripadanya. Falsafah bahwa perlu ada barang dan jasa publik yang penyediaannya diadakan atas dasar gotong royong, yaitu dibiayai oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuannya masing-masing melalui sistem perpajakan lambat laun harus diperkecil. Semuanya harus diserahkan pada mekanisme pasar. Dengan demikian, secara perlahan-lahan bangsa Indonesia yang miskin tidak akan dapat menikmati barang dan jasa publik dengan cuma-cuma.
Apa lagi kalau kebijakan semacam ini ini tidak bersifat liberalisme yang primitif dan masih liar? Di seluruh dunia kita mengenal jaringan jalan raya bebas hambatan sangat luas yang digunakan oleh siapa saja dengan cuma-cuma. Di Indonesia tidak. Namanya saja “jalan tol”, yang implisit berarti barang siapa ingin menggunakan jalan raya bebas hambatan harus membayar tarif tol.
Undang-Undang tentang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007
Undang-Undang tersebut menggantikan semua perundangan dan peraturan dalam bidang penanaman modal. Butir-butir pokoknya dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pasal 1 yang mendefinisikan “Ketentuan Umum” yang mempunyai banyak ayat itu intinya menyatakan tidak ada perbedaan antara modal asing dan modal dalam negeri.
Pasal 6 mengatakan : “Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia…..”
Pasal 7 menegaskan bahwa “Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanaman modal, kecuali dengan undang-undang.”
Pasal 8 ayat 3 mengatakan “Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing”, yang dilanjutkan dengan perincian tentang apa semua yang boleh ditransfer, yaitu sebanyak 12 jenis, dari a sampai dengan l, yang praktis tidak ada yang tidak boleh ditransfer kembali ke negara asalnya.
Pasal 12 mengatakan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali produksi senjata dan bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
Hak atas tanah menjadi 95 tahun untuk Hak Guna Usaha, 80 tahun untuk Hak Guna Bangunan dan 70 tahun untuk Hak Pakai.
KECENDERUNGAN LIBERALISASI PENUH DAN SURVIVAL OF THE FITTEST
Dengan seluruh rangkaian kebijakan yang telah dikemukakan tadi, menjadi sangat jelas garis kebijakan yang konsisten sejak tahun 1967. Kebijakan itu ialah semakin mengecilnya peran pemerintah dalam bidang pengadaan barang dan jasa yang tergolong dalam barang dan jasa publik, atau barang dan jasa yang pengadaannya membutuhkan dana sangat besar, tetapi merupakan kebutuhan pokok manusia. Karena kebutuhan dana yang sangat besar itu, sifatnya selalu menjadi monopolistik. Karena sifat monopolistik itu dipegang sepenuhnya oleh perusahaan swasta yang motifnya mencari laba, maka rakyat yang sangat membutuhkannya harus membayar dengan harga yang tingginya mencukupi untuk memberi laba yang menarik bagi investor swasta. Karena itu, yang mampu menggunakan barang dan jasa publik ialah perusahaan-perusahaan besar dan perorangan yang tergolong kaya.
Kewajiban pemerintah untuk mengadakannya secara gotong royong melalui instrumen pajak setahap demi setahap dibuat minimal. Banyak sekali barang dan jasa publik yang akan dijadikan obyek mencari laba, dan dalam berlomba mencari laba itu tidak ada lagi perbedaan antara investor asing dan investor Indonesia.
Semuanya didahului dengan mempengaruhi pikiran dan pembentukan opini publik dalam bidang mekanisme pasar, liberalisasi, swastanisasi dan globalisasi yang cakupannya sebanyak dan tingkat keterbukaannya sejauh mungkin, yang harus memusnahkan nasionalisme dan patriotisme. Elit negara-negara mangsa harus diyakinkan dan diberi pemahaman bahwa nasionalisme dan patriotisme sudah sangat ketinggalan zaman. Orang modern harus memahami globalisasi yang merupakan the borderless world. Nasionalisme dan patriotisme bagaikan katak dalam tempurung dengan wawasan yang sangat sempit. Demikianlah pikiran, paham, penghayatan yang berlaku pada elit bangsa yang memegang kekuasaan ekonomi sejak tahun 1967 sampai sekarang.
Pusat dari indoktrinasi paham seperti dikemukakan di atas adalah………..bersambung ke halaman 2

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (2)

https://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/14/kwik-kian-gie-indonesia-mengugat-jilid-ii-2/2/


Juni 14, 2009


Pusat dari indoktrinasi paham seperti dikemukakan di atas adalah Amerika Serikat. Namun tengoklah apa semua yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam bidang proteksi, melindungi warga negaranya sendiri. Tidak saja defensif dengan menutup pintu masuk negaranya dalam bidang apa saja dan dengan tarif setinggi berapa saja kalau dirasa perlu. Tetapi kalau perlu melakukan agresi, menangkap Presiden Noriega di negaranya sendiri yang lantas dipenjarakan di AS. Irak dihancur leburkan dengan dalih mempunyai senjata pemusnah massal yang akan dipakai untuk memusnahkan umat manusia. Tidak kurang dari Tim Ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diketuai oleh Hans Blik, yang sebelum invasi AS ke Irak menyatakan bahwa di Irak tidak ada senjata pemusnah massal.
Toh Irak diserbu, Presiden Saddam Husein dihukum gantung, semua peninggalan sejarah yang begitu pentingnya untuk peradaban umat manusia dimusnahkan, manusia dalam jumlah sangat besar terbunuh, yang akhirnya pasukan AS sendiri tidak menemukan senjata pemusnah massal.
Saya mengemukakan ini semuanya hanya membeo para elit AS sendiri yang menyuarakan hal-hal yang sama. Bahwa saya kutip dalam tulisan ini untuk menggambarkan bahwa di kalangan elit mashab tertentu di Indonesia berlaku pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.”
Beberapa kenyataan aneh yang sama sekali tidak logis
Sampai sekarang, sekitar 90% dari minyak kita dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan minyak asing. Tambang kita dikeduk oleh pemodal asing, dan hasil yang milik mereka itu dicatat oleh Biro Pusat Statistik kita sebagai Produk Domestik Bruto Indonesia (GDP). Bangsa Indonesia kebagian royalti dan pajak yang relatif sangat kecil. Hasil tambang dan mineral sangat mahal yang milik pemodal asing itu ketika diekspor dicatat oleh Biro Pusat Statistik sebagai Ekspor Indonesia yang meningkat. Sejak tahun 1967, tanpa membunuh siapapun, elit bangsa Indonesia sendiri telah menyerahkan segala-galanya kepada kekuatan-kekuatan non Indonesia yang lebih kuat dan lebih raksasa. Apakah itu karena kebodohan, karena pengkhianatan, ataukah karena keyakinan bahwa liberalisme, dan fundamentalisme pasar dihayatinya bagaikan agama adalah hal yang  tidak jelas. Inikah yang akan digugat oleh Boediono? Dan apakah yang akan digugat para teknokrat yang dalam konperensi Jenewa bulan November tahun 1967 dipimpin oleh Prof. Widjojo Nitisastro? Di mana posisi Boediono antara para teknokrat yang disebut “Bekerley Mafia” dan para ekonom yang disebut “Blok Perubahan.”
LIBERALISASI YANG JELAS MELANGGAR KONSTITUSI
Liberalisasi dan mekanisme pasar yang dihayatinya bagaikan “agama” telah diberlakukan sedemikian jauhnya, sehingga terang-terangan melanggar Konstitusi, memberlakukan kebijakan yang menyesatkan dan membuat rakyat sangat sengsara.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa pasal 28 ayat (2) Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Konstitusi. Pemerintah dan DPR sama sekali tidak menghiraukannya. Bahkan seolah-olah menantang, harga BBM dinaikkan dengan mengacu pada pasal 28 di dalam undang-undang nomor 22 tahun 2001 tersebut, yang oleh MK dianggap paling krusial dalam menentang amanat Konstitusi. Ketua MK menulis surat kepada Presiden bahwa kebijakan menaikkan harga BBM sampai 126 %, karena harus ekuivalen dengan harga minyak mentah yang terbentuk melalui mekanisme pasar di New York Mercantile Exchange (NYMEX) bertentangan dengan Konstitusi kita. Surat tersebut tidak dihiraukan tanpa konsekuensi buat Pemerintah, maupun DPR maupun DPD. Ketika itu Boediono Menko Perekonomian.
Demi mekanisme pasar yang mutlak tanpa pandang bulu, caranya memberi argumen dan penjelasan kepada rakyat juga melalui penyesatan dan kebohongan. Dikatakan bahwa kalau harga BBM tidak disamakan dengan ekuivalennya harga minyak mentah yang terbentuk di NYMEX, pemerintah harus mengeluarkan uang Rp. 115 trilyun untuk mensubsidi. Uang itu tidak ada. Maka harga BBM dinaikkan. Sebagai contoh, harga bensin premium dinaikkan dari Rp. 2.700 per liter menjadi Rp. 4.500 per liter. Ketika itu, harga minyak mentah di New York US$ 60 per barrel. Dengan kenyataan bahwa biaya-biaya untuk penyedotan, pengilangan dan transportasi sebesar US 10 per barrel atau Rp. 630 per liter (dengan asumsi kurs US 1 = Rp. 10.000), harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sama dengan harga minyak mentah sebesar Rp. 61,5 per barrel (1 barrel = 159 liter).
Kita membaca dan menyaksikan betapa bagian terbesar dari rakyat serta merta menjadi miskin dan sangat menderita. Bersamaan dengan itu kita saksikan bermunculannya stasiun-stasiun penjualan bensin oleh Shell, Petronas, yang akan disusul dengan perusahaan-perusahaan minyak asing lainnya.
Dalam menaikkan harga BBM, Pemerintah mengemukakan dan menjelaskannya kepada publik menggunakan istilah “subsidi” yang disamakan dengan pengeluaran uang tunai, padahal tidak demikian kenyataannya. Kalau kita mengambil bensin premium sebagai contoh, uang tunai yang dikeluarkan Rp. 630 per liter. Seperti telah berkali-kali dijelaskan, ketika itu nilai tukar rupiah adalah Rp. 10.000 per dollar AS. Biaya lifting, refining dan transporting seluruhnya US$ 10 per barrel dan seperti kita ketahui, 1 barrrel = 159 liter.
Sebelum dinaikkan, harga bensin premium Rp. 2.700 per liternya, sehingga untuk setiap liternya, pemerintah kelebihan uang tunai sebanyak Rp. 2.070. Tetapi kepada rakyat dikatakan bahwa uang yang dikeluarkan sama dengan “subsidi” yang bukan pengeluaran uang tunai, tetapi perbedaan antara harga Rp. 2.700 dengan Rp. 4.500 per liter (yang sama dengan US $ 61,5 per barrel). Maka belum lama berselang IMF menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia sangat kaya uang tunai, karena ketambahan Rp. 15 trilyun sebagai hasil menaikkan harga BBM.
MEKANISME PASAR YANG UNGGUL TELAH MEMASUKKAN BANYAK INTERVENSI OLEH PEMERINTAH
Bahwa sistem mekanisme pasar terbukti unggul dibandingkan dengan sistem perencanaan sentral seperti yang diterapkan oleh negara-negara komunis memang benar validitasnya. Namun mekanisme pasar yang “ditemukan” oleh Adam Smith dan ditulis di tahun 1776 telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu ialah tidak ditabukannya campur tangan pemerintah yang dibutuhkan, agar mekanisme pasar yang efisien dapat dikombinasikan dengan intervensi berupa kebijakan-kebijakan pemerintah dengan maksud melindungi yang lemah dan memperoleh keadilan serta pemerataan dalam menikmati pertumbuhan ekonomi.
Dalam pidatonya tanggal 15 Mei 2009 di Bandung Boediono mengatakan dengan jelas bahwa : “Perekonomian Indonesia tidak dapat seluruhnya diserahkan kepada pasar bebas……dsb.”, yang langsung disambung dengan “Negara tidak boleh terlalu banyak campur tangan, sebab itu akan mematikan kreativitas. Tetapi negara juga tidak boleh hanya tidur.” Buat saya ini ideologi bukanisme, yaitu bukan diserahkan pasar bebas, tetapi juga bukan diatur terlalu banyak oleh pemerintah. Yang tidak terlalu banyak itu yang seperti apa?
Berkaitan dengan kata “tidur” yang dipakai oleh Boediono, senior semashab dengan Boediono secara berkelakar pernah mengatakan bahwa “PDB tumbuh sepanjang malam sampai pagi hari ketika pemerintah tidur.
Seperti dapat kita lihat dari uraian di atas, secara sistematis praktik penyelenggaraan negara dalam bidang ekonomi diarahkan pada kapitalisme, liberalisme dan mekanisme pasar dalam bentuknya yang paling awal, paling primitif dan sudah sangat lama ditinggalkan oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Maksudnya tiada lain untuk menjadikan Indonesia lahan yang subur untuk dihisap dan dijadikan sapi perahan.
Dengan sistem tersebut yang menang adalah pemilik modal besar dan yang kuat. Kompetisi yang melekat pada mekanisme pasar tidak dijadikan kompetisi yang beradab, tetapi dibiarkan menjadi kompetisi yang menganut hukum rimba, yang menjadi kompetisi saling memotong leher atau cut throat competition. Hasilnya adalah survival of the fittest, seperti yang dapat kita lihat di Indonesia sekarang ini. Walaupun hampir 64 tahun sudah merdeka secara politik, namun kemerdekaan yang diidam-idamkan sebagai pintu gerbang emas menuju pada kemakmuran dan kesejahteraan yang adil buat seluruh rakyat semakin jauh dari kenyataan.
PENGHANCURAN MELALUI SISTEM KEUANGAN
Kalau tadi disebutkan peran pemerintah yang semakin minimal …………bersambung ke halaman 3

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (2)


Juni 14, 2009
https://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/14/kwik-kian-gie-indonesia-mengugat-jilid-ii-2/3/
 


PENGHANCURAN MELALUI SISTEM KEUANGAN
Kalau tadi disebutkan peran pemerintah yang semakin minimal dalam produksi dan distribusi barang dan jasa, walaupun termasuk kategori barang dan jasa publik, tidak kalah pentingnya ialah liberalisasi dalam bidang keuangan. Justru sistem inilah yang merupakan frontier untuk membuat negara-negara mangsa tergantung dan dikendalikan.
Dalam buku yang tadi telah disebut, yaitu “A Game As Old As Empire” Steven Hiatt sebagai editornya menulis bahwa  “…..pembayaran dari negara-negara dunia ketiga berjumlah sekitar US$ 375 milyar per tahun atau 20 kali lebih besar dari jumlah uang yang diterimanya dari negara-negara kaya. Sistem ini juga disebut Marshall Plan yang terbalik, dengan negara-negara dari belahan Selatan dunia memberikan subsidi kepada negara-negara kaya di belahan Utara dunia, walaupun separuh dari manusia di dunia hidup dengan US$ 2 per hari.” (halaman 19)
Indonesia masuk ke dalam jebakan hutang (debt trap) tersebut. Sejak tahun 1967 dibentuk perkumpulan dari negara-negara kaya yang disebut Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang berubah nama menjadi CGI. Pekerjaannya hanya memberi hutang setiap tahunnya kepada Indonesia. Dengan hutang yang tanpa henti diberikannya sejak tahun 1967 sampai sekarang, bangsa Indonesia tidak bertambah makmur dan sejahtera secara berkeadilan.
Seperti telah disinggung tadi, belum lama berselang Bank Dunia mengumumkan bahwa garis kemiskinan sekarang pendapatan sebesar US$ 2 per orang per hari. Karena itu, menurut Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dunia di Jakarta, 50% dari rakyat Indonesia miskin.
Dampak dari jebakan hutang sudah lama sangat terasa. Pertama tentunya besarnya jumlah hutang luar negeri itu sendiri yang sudah melampaui batas-batas kewajaran kalau dihitung dengan ukuran Debt Service Ratio (DSR). Tetapi pemerintah kemudian menyajikan angka hutang negara yang dinyatakan dalam persen dari PDB yang relatif lebih kecil. Permainan statistik seperti ini diberlakukan pada semua lini.
Walaupun Pemerintah dapat menunjukkan angka hutang yang terus berkurang kalau dinyatakan dalam persen dari PDB, namun pos pengeluaran APBN untuk pembayaran cicilan hutang pokok dan bunga mengambil porsi terbesar. Akibatnya Pemerintah tidak dapat memberikan yang minimal kepada rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar seperti pendidikan, pelayanan kesehatan dasar, penyediaan air bersih, listrik dan lingkungan yang sehat.
Krisis Moneter/Ekonomi 1997 dan IMF
Sistem ekonomi, terutama sistem moneternya yang sudah dibuat sangat terbuka dan liberal akhirnya mengakibatkan krisis moneter dan ekonomi di tahun 1997 yang disusul dengan depresi yang cukup hebat. Kondisi moneter dan kepercayaan terhadap Indonesia hancur. Rupiah merosot nilainya dari Rp. 2.400 per dollar menjadi Rp. 16.000 per dollar. Kepercayaan dunia internasional maupun para pengusaha Indonesia sendiri merosot sampai nol. Dalam kondisi seperti itu Indonesia sebagai anggota IMF menggunakan haknya minta bantuannya, yang diberikan dalam bentuk Extended Fund Facility atau yang lebih terkenal dengan sebutan program Letter of Intent.
Pada akhir pemerintahan Megawati sebuah badan evaluasi independen di dalam tubuh IMF yang bernama Independent Evaluation Office mengakui bahwa IMF telah melakukan banyak kesalahan di Indonesia.
Di Indonesia, kesalahan yang paling mencolok ialah dengan ditutupnya 16 bank tanpa persiapan yang matang dengan akibat BLBI sebesar Rp. 144 trilyun, Obligasi Rekapitalisasi Perbankan sebesar Rp. 430 trilyun beserta kewajiban pembayaran bunganya dengan jumlah Rp. 600 trilyun, atau seluruh beban menjadi Rp. 144 trilyun BLBI, Rp. 430 trilyun Obligasi Rekap. dan minimal Rp. 600 trilyun beban bunganya, atau keseluruhannya Rp. 1.174 trilyun. Kalau kurs dollar AS kita ambil Rp. 10.000 per dollar, jumlah ini ekuivalen dengan 117,4 milyar dollar AS.
OR adalah surat pengakuan hutang oleh pemerintah yang dipakai untuk meningkatkan kecukupan modal dari bank-bank yang dirusak oleh para pemiliknya, tetapi sekarang menjadi milik pemerintah. Menjadinya milik pemerintah karena dalam keadaan darurat pemerintah harus menghentikan rush dengan BLBI. Karena BLBI yang dipakai oleh bank-bank swasta untuk menghentikan rush tidak mungkin dikembalikan, maka dana BLBI dikonversi menjadi modal ekuiti milik pemerintah. Sampai di sini OR merupakan injeksi dana oleh pemerintah kepada bank yang milik pemerintah, yang kejadiannya dalam keadaan darurat. Mestinya dan nalarnya, OR itu ditarik kembali sambil pulihnya bank-bank menjadi sehat kembali.
Tidak demikian yang dilakukan oleh pemerintah atas instruksi atau petunjuk IMF. Bank-bank milik pemerintah Indonesia yang di dalamnya ada surat tagihan kepada pemerintah (atau dirinya sendiri) dijual dengan harga murah kepada swasta, antaranya banyak swasta asing. Contoh yang paling fenomenal tentang ketidak warasannya kebijakan pemerintah dalam bidang ini adalah penjualan BCA. 97% dari BCA sudah milik pemerintah. Di dalamnya ada OR atau surat hutang pemerintah sebesar Rp. 60 trilyun. IMF memaksa menjualnya kepada swasta dengan harga yang ekuivalen dengan Rp. 10 trilyun. Jadi BCA harus dijual dengan harga Rp. 10 trilyun, dan yang memiliki BCA dengan harga itu serta merta mempunyai tagihan kepada pemerintah sebesar Rp. 60 trilyun dalam bentuk OR yang dapat dijual kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja.
Satu hari sebelum penandatanganan penjualan BCA kepada Farallon terjadi sidang kabinet terbatas tidak resmi selama tiga jam. Perdebatan sangat sengit. Sebelum tuntas, pada jam 18.00 Menko Dorodjatun menghentikan rapat, mengajak Meneg BUMN Laksamana Sukardi melapor kepada Presiden Megawati bahwa penandatanganan penjualan keesokan harinya dapat dilakukan. Dalam rapat tersebut hanya seorang menteri yang menentang sangat keras. Semuanya menyetujui, tentunya termasuk Menteri Keuangan Boediono, yang notabene paling bertanggung jawab atas penciptaan beban keuangan negara yang dahsyat ini. Apakah ini bentuk penjajahan yang ingin digugat oleh Boediono ? Bukankah lantas menjadi ceritera “Boediono menggugat Boediono”? Sangat perlu Boediono menjelaskan siapa para penjajah dari dalam negeri yang bangsanya sendiri !!
Sebagai catatan perlu saya kemukakan bahwa ketika saya menjabat Menko EKUIN telah dicapai kesepakatan lisan dengan wakil IMF Anoop Singh bahwa penjualan BCA harus melalui tender terbuka. Semua niat membeli dikirimkan dalam amplop tertutup kepada notaris yang ditunjuk bersama oleh IMF dan Pemerintah Indonesia. Pemerintah berhak memasukkan amplop tertutup yang isinya harga minimum untuk penjualan BCA. Kalau harga tertinggi dari semua minat lebih rendah dari harga minimum yang ditentukan oleh pemerintah, penjualan BCA ditunda dengan 6 bulan, dan demikian seterusnya sampai kondisi ekonomi membaik dan BCA dapat dijual dengan harga yang sama atau di atas harga minimum. Semua prinsip-prinsip sama sekali dibuang dalam penjualan BCA. Tidak ada harga minimum yang disyaratkan oleh pemerintah, walaupun ketika saya Kepala Bappenas, dalam rapat antar menteri sudah saya tegaskan dengan jelas. Bukankah ini berarti bahwa kesepakatan yang bisa membuat hasil penjualan BCA tidak merugi ditiadakan segera saja setelah Tim Ekonomi berganti menjadi Boediono sebagai menteri keuangannya? Mengapa Boediono begitu ngotot harus menjual BCA tepat pada waktu yang ditentukan oleh IMF dengan meniadakan kesepakatan sebelumnya yang menguntungkan pemerintah? Bukankah ini sikap dan praktek yang sepenuhnya menurut pada IMF secara membabi buta? Apakah praktek semacam ini yang akan digugat oleh Boediono?
Buat saya masih merupakan pertanyaan besar, apakah semua hutang dalam negeri yang diciptakan oleh IMF dengan dukungan oleh beberapa elit Indonesia sendiri itu sebuah kesengajaan ataukah sebuah kebodohan? Besarnya hutang dalam negeri yang diciptakan dalam hitungan minggu lebih besar dari hutang luar negeri yang diakumulasi selama 32 tahun.
Hutang luar negeri pemerintah, saldonya ketika itu sekitar 80 milyar dollar AS, tetapi selama 32 tahun jumlah yang telah dibayarkan berjumlah sekitar 128 milyar dollar AS. Saldo ini diukur dengan persen dari PDB yang lantas dianggap sudah rendah. Babak belurnya yang kumulatif sama sekali dilupakan.
Latar Belakang Kehancuran Sistem Perbankan Indonesia
Biang keladinya lagi-lagi adalah liberalisasi. Dalam bulan Oktober 1988 lahir Paket Kebijakan Oktober yang terkenal dengan sebutan PAKTO. Isinya liberalisasi perbankan yang menentukan bahwa dengan modal disetor sebesar Rp. 10 milyar seseorang dapat mendirikan bank. Maka serta merta sekitar 160-an bank lahir. Ditambah dengan yang sudah ada, sekitar 200 bank-bank swasta beroperasi di Indonesia.
Bank-bank PAKTO didirikan, dimiliki dan dikelola oleh para pedagang besar yang sama sekali tidak mempunyai latar belakang perbankan. Dana masyarakat yang dipercayakan disalahgunakan dengan cara memakainya untuk membiayai pendirian perusahaan-perusahaannya sendiri dengan mark up. Maka bank sudah kalah clearing. Tetapi Bank Indonesia ketika itu bukannya menghukum, malahan memberikan fasilitas yang dinamakan Fasilitas Diskonto I. Setelah itu masih kalah clearing lagi. Oleh BI juga masih dilindungi dengan memberikan Fasilitas Diskonto II. Bank-bank yang di dalamnya sudah rusak tidak terlihat oleh publik yang mempercayakan uangnya untuk disimpan pada bank-bank tersebut.
Dengan terjadinya krisis di tahun 1997 dan ikut campurnya IMF dalam penentuan kebijakan moneter dan ekonomi di Indonesia, 16 bank ditutup mendadak tanpa persiapan yang matang seperti yang telah digambarkan di atas. Kepada para nasabahnya dikatakan bahwa uangnya hilang karena mereka salah pilih bank. Tentu mereka sangat marah, karena 16 bank tersebut masih mengiklankan laporan keuangannya yang diaudit dan dinyatakan sehat. Maka terjadilah rush besar-besaran pada bank-bank yang lain. Dalam kondisi panik lagi, untuk menghentikan rush, bank-bank diguyur dengan BLBI sebesar Rp. 144 trilyun, yang sampai saat ini menjadi kontroversi.
Setelah gejolak perbankan reda, ternyata sangat banyak bank rusak berat. Pemerintah menginjeksi dengan surat hutang negara yang dinamakan Obligasi Rekapitalisasi Perbankan (Obligasi Rekap atau OR) sampai jumlah Rp. 430 trilyun dengan beban bunga sebesar Rp. 600 trilyun. Bank-bank ini menjadi milik pemerintah. Terus dijual dengan harga murah, padahal di dalamnya masih ada tagihan kepada pemerintah yang besar. Sebagai contoh, saya ulangi lagi kasus BCA yang dijual dengan nilai sekitar Rp. 10 trilyun, tetapi di dalamnya ada tagihan kepada pemerintah (Obligasi Rekap) sebesar Rp. 60 trilyun. Jadi pembeli membayar Rp. 10 trilyun, dan langsung mempunyai surat hutang negara sebesar Rp. 60 trilyun. Beban bunga per tahun dari Rp. 60 trilyun ini selama belum dilunasi besarnya melebihi hasil penjualan yang Rp. 10 trilyun.
Dampaknya pada besarnya beban hutang pemerintah, baik hutang luar negeri maupun dalam negeri untuk tahun anggaran 2006 sebesar Rp. 140,22 trilyun, yaitu beban bunga sebesar Rp. 76,63 trilyun dan cicilan hutang pokoknya sebesar Rp. 63,59 trilyun. Jumlah ini pengeluaran terbesar setelah keseluruhan pengeluaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik rutin maupun pembangunan.
Prospek Keuangan Negara Sangat Suram
Seperti dikemukakan tadi, kalau kita membatasi diri pada Obligasi Rekapitalisasi Perbankan saja (OR), jumlah nominalnya Rp. 430 trilyun…………..bersambung ke halaman 4 

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (2)

Juni 14, 2009
https://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/14/kwik-kian-gie-indonesia-mengugat-jilid-ii-2/4/
 


Prospek Keuangan Negara Sangat Suram
Seperti dikemukakan tadi, kalau kita membatasi diri pada Obligasi Rekapitalisasi Perbankan saja (OR), jumlah nominalnya Rp. 430 trilyun. Kalau setiap lembar OR ini dibayar tepat pada tanggal jatuh tempo, dengan tingkat suku bunga yang tercantum pada setiap OR, kewajiban membayar bunga sebesar Rp. 600 trilyun. Maka Pemerintah tidak bisa lepas dari kewajiban membayar hutang pokok dan bunga yang secara keseluruhannya Rp. 1.030 trilyun. Ini jumlah yang sangat besar.
Dengan jumlah hutang dalam bentuk OR sebesar ini, sangat besar kemungkinannya bahwa Pemerintah tidak akan mampu membayar hutang pokoknya tepat waktu pada tanggal jatuh temponya. Kalau ada bagian dari OR yang jatuh tempo dan ditunda pembayarannya, jumlah hutang pokoknya tetap, tetapi kewajiban membayar bunganya membesar. Dengan berapa membesarnya tergantung dari berapa besar hutang pokok yang pembayarannya harus ditunda, dan ditunda untuk berapa lama.
Tiga pegawai dari BPPN yang bekerja pada Bagian Sekretariat dan Penelitian, yaiti Gatot Arya Putra, Ira Setiati, dan Damayanti membuat studi dengan cara mengembangkan 6 buah skenario. Skenario terburuk ialah kalau setiap lembar OR harus ditunda dengan tenor yang sama. Kalau ini terjadi, maka kewajiban Pemerintah membayar keseluruhan jumlah hutang OR ditambah bunganya membengkak menjadi Rp. 14.000 trilyun.
Makalah mereka yang sedianya akan dipublikasikan dalam majalah BPPN dihentikan, dan mereka dipecat.
Besarnya hutang pemerintah dalam bentuk OR beserta besarnya bunga yang harus dibayar menjadi beban sangat berat untuk keuangan negara yang sudah menjadi pengetahuan publik. Menteri Keuangan Boediono menjamin kepada DPR bahwa dengan skema yang dinamakannya reprofiling atau pengaturan kembali jadwal pembayaran cicilan hutang pokok OR, OR akan dapat diselesaikan dalam waktu 8 tahun dengan tambahan pembayaran bunga sebesar Rp. 800 milyar setiap tahunnya. Artinya, jumlah hutang OR ditambah dengan bunganya yang Rp. 1.030 trilyun akan ketambahan Rp.6,4 trilyun saja. Tidak ada orang yang percaya. Setelah itu, kita baca terus menerus betapa seringnya pemerintah menerbitkan Surat Hutang Negara (SUN), baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Kita sudah tidak dapat mengikutinya lagi bagaimana perkembangannya beban hutang pemerintah dewasa ini. Yang jelas terasa adalah serba kekurangan uang untuk melindungi bagian terbesar rakyat dari kelaparan, kekurangan pendidikan dan penyakit.
Saya sebagai Menko EKUIN dengan Bambang Sudibyo sebagai Menteri Keuangan mempunyai rencana konkret untuk menarik OR terlebih dahulu sebelum bank-bank dijual kepada swasta. Rencana yang konkret ditulis oleh 6 orang ahli yang secara sukarela menyumbangkan pikiran-pikirannya di bawah pimpinan Dradjat Wibowo. Kesemuanya pernah dipublikasikan di Kompas dan juga dibukukan dengan fasilitas dari Bappenas. Konon kabarnya setelah dijelaskan oleh Anthony Budiawan, (salah satu penulis) Menteri Keuangan Boediono (dalam pemerintahan Megawati) memahaminya, tetapi toh semua bank dijual tanpa menarik OR-nya terlebih dahulu. Apa alasannya tidak jelas. Kami menduga keras bahwa Bank Dunia dan IMF tidak menyetujuinya. Kalau ini benar, Boediono ketika itu tidak berdaya mandiri terhadap Bank Dunia dan IMF. Kalau sekarang mau menggugat, apakah ini termasuk yang akan digugat olehnya kalau dia nantinya terpilih menjadi Wakil Presiden?

TONGGAK-TONGGAK KEBIJAKAN EKONOMI SETELAH PERTEMUAN JENEWA BULAN NOVEMBER TAHUN 1967
Setelah kaki-kaki korporatokrasi ditancapkan yang oleh Jeffrey Winters dikatakan “pengambil alihan ekonomi Indonesia dalam 3 hari”, berbagai istilah dan pengertian yang tidak lazim diciptakan dengan maksud memperlancar terjerumus dan terjeratnya Indonesia ke dalam hutang, yang dijadikan alat penekan untuk memaksakan kebijakan yang pro korporatokrasi. Bahwa hutang luar negeri dijadikan alat penekan pada negara debitur dibantah oleh beberapa ahli ekonomi Indonesia yang mencuat ketika tulisan ini sedang dibuat. Saya perlu menjelaskan bahwa seperti dapat dibaca dalam tulisan ini, yang mengatakan ini bukan saya, tetapi para ahli ekonomi Amerika yang mengaku sebagai pelakunya, yaitu John Perkins yang diperintahkan oleh agen CIA Claudia Claudine Martin. Kalau mau membantah jangan membantah saya, tetapi bantahlah Claudia Claudine Martin dan John Perkins. Semoga Boediono menggugat mereka berdua yang merencanakan dan melakukan penggerojokan hutang kepada Indonesia dengan maksud menggunakannya sebagai leverage guna memaksakan kehendaknya.
Perwujudannya yalah organisasi yang khusus diciptakan buat negara-negara pemberi hutang yang bernama Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI), yang kemudian berganti nama menjadi Consultative Group of Indonesia (CGI). Koordinatornya Bank Dunia, yang bersama-sama dengan Bank Pembangunan Asia dan IMF merupakan trio pemberi hutang juga.
Bentuk-bentuknya antara lain adalah sebagai berikut :
  • Anggaran negara (APBN) yang jelas defisit disebut berimbang, yang ditutup dengan hutang luar negeri, tetapi tidak disebut hutang. Sebutannya dalam APBN “Pemasukan Pembangunan”.
  • Hutang luar negeri dari IGGI/CGI dan 3 lembaga keuangan tidak disebut “loan”  atau hutang, tetapi disebut “aid” atau bantuan.
  • Jumlah defisit APBN dihitung tanpa memasukkan cicilan hutang pokok sebagai pengeluaran. Yang dihitung hanya pengeluaran uang untuk membayar bunga. Memang kebiasaan internasional seperti ini supaya bisa membandingkan dengan negara-negara lain. Tetapi kalau jumlah hutang ditambah bunga sudah sekitar 25 % dari APBN, gambarannya lantas menyesatkan, dan perlu memberikan catatan khusus.
  • Anggaran pembangunan dibiayai sepenuhnya dari hutang luar negeri yang katanya untuk menghindari crowding out di dalam negeri. Tetapi ketika krisis dengan enaknya membuat hutang dalam negeri, yang ditambah dengan kewajiban membayar bunga menjadi ribuan trilyun rupiah dalam bentuk BLBI ditambah obligasi rekap, yang sebenarnya dapat ditarik kembali sebelum bank-bank yang mempunyai obligasi rekap ini dijual dengan harga murah.
  • Boediono sebagai Menteri Keuangannya Presiden Megawati menyatakan dengan yakin beban hutang akan merata dan selesai dalam waktu 8 tahun setelah melakukan apa yang olehnya dinamakan reprofiling. Sekarang kedodoran dengan beban sangat luar biasa beberapa tahun mendatang, seperti yang diberitakan oleh media massa. Pada tanggal 15 Mei 2009 Boediono mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden RI.
  • Demikian juga dengan ukuran tentang jumlah hutang luar negeri, apakah sudah melampaui batas yang aman. Tadinya dinyatakan dalam rasio antara ekspor neto dengan pembayaran cicilan hutang pokok + bunga hutang luar negeri yang disebut Debt Service Ratio (DSR). Ketika sudah menjadi sangat tinggi, ukurannya diubah menjadi dalam persen dari PDB.
  • Dalam menghitung ukuran tentang ambang batas yang aman, dalam DSR cicilan hutang pokok dihitung sebagai faktor. Tetapi dalam menghitung Defisit dalam APBN cicilan hutang pokoknya  tidak dihitung, karena sudah menjadi sangat besar.
  • Hutang luar negeri pemerintah Indonesia dinyatakan masih dalam batas yang normal, karena didasarkan atas persen dari PDB. Lompatan dari ukuran DSR menjadi persen dari PDB sudah kontroversial. Tetapi yang lebih substantif yalah kita harus membedakan antara solvabilitas (solvency) dan likwiditas. Persen dari PDB adalah solvency yang tidak mesti likwid. Karena tidak likwid, terpaksa berhutang terus. Yang menentukan apakah sebuah negara bangkrut atau tidak yalah kemampuannya membayar hutang beserta bunganya tepat pada waktunya (likwiditas), bukan besarnya hutang dalam persen dari PDB. Bahwa Indonesia tidak likwid terbukti dalam era Boediono sebagai Menko Ekonomi dan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang menerbitkan SUN dalam dollar AS dengan suku bunga antara 10,5% sampai 11%. Untuk dunia usaha swasta saja, tingkat bunga seperti ini tergolong junk bond yang sangat rongsokan. Kalau negara RI memberikan tingkat bunga seperti ini, bagaimana penjelasannya, terutama kalau dibandingkan dengan AS yang mendekati nol persen, dan negara-negara lain yang memberikan bunga deposito antara 0,3 % sampai 2 % saja (dalam hal jangka sangat panjang).Kalau mau mengemukakan solvabilitasnya saja, mengapa tidak sekalian menyatakan hutang Indonesia dalam persen dari seluruh kekayaan alamnya? Jatuhnya menjadi 0,—- persen saja !
  • Subsidi BBM dinyatakan sebagai identik dengan pengeluaran uang tunai oleh pemerintah, padahal tidak ada uang tunai yang dikeluarkan untuk memperoleh minyak mentah kecuali yang harus diimpor.
  • Dalam kampanye pemilu legislatif yang lalu, yang dikemukakan terus menerus melalui iklan sangat mahal yalah pemerintah menurunkan harga BBM tiga kali. Tetapi menaikkannya tiga kali sebelumnya tidak disebut. Menaikkannya dari Rp. 2.700 sampai Rp. 6.000. Menurunkannya hanya sampai Rp. 4.500 saja, tetapi dijadikan bahan kampanye dalam iklan yang sangat mahal. Dalam kampanye mendatang, Boediono yang calon wapres dari yang mengiklankan ini, terpaksa harus berbicara tentang hal yang sama sekali tidak benar.
  • Lantas siapa yang mau digugat? Berkaitan dengan isu ini, bukankah kebijakan menentukan harga BBM di Indonesia membiarkan dirinya didikte oleh NYMEX? Dan bukankah yang menjiwainya supaya perusahaan-perusahaan minyak asing bisa membuka pompa-pompa bensin di Indonesia dengan laba, karena rakyat dibiasakan membayar harga bensin dengan harga yang didikte oleh NYMEX ?
  • Sampai saat ini pemerintah masih saja menggunakan istilah “subsidi” yang implisit membiarkan dirinya didikte oleh NYMEX. Tetapi yang sangat aneh, dengan kurs yang berubah dan harga minyak mentah yang sudah berubah pula, harga BBM masih tetap saja dipertahankan seperti apa adanya.Apakah Boediono sebagai guru besar akan menggugatnya berdasarkan nalar ilmu pengetahuannya, ataukah atas pertimbangan politik akan membelanya? Kalau kita mempelajari pikiran-pikiran Bung Karno, sangat konsisten, baik sebagai intelektual maupun sebagai negarawan. Konsistensinya inilah yang membawanya ke berbagai penjara dan pembuangan.

APA HASIL AKHIR DARI KEBIJAKAN EKONOMI OLEH TIM EKONOMI PEMERINTAH YANG SENANTIASA…………..bersambung ke halaman 5

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (2)

Juni 14, 2009
https://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/14/kwik-kian-gie-indonesia-mengugat-jilid-ii-2/5/
 


APA HASIL AKHIR DARI KEBIJAKAN EKONOMI OLEH TIM EKONOMI PEMERINTAH YANG SENANTIASA TERDIRI DARI SATU KELOMPOK MASHAB PIKIRAN, DAN BERGANTUNG PADA KAPITALISME PARTIKELIR SERTA KEPERCAYAAN MUTLAK PADA KEAMPUHAN MEKANISME PASAR ?

Dimulai dengan pertemuan di Jenewa bulan November 1967 yang ditulis sangat ilustratif, dan kebijakan yang terus menerus sangat liberal atas pendiktean 3 lembaga keuangan internasional, maka saat ini, setelah hampir 64 tahun merdeka, kondisi bangsa kita dapat digambarkan sebagai berikut :
  • Selama Orde Baru PDB memang meningkat dengan rata-rata 7 % per tahun, yang sangat dibanggakan oleh Tim Ekonomi dan diagungkan oleh trio lembaga keuangan internasional dan oleh para korporatokrat di seluruh dunia.PDB adalah penjumlahan dari seluruh produksi barang dan jasa di Indonesia, tanpa mempedulikan siapa yang memproduksi dan bagaimana pembagiannya. Maka sekedar sebagai ilustrasi, misalnya PDB yang dalam tahun tertentu mencapai Rp. 5.000 trilyun, sangat mungkin dibentuk oleh 5 % dari produsen di Indonesia, dengan bagian yang cukup besar oleh pengusaha asing.Jadi kalau perusahaan tambang asing mengeduk sumber daya mineral yang sangat mahal harganya, dan pemerintah hanya memperoleh royalti dan pajak, nilai dari sumber daya mineral yang sangat mahal itu milik perusahaan tambang asing, tetapi di dalam statistik kita masuk ke dalam Produk Domestik Bruto. Kalau yang milik perusahaan asing dikeluarkan, namanya Produk Nasional Bruto (PNB). PNB tidak pernah dipakai sebagai indikator ekonomi yang penting oleh Tim Ekonomi Pemerintah yang memegang kekuasaan dan kendali ekonomi sampai saat ini. Pada waktu mineral yang sangat besar nilainya itu diboyong ke negerinya, dalam statistik kita dicatat sebagai ekspor yang merupakan komponen dari PDB.
    Bagaimana pembagian dari PDB yang terus menerus meningkat itu? Walaupun tidak dapat dijadikan gambaran yang akurat tentang pembagiannya, sebagai indikasi dapat dikemukakan sebagai berikut. Yang membentuk PDB itulah yang menikmati nilai tambah yang paling besar. Tentu ada dampak positifnya seperti penciptaan lapangan kerja dan sebagainya.Data tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah seluruh perusahaan 40,199 juta. Yang berskala besar 2.020 perusahaan atau 0,01 %. Yang tergolong UKM sebanyak 40,197 juta perusahaan atau 99,99 %.Andil UKM yang 99,99 % dari seluruh perusahaan dalam pembentukan PDB hanya 56,7 %, sedangkan Usaha berskala besar dan raksasa yang hanya 0,01 % itu andilnya sebesar 43,3 % 
    Walaupun angka-angka tersebut tahun 2003, kondisinya sekarang tidak banyak berubah. Bahkan mungkin porsi UKMK menjadi semakin kecil.
    Andil UKM dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 99,74 %. Alangkah tidak adilnya, karena sekian banyak orang hanya terlibat dalam UKM yang tentunya pendapatannya juga minimal.
  • Negara kita yang kaya dengan minyak telah menjadi importir neto minyak untuk kebutuhan bangsa kita. Sekitar 90% dari minyak kita dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan minyak asing. Pembagian hasil minyak yang prinsipnya 85% untuk Indonesia dan 15% untuk kontraktor asing kenyataannya sampai sekarang 70% untuk bangsa Indonesia dan 30% untuk perusahaan asing. Ini disebabkan karena pembayaran apa yang dinamakan cost recovery sampai sekarang tidak habis-habis. Semua orang mengetahui bahwa biaya eksplorasi digelembungkan, sehingga cost recovery-nya tidak habis-habis, walaupun sudah lama tidak ada eksplorasi lagi. Minyak milik rakyat Indonesia harus dijual kepada rakyat yang memilikinya dengan harga yang ditentukan oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX); tidak oleh para pemimpin bangsa yang didasarkan atas hikmat kebijaksanaan, sesuai dengan kepatutan, daya beli rakyat dan nilai strategisnya dalam membangkitkan sektor-sektor ekonomi lainnya, seperti yang direncanakan sejak semula oleh para pendiri bangsa kita.
  • Kalaupun mau fanatik mati pada mekanisme pasar yang dihayatinya bagaikan agama, NYMEX bukan pasar yang sempurna. Pertama, volume yang diperdagangkan di sana hanya 30% dari volume minyak dunia, sisanya atas dasar kontrak-kontrak. Kedua, adanya OPEC berarti harga sangat dipengaruhi oleh kartel yang bernama OPEC ini. Ketiga, NYMEX memperkeruh kompetisi yang diamanatkan oleh meksnisme pasar, karena ikut-ikutan dalam menciptakan future trading dalam pembentukan harga minyak, sehingga harga sangat dipengaruhi oleh spekulasi dengan posisi pelaku pasar yang kuat yang menang. Mengapa Boediono membela mati-matian harga NYMEX harus mutlak diberlakukan buat bangsa Indonesia yang ingin menggunakan minyak miliknya sendiri? Adakah yang menyuruh? Apakah hal seperti ini termasuk penjajahan dalam benaknya Boediono yang hendak digugatnya ?
  • Masih dalam kebijakan perminyakan, sikap Boediono bersama-sama dengan Menteri lainnya sangat tidak dapat dimengerti, yaitu tentang blok Cepu dan Exxon Mobil. Tommy Soeharto mempunyai kontrak dengan Exxon Mobil dalam bentuk Technical Assistance Agreement (TAC) sampai tahun 2010. Setelah itu menjadi milik pemerintah. Namun pagi-pagi Exxon Mobil minta perpanjangan sampai tahun 2030 yang bentuknya juga berubah menjadi kontrak bagi hasil. Ketika Pertamina masih dalam bentuk Persero hak memutuskan terletak pada Dewan Komisaris, tetapi harus dengan suara bulat. Mensesneg. Bambang Kesowo tidak setuju atas dasar pertimbangan yuridis, karena TAC tidak dapat begitu saja diubah menjadi Kontrak Bagi Hasil. Saya menolak dengan alasan sangat prinsipiil, yaitu harus dikelola oleh Pertamina sendiri. 3 anggota Dewan Komisaris lainnya setuju diberikan kepada Exxon Mobil, termasuk Boediono. Perdebatan cukup sengit. Setelah sudah tidak mempunyai argumentasi apapun juga, akhirnya 3 yang pro Exxon Mobil terang-terangan mengatakan: ”Indonesia/Pertamina tidak mampu”. Dalam rapat-rapat yang bersangkutan, Direktur Utama, Baihaki Hakim menyatakan sanggup dan sangat mampu mengelola sendiri, mengingat akan pengalamannya 13 tahun sebagai Dirut PT Caltex Indonesia. Boediono menyatakan tidak mempunyai uang, tetapi Direktur Keuangannya ketika itu, Ainun mengatakan sudah ada 6 bank yang antri memberi kredit karena deposit minyak di dalamnya 600 juta barrel. Karena keputusan harus aklamasi, keputusan ada di tangan Presiden Megawati. Beliau tidak mengambil keputusan, dan sementara itu saya didatangi dan ditekan oleh Dubes AS Ralph Boyce dan Direktur Exxon Mobil dari Houston. Saya bersisikukuh sangat tegas menolak dengan argumentasi dari pihak mereka yang sama sekali tidak masuk akal. Mereka didampingi oleh Direksi Exxon Mobil Indonesia yang sangat membela boss-nya orang AS itu. Apakah ini yang dirasakan oleh Boediono penjajahan dari luar, dengan dukungan dari dalam yang akan digugatnya? Dalam kondisi deadlock tanpa keputusan, masih dalam era Megawati Baihaki Hakim dipecat dengan alasan yang sama sekali tidak saya ketahui kecuali mengatakan : “Pak Baihaku Hakim itu bagus, tetapi ibaratnya untuk sopir Mercedez Benz. Yang kita butuhkan sopir truk”. Maka digantilah Baihaki Hakim dengan Widya Purnama. Diapun ternyata keras menentang diserahkannya kepada Exxon Mobil sampai tahun 2030, sehingga diapun dalam waktu singkat dipecat lagi.Begitu SBY menjadi Presiden dan Boediono Menko Perekonomiannya, langsung saja diberikan kepada Exxon Mobil. Mengapa berangapan bangsa Indonesia tidak mampu mengeksploitasi blok Cepu? Apakah ini yang akan digugat oleh Boediono sebagai Wapres nantinya ?
  • Negara yang dikaruniai dengan hutan yang demikian luas dan lebatnya sehingga menjadikannya negara produsen eksportir kayu terbesar di dunia dihadapkan pada hutan-hutan yang gundul dan dana reboisasi yang praktis nihil karena dikorup. Walaupun telah gundul, masih saja terjadi penebangan liar yang diselundupkan ke luar negeri dengan nilai sekitar 2 milyar dollar AS.
  • Sumber daya mineral kita dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab dengan manfaat terbesar jatuh pada kontraktor asing dan kroni Indonesianya secara individual. Rakyat yang adalah pemilik dari bumi, air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memperoleh manfaat yang sangat minimal.Inikah yang diartikan oleh Boediono dengan istilah “penjajahan dari luar dan dari dalam” yang akan digugat olehnya? Bukankah dia dan senior-seniornya yang se-ideologi dengannya berperan besar dalam pembentukan kebijakan-kebijakan yang seperti ini?
  • Ikan kita dicuri oleh kapal-kapal asing yang nilainya diperkirakan antara 3 sampai 4 milyar dollar AS.
  • Jadi pencurian di lautan Indonesia sangat marak dengan kerugian negara yang sangat besar mencakup ikan, pasir, bensin, kayu curian beserta tumbu karang dan flora serta fauna lainnya. Ketika SBY menjabat sebagai Menko POLKAM dalam kabinet Megawati di Bappenas pernah diadakan rapat dengan para menteri dan panglima TNI, Kapolri beserta Kepala Staf tiga angkatan. Topiknya “Keamanan di Laut”. Yang mencuat yalah ditenggelamkannya kapal-kapal ilegal dengan bom dari udara. Saya sebagai Kepala Bappenas memperoleh tawaran kredit dari Perancis untuk membiayai sistem pengenal kapal ilegal melalui transponder dan satelit. Sama sekali tidak ada kelanjutannya.
  • Sangat banyak produk pertanian diimpor.
  • Republik Indonesia yang demikian besarnya dan sudah hampir 64 tahun merdeka dibuat lima kali bertekuk lutut harus membebaskan pulau Batam dari pengenaan pajak pertambahan nilai setiap kali batas waktu untuk diberlakukannya pengenaan PPN sudah mendekat, dan sekarang telah menjadi Kawasan Bebas Total buat negara-negara lain, tetapi terutama untuk Singapura, sehingga bersama-sama dengan pulau Bintan dan Karimun praktis merupakan satelitnya negara lain. Tim Ekonomi menjadikan tidak datangnya investor asing sebagai ancaman untuk semua sikap yang sedikit saja mencerminkan pikiran yang mandiri. Dijadikannya pulau-pulau Batam, Bintan dan Karimun sebagai Free Trade Zone total dengan acamana-ancaman bahwa kalau tidak, sekian ratus perusahaan akan hengkang dsb. Free Trade Zone total berarti bahwa antara Batam, Bintan dan Karimun dengan seluruh dunia tidak ada batasan, tetapi antara tiga pulau tersebut dengan semua wilayah Indonesia harus dibuat batasan supaya tidak terjadi penyelundupan yang besar-besaran dan bebas total juga.Saya tidak a priori serta merta menolak, tetapi dibutuhkan perhitungan tentang untung ruginya yang lengkap dan akurat, dan ini tidak pernah dipublikasi kalau ada, atau sama sekali tidak pernah dibuat.
  • Industri-industri yang kita banggakan hanyalah industri manufaktur yang sifatnya industri tukang jahit dan perakitan yang bekerja atas upah kerja yang sangat rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh majikannya. Oleh John Pilger industri-industri pengolahan itu disebut sweat shops.
  • Saya beruntung dibolehkan memutar film tersebut dalam salah satu sidang kabinet. Begitu selesai, Boediono mendatangi saya sambil mengatakan bahwa yang ditayangkan itu tadi semuanya tidak benar. Sampai saat ini saya masih tidak mengerti mengapa dia merasa perlu mengatakan demikian tentang film yang dibuat dengan wawancara langsung dengan para pejabat Bank Dunia beserta banyak wawancara dengan buruh Indonesia. Saya tidak dapat melepaskan diri dari perasaan bahwa Boediono selalu harus membela apa saja yang pro Bank Dunia dan apa saja yang anti trio Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF harus ditentangnya.
  • Pembangunan dibiayai dengan hutang luar negeri melalui organisasi yang bernama IGGI/CGI yang penggunaannya diawasi oleh lembaga-lembaga internasional. Sejak tahun 1967 setiap tahunnya pemerintah mengemis hutang dari IGGI/CGI sambil dimintai pertanggung jawaban tentang bagaimana dirinya mengurus Indonesia? Mulai tahun lalu CGI memang dibubarkan, tetapi pembubaran itu hanyalah pura-pura. Kenyataannya APBN kita masih sangat tergantung pada hutang luar negeri dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negara-negara anggota CGI terpenting.
  • Hutang dipicu terus tanpa kendali sehingga sudah lama pemerintah hanya mampu membayar cicilan hutang pokok yang jatuh tempo dengan hutang baru atau dengan cara gali lubang tutup lubang. Pembayaran untuk cicilan hutang pokok dan bunganya sudah mencapai 25% atau lebih dari APBN setiap tahunnya. [tahun 2005]
  • Dalam pemerintahan Megawati 3 jet tempur AS tipe F-18 mengepung 1 F-16 di atas Bawean Jawa Timur tanpa izin memasuki wilayah RI, yang mengawal kapal perang induk yang juga masuk ke dalam wilayah RI tanpa izin. Ketika pilot kita memperingatkan, pesawat F-18 mengeluarkan senjatanya. Setelah pilot kita mengatakan tidak mau baku tembak, dan hanya mau menjelaskan, dijawab singkat oleh pilot AS, bahwa setelah mendarat dan pada waktunya, dia akan minta izin. Minta izin setelah kejadian. Sungguh pelecehan dan penghinaan terang-terangan dan luar biasa, karena TNI kita memang hanya mempunyai satu F-16 yang bisa terbang ketika itu.
  • Dalam pemerintahan SBY-JK, kapal nelayan Indonesia tidak sengaja tersesat ke dalam wilayah Australia. Seluruh isi kapal dipindahkan ke geladak kapal perang Australia. Kapal nelayan kita digranat berkali-kalik, dan setiap granat meledak, orang-orang Australia yang ada di geladak kapal itu bersorak sorai, dan para nelayan kita menangis. Tragedi ini berlangsung terus sampai kapal nelayan Indonesia tenggelam. Adegan ini ditayangkan di TV Indonesia tanpa pemerintahnya berdaya melindungi atau membela para nelayan kita yang naas dan sangat mengenaskan itu. Sepanjang pengetahuan saya tidak pernah ada protes juga dari pemerintah kita.
  • Dalam pemerintahan Megawati telah dirintis membangun industri pertahanan dengan 4 industri strategis yang sudah kita miliki. Study-nya dilakukan oleh experts China yang dibiayai oleh pemerintah China sebagai hibah. Mereka bekerja keras dan sudah praktis selesai dengan studi tahap pertama. Mereka mengatakan bahwa PT Dirgantara mesin-mesinnya sangat bagus, bisa dipakai untuk membuat banyak hal. Dengan PT PAL, PINDAD, PT Dirgantara dan Karakatu Steel, Indonesia sudah bisa mulai membangun industri pertahanan yang sangat lumayan tanpa investasi lagi. Pemerintah China berjanji tidak akan ada yang disembunyikan dalam alih teknologi. Alasannya masuk akal, yaitu untuk membantu Indonesia membangun industri pertahanannya pada tahap paling awal ini memang tidak ada teknologi canggih yang harus diberikan kepada Indonesia. Lain halnya kalau kita minta supaya memberikan teknologi luar angkasa. Tentang hal ini sudah dicek masuk akal atau tidaknya dengan Panglima TNI dan Menko Polkam yang ketika itu Bapak SBY sendiri. Beliau berminat dan sudah bertemu dengan President dari Great Wall di Beijing, industri pertahanan China. Begitu pemerintahan diganti oleh pemerintahan SBY-Kalla, Kepala dari Executing Agency-nya, Menteri BPPT memanggil saya dan wakil Dubes China, Tan Wei Wen untuk menjelaskan bagaimana riwayatnya. Setelah mendengarkan ceritera kami, seorang Deupty muda hanya memberi komentar : “Why China?” Habislah riwayat perintisan ini, dan sekarang Krakatau Steel mau dijual. Entah apa nasibnya PT Dirgantara. Yang jelas Indonesia tidak mempunyai industri pertahanan yang memadai yang sekarang menjadi pembicaraan ramai karena jatuhnya sekian banyak pesawat udara AU, yang terakhir dengan Hercules dengan korban jiwa begitu banyak. Jelas bahwa kecuali kekurangan dana, rapuhnya alutsista kita tidak dapat dilepaskan dari kesengajaan membiarkan diri sendiri dikekang oleh kekuatan-kekuatan Barat. Negara bangsa Indonesia yang lemah seperti ini dalam pertahanan merupakan bagian dari apa yang dinamakan leverage untuk menekan Indonesia. Apakah ini merupakan penjajahan zaman modern yang akan digugat oleh Boediono?
POKOK-POKOK KEBIJAKAN DALAM MENGHADAPI KRISIS GLOBAL
Sejak tahun 2008 meledak krisis balon  …………..bersambung ke halaman 6

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (2)


Juni 14, 2009
https://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/14/kwik-kian-gie-indonesia-mengugat-jilid-ii-2/6/
 


POKOK-POKOK KEBIJAKAN DALAM MENGHADAPI KRISIS GLOBAL
Sejak tahun 2008 meledak krisis balon derivatif keuangan di AS yang demikian besar dan demikian dahsyatnya, sehingga seluruh dunia sekarang ini sedang mengalami proses yang menyakitkan dan sangat tidak menentu.
Kondisi ekonomi Indonesia seperti yang tergambarkan di atas tentu tidak dapat menghadapinya dengan mantab, karena tidak ada dana. Kecuali itu, rupanya kondisi keuangan negara juga jauh lebih parah daripada yang diketahui oleh masyarakat.
Maka tindakan-tindakannya hanya sporadis dan compang-camping. Mari kita telusuri sebagai berikut.
  • Rp. 60 trilyun APBN 2008 tidak dapat diserap yang berarti kontraktif. Tapi digembar-gemborkan tahun 2009 akan ada stimulus fiskal Rp. 73,1 trilyun, yang per saldo hanya Rp. 13,1 trilyun saja atau US$ 1,062 milyar (kurs Rp 12.000 per dollar AS). Ini hanya 0,19 % saja dari PDB yang Rp. 7.000 trilyun. Katanya akan bisa dicapai macam macam. Menko Ekonominya Boediono. AS yang jumlah stimuls fiskalnya hampir 10 % dari PDB-nya, Presiden Obama ngomongnya tidak sesombong Tim Ekonomi kita. Dengan jumlah stimulus fiskal sebesar US$ 900 milyar, Presiden Obama hanya berani mengatakan akan menciptakan lapangan kerja sebanyak 3 sampai 4 juta orang dalam 2 sampai 3 tahun ke depan. Pemerintah Indonesia dengan stimulus fiskal neto sebesar Rp. US$ 1,062 milyar mengatakan akan menciptakan lapangan kerja sebesar 3 juta orang juga, yang tidak dirinci selama berapa tahun. Mungkin dalam setahun?
  • Dikatakan cadangan devisa cukup banyak, tetapi menerbitkan obligasi dalam dollar dengan suku bunga antara 10 sampai 11 % dalam denominasi dollar AS. Kalau kita menaruh uang kita dalam deposito rupiah di bank dalam negeri, maksimal hanya mendapat 9 %. Bagaimana mungkin kebijakan seperti ini diwujudkan? Siapa yang menyuruh? Hati nurani sendiri ataukah ada kekuatan luar yang disinyalir oleh Boediono dalam pidato proklamasinya sebagai cawapres?
  • Sekarang Gubernur BI mengatakan rupiah akan stabil, karena akan mendapat rembesan dollar AS dari uang yang dicetak secara besar-besaran oleh pemerintah AS. Aneh, mereka selalu menganggap mencetak uang adalah kebijakannya orang yang tidak waras. Sekarang mengandalkan pencetakan uang oleh pemerintah AS untuk menstabilkan nilai rupiah. Ketika itu Gubernur BI-nya Boediono. Di AS sendiri dan di Eropa kebijakan dan tindakan ini dinilai sangat kontroversial dan menyulut perdebatan yang sedang berlangsung.
  • Dalam waktu dua bulan, nilai rupiah merosot dari sekitar Rp. 9.000 menjadi Rp. 12.000 atau 33 % yang memang menguat lagi, entah bertahan sampai kapan. Di tahun 1969 1 dollar = Rp. 378. Thai Bath ketika itu 20 per US$. Sekarang Thai Bath 36 per US$, tapi rupiah sudah sekitar Rp. 10.500 per US. Dalam kurun waktu yang sama, Thai Bath terdepresiasi sebesar 80 %, tetapi rupiah terdepresasi sebanyak antara 3.075% sampai 2.678%. Penurunan ini terjadi selama kendali ekonomi di tangan para senior si-ideologinya Boediono. Bagaimana menjelaskannya kalau sepanjang periode itu Tim Ekonomi mendapat pujian terus menerus dari pers Barat ? Bukankah pujian dan hutang yang disebut “aid” itu disengaja supaya Indonesia terjerumus ke dalam jebakan hutang? Dan prosesnya mendapat dukungan dari kekuatan dari dalam yang kesemuanya ingin digugat oleh Boediono?
Inilah secara singkat hasil dari kebijakan Tim Ekonomi yang kiprahnya selalu didasarkan atas Fundamentalisme Mekanisme  Pasar, dan anti BUMN serta anti Campur Tangan Pemerintah yang mencukupi.
Apakah ini yang akan digugat oleh Boediono? Kalau ya, sangat mengagumkan, karena Boediono akan menggugat para senior se-ideologinya.
PAUL KRUGMAN DAN IMF
Tentang IMF, dalam bukunya terbaru yang berjudul “The Return of Depression Economics and the Crisis of 2008” di halaman 115 Paul Krugman menulis tentang kebijakan IMF menangani krisis di Indonesia tahun 1997 sebagai berikut :
“Banyak orang berpendapat bahwa sebenarnya IMF dan Departemen Keuangan Amerika Serikat yang de facto mendiktekan kebijakan IMF yang menyebabkan krisis, atau paling tidak salah menanganinya (mishandled) yang membuat krisis semakin parah. (KKG : Menteri Keuangan AS ketika itu Larry Summers). Apakah mereka benar?
Marilah kita mulai dengan bagian yang termudah : dua hal yang IMF jelas melakukan kesalahan.
Pertama, ketika IMF diminta bantuannya oleh Thailand, Korea dan Indonesia, mereka segera mendiktekan kebijakan fiskal yang ketat, yaitu menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk menghindari defisit anggaran. Sangat sulit dimengerti mengapa IMF melakukan ini karena di Asia (berbeda dengan di Brasil setahun kemudian), tidak ada seorangpun kecuali IMF yang menganggap defisit anggaran sebagai masalah yang penting. Upaya untuk memenuhi target pengetatan anggaran tersebut mempunyai dampak negatif ganda untuk negara-negara yang bersangkutan; di mana arahan IMF ini dilaksanakan, dampaknya memperburuk resesi melalui pengurangan permintaan. Kalau tidak dilaksanakan, karena IMF gembar-gembor, mengakibatkan kepanikan bahwa perekonomian seolah-olah tidak terkendali. (KKG : Sekarang Larry Summers, Timothy Geithner dan Bernanke, Gubernur Bank Sentral AS menurunkan suku bunga sampai mendekati nol persen.)
Kedua, IMF menghendaki reformasi “struktural”, yaitu perubahan-perubahan dalam bidang-bidang yang tidak ada hubungannya dengan kebijakan fiskal dan moneter sebagai persyaratan untuk memperoleh pinjaman dari IMF. Beberapa dari reformasi ini seperti penutupan bank-bank sangat diragukan relevansinya dalam menanggulangi krisis keuangan. Kebijakan lainnya, seperti penghapusan pemberian monopoli kepada para kroni-kroninya sang Presiden tidak ada hubungannya sama sekali dengan mandat atau kewenangan IMF. Pemberian monopoli dalam perdagangan cengkeh memang hal yang buruk, contoh yang paling mencolok dari crony capitalism. Tetapi apa hubungannya ini dengan pelarian rupiah ke dalam dollar?”
Semuanya ini tulisannya Paul Krugman, bukan tulisan saya. Beranikah Boediono berpolemik dengan Paul Krugman. Kalau setuju dengan Paul Krugman, bagaimana dia menjelaskan kebijakannya di masa lampau dan juga kebijakan para senior se-ideologinya dalam periode yang sejak tahun 1967?
Belum lama ini dalam konperensi tingkat tinggi Uni Eropa, IMF disuntik dana sebesar US$ 500 milyar oleh Uni Eropa, tetapi lebih dari US$ 450 milyar akan dipakai oleh Uni Eropa sendiri. Jadi IMF de facto sudah menjadi lembaga keuangan regional. Apa pendirian dan kebijakan Wakil Presiden Boediono (kalau terpilih) terhadap IMF dengan kedudukannya dewasa ini?
“SIHIR” IMF BESERTA KRONINYA TENTANG HUTANG INDONESIA KEPADA IMF
Bersama-sama dengan para penjajah dari dalam yang dikenali oleh Boediono, IMF menyihir bangsa Indonesia dengan mengatakan bahwa Indonesia hebat karena dapat mengembalikan hutangnya yang menumpuk sampai US$ 9 milyar sebagai hutang yang diberikan sedikit demi sedikt setiap kali LOI ditandatangani.
“Sihir” ini membuat  orang percaya bahwa Indonesia hebat, padahal justru membayar bunga yang tidak ada gunanya.
Sebelum ada kredit dari IMF, cadangan devisa Indonesia sudah meningkat menjadi US$ 24 milyar dari US$ 14 milyar. Hutang dari IMF US$ 9 milyar yang menjadikan keseluruhannya US$ 33 milyar.
Ketika itu sudah ada yang mendesak supaya hutang yang US$ 9 milyar ini dibayar lunas, karena tidak ada gunanya sama sekali. Jawabnya : Kalau dibayar lunas, cadangan devisa Indonesia akan anjlok dari US$ 33 milyar menjadi US$ 24 milyar, dan ini mengguncangkan kepercayaan dunia kepada Indonesia.
Tidak dikatakan bahwa hutang dari IMF yang US$ 9 milyar itu tidak boleh dipakai sama sekali sebelum cadangan devisa miliknya sendiri yang US$ 24 milyar itu terpakai habis sama sekali. Karena itu, hutang dari IMF yang US$ 9 milyar hanya relevan kalau pemerintah Indonesia bisa mengatakan kepada dunia : “Cadangan devisa milik kita yang US$ 24 milyar habis sama sekali, tetapi kita harus bersyukur bahwa saat ini masih mempunyai cadangan devisa US$ 9 milyar dari IMF.”
Kalau ini yang dikatakan, apakah tidak lebih memperpuruk kepercayaan kepada Indonesia dibandingkan dengan mengatakan :”Dengan mengembalikan hutang kita yang US$ 9 milyar sekarang juga, kita masih mempunyai US$ 24 milyar. Hutang dari IMF yang US$ 9 milyar tidak boleh dipakai sebelum cadangan devisa milik sendiri yang US$ 24 habis terpakai sama sekali. Selama dipertahankan, kita harus membayar bunga tanpa boleh menggunakannya.”
Inilah yang oleh Jenderal Ryamizard Ryacudu dimaksud sebagai penjajahan melalui perang modern, yaitu antara lain pencucian otak (brainwashing) untuk menundukkan logikanya bangsa mangsa dalam posisi jongkok.
Banyak orang mengemukakan keberatannya menahan hutang yang tidak diperlukan itu dengan alasan bahwa selama kita masih berhutang, kita dikenakan pemandoran oleh IMF yang dinamakan post program monitoring. Jawaban pemerintah yang menteri keuangannya ketika itu Boediono yalah bahwa kita memang masih memerlukan post program monitoring atau pemandoran oleh IMF.
Sisa hutang yang US$ 9 milyar akhirnya memang dibayar lunas, tetapi sangat terlambat, sehingga kita sudah membayar sangat banyak bunga yang tidak ada gunanya.
ARUS BESAR YANG MENJADIKAN BOEDIONO CALON WAKIL PRESIDEN
Di harian The Jakarta Post tanggal 25 Mei 2009 diberitakan acara perpisahan Boediono dengan staf pengajar di Universitas Gajah Mada . Boediono dikutip mengatakan “…his nomination was “a big stream” he could not resist” yang berarti bahwa pencalonannya adalah arus besar yang tidak mampu ditolaknya.
Sebagai sesama menteri dalam kabinet Megawati, dalam sidang kabinet terakhir Boediono berpamitan dengan saya dan beberapa rekan menteri lainnya, mengatakan : “Ada kemungkinan bahwa beberapa dari kita akan diminta masuk dalam kabinet lagi. Saya sudah mengambil keputusan untuk kembali ke kampus dan sudah pasti tidak akan mau menjadi pejabat di pemerintahan lagi. Maka saya berpamitan”, dan lantas berjabatan tangan.
Konon kabarnya Presiden SBY menelpon Boediono, Sri Mulyani dan Mari E. Pangestu untuk duduk sebagai menteri-menteri ekonomi. Boediono menolak. Jadi konsisten dengan “pamitannya”. Namun beberapa minggu menjelang pengumuman reshuffle kabinet saya mendengar bahwa Boediono sedang “digarap habis-habisan” untuk mau duduk dalam kabinet sebagai Menko Perekonomian. Jelas saya tidak percaya bahwa dia takluk. Ternyata benar berita yang saya kira berita burung itu sebagai penggarapan besar-besaran. Boediono masuk lagi dalam kabinet sebagai Menko Perekonomian.
Dari berita The Jakarta Post tersebut menjadi lebih jelas lagi betapa besar arus yang menekannya, sehingga sekarang dia bahkan mau menjadi Wakil Presiden! Apa gerangan arus besar itu? Hati nurani dan kecintaannya pada bangsa yang bagian terbesarnya sedang menderita ini, ataukah arus besar yang datangnya dari elit dalam negeri, ataukah arus besar yang datangnya dari luar? Hanya Tuhan, Boediono dan SBY yang mengetahuinya. Harapan saya tentunya Boediono dan SBY jujur dalam menjelaskan kepada rakyatnya, karena ini urusan sangat penting dengan dampak yang sangat besar pula pada nasib negara bangsa ini kalau mereka terpilih dalam pilpres bulan Juli 2009 mendatang.
LAHIRNYA “BERKELEY MAFIA” DAN PERANNYA SAMPAI SEKARANG
Buat saya dan banyak orang lainnya,…………..bersambung ke halaman 7 

Buku Kwik Kian Gie – INDONESIA MENGUGAT JILID-II (2)


Juni 14, 2009
https://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/14/kwik-kian-gie-indonesia-mengugat-jilid-ii-2/7/
 


LAHIRNYA “BERKELEY MAFIA” DAN PERANNYA SAMPAI SEKARANG
Buat saya dan banyak orang lainnya, di Indonesia memang ada sekelompok ahli ekonomi dengan ideologi dan keyakinan tertentu yang sangat berkuasa dan sangat besar pengaruhnya. Kelompok ini terkenal dengan sebutan “Berkeley Mafia”. Istilah ini sama sekali tidak mengandung pelecehan atau merendahkan martabatnya. Sebaliknya, yang jelas dalam tulisan ini, istilah ini lahir di Jenewa di tahun 1967 dengan konotasi yang sangat terhormat dan mengagumkan banyak tokoh dunia Barat, yang oleh David Rockefeller disebut sebagai sekelompok para akhli ekonomi Indonesia yang top (the top economists of Indonesia). Ketika kabinet didominasi oleh mereka, cover majalah Time memuat foto para menteri satu per satu dengan judul di bawahnya “The most qualified cabinet in the world”.
Asal mulanya memang terdiri dari mereka yang memperoleh gelar Ph.D dari University of California in Berekeley. Kelompok ini merupakan inti yang dalam perjalanan sejarah Indonesia membentuk “keturunan-keturunannya”. Maka tidak mungkin membatasi diri dengan hanya yang lulus dari Berkeley University saja. Sebutan “anggota Berkeley Mafia” adalah siapa saja yang iedologi dan keyakinannya merupakan mashab yang sama, yaitu sangat jauh condong pada pasar bebas dengan campur tangan pemerintah yang sekecil mungkin. Maka Boediono yang menurut pengakuannya orang dari kampus ndeso sangat bisa menjadi anggota Berkeley Mafia. Bahkan di mata sangat banyak orang, di zaman sekarang ini dialah pemimpinnya.
Para teknokrat hanya profesional dan tidak berpolitik, atau justru politisi yang sangat piawai dan ulung ?
Kelompok Berkeley Mafia terkait erat dengan perguruan tinggi, sehingga memberikan kesan profesional yang tidak berpolitik. Namun sejarah membuktikan bahwa kecanggihan dan kepiawaiannya mempertahankan kekuasaan ekonomi dalam pemerintahan siapapun juga sejak tahun 1967 tidak tertandingi oleh partai politik yang manapun juga.
Maka kalau dikatakan murni profesional yang tidak berpolitik tidak benar. Saya sendiri mengalami bahwa setelah pak Harto tidak berkuasa lagi, dalam pembukaan Kongres PDI di Bali yang besar-besaran di stadion terbuka, Dr. Sri Mulyani beserta banyak akhli ekonomi lainnya hadir. Ketika saya terheran-heran menanyakan kepada teman, saya mendapat penjelasan bahwa mereka dibawa oleh Erros Djarot yang diperkenalkan kepada Megawati sebagai calon-calon menteri di dalam kabinetnya kalau Megawati menjadi Presiden nantinya. Dan benar, ketika Megawati menjadi Presiden, Menko Perekonomiannya Dorodjatun Kuntjorojakti dan Menteri Keuangannya Boediono yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan PDI.  Sri Mulyani menjadi wakil RI dalam pimpinan IMF di Washington DC.
Dalam sidang CGI yang saya ikut menghadirinya sebagai Kepala Bappenas, secara setengah berkelakar Menko Dorodjatun antara lain mengatakan bahwa dirinya tidak dari partai politik. Tetapi dalam zaman reformasi dan demokrasi ini yang serba partai politik, kalau toh mau dikatakan anggota partai politik, maka partainya adalah “Partai UI di Depok, dan para pemimpinnya adalah Prof. Widjojo Nitisastro dan Prof. Ali Wardhana. Maka dirinya merasa mengetahui perekonomian Indonesia dengan baik dari kedua guru besar/teknokrat/mantan menteri tersebut”.
Pengototannya berkuasa ketika tidak ada dalam kabinet
Dalam waktu sangat singkat setelah KH Abdurrachman Wahid menjadi Presiden RI dan saya diangkat menjadi Menko EKUIN, dibentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dengan Dr. Emil Salim sebagai Ketua dan Dr. Sri Mulyani sebagai sekretarisnya. Setelah itu dengan Keputusan Presiden dibentuk lagi Tim Asistensi pada Menko EKUIN. Ketuanya tidak tanggung-tanggung, yaitu Prof. Dr. Widjojo Nitisastro sendiri dan sekretarisnya Dr. Sri Mulyani Indrawati. Mereka mengawal saya dan Menteri Keuangan Bambang Sudibyo dalam perundingan penjadwalan kembali hutang luar negeri
Kwik Kian Gie
di Paris Club. Tidak pernah ada DEN dan Tim Asistensi pada Menko EKUIN/Perekonomian sebelum dan sesudahnya. Saya merasakan dengan jelas bahwa kedua Tim ini dibentuk atau “dipaksakan” pada Gus Dur untuk mengawasi dan mengendalikan saya yang dianggap mempunyai sikap yang independen, sangat cenderung tidak mau diatur oleh trio Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF. Kecuali itu tidak pernah ada pemerintah sebelum dan sesudah Presiden Abdurrachman Wahid yang Tim Ekonominya bukan dan sama sekali tidak berorientasi pada ideologi kelompok Berkeley Mafia kecuali Tim Kwik Kian Gie/Bambang Sudibyo/Jusuf Kalla (Menperindag merangkap Kepala BULOG).
Semua anggota DEN harus diperbolehkan hadir dan ikut berbicara dalam semua rapat-rapat para menteri dalam lingkungan koordinasi Menko EKUIN.
Ketika saya melakukan kunjungan kehormatan pada Menteri Keuangan AS ketika itu yang dijabat oleh Larry Summers, yang didampingi oleh Timothy Geithner, saya ditegur dengan keras bagaikan pejabat negara jajahan tentang kecenderungan saya atau sikap saya yang tidak mau mengikuti IMF. Saya tercengang karena informasinya tentang apa saja yang dibicarakan dalam kabinet dan dalam rapat koordinasi oleh saya sebagai Menko EKUIN diketahui semua oleh mereka. Jadi benar yang dikatakan oleh Boediono bahwa ada penjajah dari dalam, yang dalam pengalaman saya tidak beroperasi sendiri, tetapi bekerja sama dengan penjajah dari luar. Mari kita tunggu siapa yang akan digugat olehnya sebagai penjajah dari dalam?
Sebagai Menko EKUIN yang harus berpidato dalam sidang CGI, kepada saya diberikan naskah pidato oleh staf saya. Saya sama sekali tidak setuju dengan isinya. Maka kepada staf saya minta diadakan perubahan-perubahan. Dia mengatakan kepada saya bahwa itu tidak boleh, karena sudah merupakan tradisi bahwa pidato Menko EKUIN dalam sidang IGGI/CGI harus dibuat oleh Bank Dunia. Saya bekerja keras menulisnya sendiri dengan membuang naskah pidato yang sudah disiapkan.
Sejak itu saya mengalami tekanan terus menerus dan Presiden pernah memberitahukan akan memecat saya, tetapi entah mengapa tidak jadi lagi. Maka menjelang reshuffle kabinet saya mengundurkan diri sebagai Menko EKUIN dari kabinet Gus Dur.
Kesenjangan luar biasa antara yang terlihat dan yang tidak terlihat
Terus menerus saya “dikuliahi” sahabat-sahabat saya yang termasuk golongan kemapanan dengan kehidupan yang sangat enak, bahwa Indonesia sudah sangat maju, sudah sangat banyak mall, restoran, rumah dan apartemen mewah, banyak mobil mewah, gedung-gedung apartemen dan perkantoran pencakar langit dan sebagainya.
Saya melihat dan melewatinya setiap hari. Yang menjadi pertanyaan, berapa persen dari seluruh rakyat kita yang menikmati kemakmuran yang dikuliahkan kepada saya?
Saya yakin minimal 180 juta dari 230 juta rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan yang sangat parah. Ketika saya di Bappenas, saya membentuk 4 regu yang masuk ke desa-desa kantong-kantong kemiskinan secara sampling untuk melihat dengan mata kepala sendiri dan berbicara langsung dengan sesama anak bangsa yang ternyata memang masih sangat terjajah. Gambaran yang selalu di depan mata saya tidak bisa hilang dengan kehidupan saya di kota Jakarta yang gemerlapan dengan kemewahan ini.
Gambaran tersebut yalah bahwa bagian terbesar dari rakyat kita yang memiliki semua kekayaan alam yang ada di negara ini hidup dalam kemiskinan, kenistaan, kekurangan gizi, kekurangan pendidikan seperti yang disaksikan oleh saya dan rekan-rekan di Bappenas ketika saya masih menjabat sebagai Kepala di sana. Dalam kondisi seperti ini saya juga mengalami betapa saya ditekan oleh trio Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF serta rekan-rekan bangsa sendiri yang menekan saya harus mengikuti keinginan para pejabat trio lembaga keuangan internasional tersebut. Ketika saya dengan regu saya melihat dan berbicara dengan mereka, mereka hidup dengan Rp. 1.250 per orang per hari. Kalaupun karena inflasi sekarang menjadi tiga kali lipat atau Rp. 3.750 per hari, masih jauh dari US$ 2 per hari buat satu orang, sedangkan Bank Dunia yang dikagumi oleh kelompok Berkeley Mafia menentukan US$ 2 per orang per hari sebagai garis kemiskinan. Ini berarti bahwa rakyat yang miskin dan sangat besar jumlahnya itu hidup dengan 17,85% saja dari garis kemiskinan yang ditentukan oleh Bank Dunia.
Penutup
Mohon kiranya tulisan ini dilihat juga dari sisi memberikan amunisi kepada Boediono untuk menggugat penjajahan yang sekarang masih berlangsung dalam bentuk modern.
Kalau AS bisa berubah total menjadikan demikian banyak perusahaan swasta menjadi BUMN dan Presiden Obama bisa memecat CEO-nya paberik mobil swasta, dan Larry Summers bisa mengatakan : “If circumstances change, I change too”, sambil mengutip John Maynard Keynes yang pernah mengatakan demikian, mengapa Boediono tidak bisa lantas menjadi independen, nasionalis dan patriot yang berani menghadapi siapa saja untuk kepentingan bangsa ?
Mengantisipasi beliau akan berubah seperti ini, walaupun berharap-harap cemas, saya berharap ada amunisi baginya dari tulisan ini.
Catatan :
Buku ini ditulis oleh Kwik Kian Gie [Ulasan Biografi dari saya] dan dibagikan gratis dalam salah satu seminar di Surabaya. Naskah ini saya ambil dari Pandji R. Hadinoto. Sebagian isi buku ini merupakan kompilasi tulisan-tulisan Kwik Kian Gie di situs koran internet. Jika Anda ingin membaca beberapa ulasan yang lebih detil, silahkan membaca artikel-artikel Kwik sebagai berikut :[silahkan klik link artikel (font biru)]

Untuk Bagian 1 kembali Halaman 1








Tidak ada komentar:

Posting Komentar