How Smart Bombs Work

http://science.howstuffworks.com/smart-bomb1.htm

An F-15 Strike Eagle drops GBU-12 laser-guided smart bombs. See more smart bomb pictures.

Photo courtesy U.S. Department of Defense

The basic concept of a bomb could hardly be simpler. A conventional bomb consists of some explosive material packed into a sturdy case with a fuze mechanism (yes, that's fuze, not fuse). The fuze mechanism has a triggering device -- typically a time-delay system, an impact sensor or a target-proximity sensor -- which sets the bomb off. When the trigger goes off, the fuze ignites the explosive material, resulting in an explosion. The extreme pressure and flying debris of the explosion destroys surrounding structures (see How Grenades Work for information on explosives and fuzes).

Smart Bomb Image Gallery

A "dumb bomb" is a bomb with only these elements, dropped from an airplane (such as the B-2 bomber). The bomb is considered "dumb" because it simply falls to the ground without actively steering itself. Needless to say, it's some feat hitting a target precisely with this type of weapon. A bomber might have to drop dozens, or even hundreds of dumb bombs to take out a target effectively.

"Smart bombs," by contrast, control their fall precisely in order to hit a designated target dead on. In this article, we'll find out how the major types of smart bomb accomplish this.

Smart Bomb Basics

A smart bomb is essentially an ordinary dumb bomb with a few major modifications. In addition to the usual fuze and explosive material, it has:

an electronic sensor system
a built-in control system (an onboard computer)
a set of adjustable flight fins
a battery

When a plane drops a smart bomb, the bomb becomes a particularly heavy glider. It doesn't have any propulsion system of its own, like a missile does, but it does have forward velocity (by virtue of being dropped from a speeding plane). It also has flight fins that generate lift and stabilize its flight path.

This smart bomb, the Enhanced Guided Bomb Unit-27, has an optical sensor system, an onboard computer, adjustable flight fins and a battery that powers everything.

Photo courtesy U.S. Department of Defense

The control system and adjustable fins give the bomb a way to steer itself as it glides through the air. While the bomb is "in flight," the sensor system and control system track the designated target on the ground. The sensor system feeds the control system the relative position of the target, and the control system processes this information and figures out how the bomb should turn to steer toward the target.
To actually turn the bomb, the control system sends a message to actuators that adjust the flight fins. These fins work the same basic way as the various flaps on an airplane. By tilting the fins in a particular direction, the control system increases the drag acting on that side of the bomb. As a result, the bomb turns in that direction. (See How Airplanes Work for more information).
This adjustment process continues until the smart bomb reaches its target, and the fuze mechanism sets off the explosive. Smart bombs generally have proximity fuzes, which set off the explosive just before the bomb reaches the target, or impact fuzes, which set off the explosive when the bomb actually hits something.
The main difference between the different types of smart bomb is how the sensor system actually "sees" the target in the first place. We'll look at how smart bombs have done this in the past in the next section.

How E-Bombs Work

by Tom Harris

http://science.howstuffworks.com/e-bomb.htm

e-bomb pictures

Anyone who's been through a prolonged power outage knows that it's an extremely trying experience. Within an hour of losing electricity, you develop a healthy appreciation of all the electrical devices you rely on in life. A couple hours later, you start pacing around your house. After a few days without lights, electric heat or TV, your stress level shoots through the roof.

But in the grand scheme of things, that's nothing. If an outage hits an entire city, and there aren't adequate emergency resources, people may die from exposure, companies may suffer huge productivity losses and millions of dollars of food may spoil. If a power outage hit on a much larger scale, it could shut down the electronic networks that keep governments and militaries running. We are utterly dependent on power, and when it's gone, things get very bad, very fast.

An electromagnetic bomb, or e-bomb, is a weapon designed to take advantage of this dependency. But instead of simply cutting off power in an area, an e-bomb would actually destroy most machines that use electricity. Generators would be useless, cars wouldn't run, and there would be no chance of making a phone call. In a matter of seconds, a big enough e-bomb could thrust an entire city back 200 years or cripple a military unit.

The U.S. military has been pursuing the idea of an e-bomb for decades, and many believe it now has such a weapon in its arsenal. On the other end of the scale, terrorist groups could be building low-tech e-bombs to inflict massive damage on the United States.

In this edition of HowStuffWorks, we'll examine the basic concept behind e-bombs, and we'll take a look at some major bomb technologies.

Manuver Perang AS di Laut Hitam Adalah Pesan Jelas untuk Rusia

Rabu, 2014 Maret 12 07:51

http://indonesian.irib.ir/hidden-1/-/asset_publisher/m7UK/content/manuver-perang-as-di-laut-hitam-adalah-pesan-jelas-untuk-rusia?redirect=http%3A%2F%2Findonesian.irib.ir%2Fhidden-1%3Fp_p_id%3D101_INSTANCE_m7UK%26p_p_lifecycle%3D0%26p_p_state%3Dnormal%26p_p_mode%3Dview%26p_p_col_id%3Dcolumn-1%26p_p_col_count%3D3

Juru bicara Gedung Putih, Jay Carney menyatakan bahwa manuver militer AS dengan kapal perang Rumania dan Bulgaria di Laut Hitam "menyampaikan pesan jelas" ke Rusia.

"Kami jelas telah memberikan bantuan lebih besar ke negara-negara dalam kasus ini," kata Carney, Selasa (11/3).

"Dan ini merupakan bagian dari upaya kami untuk bekerja sama dengan mitra internasional kami dan sekutu serta berbicara dengan suara yang jelas bersama-sama bahwa tindakan yang diambil oleh Rusia untuk melakukan intervensi militer itu melanggar hukum internasional dan bahwa melanggar integritas teritorial Ukraina merupakan sesuatu yang kita semua menentangnya," tambahnya.

Amerika Serikat, Rumania dan Bulgaria memulai manuver militer bersama di dekat perbatasan Rusia, Selasa.

Kapal destroyer AS USS Truxtun, juga akan ambil bagian dalam manuver di Laut Hitam itu.

Pemerintahan Obama sebelumnya mengirimkan 12 jet tempur F-16 dan 300 tentara Amerika di Polandia pekan ini. Enam F-15C Eagles dan lebih dari 60 personil Amerika juga telah tiba di pangkalan udara Siauliai, Lithuania.

Jet tempur Amerika menurut rencana akan ambil bagian dalam manuver bersama di Polandia.

Gedung Putih mengklaim bahwa kedua manvuer itu sudah direncanakan sebelum krisis di Ukraina.

"Tujuannya adalah de-eskalasi situasi dan agar personil militer Rusia yang berada di Crimea kembali ke pangkalan mereka, dan kembali ke tingkat yang konsisten dengan perjanjian mendasarkan antara Rusia dan Ukraina, serta untuk semua pelanggaran terhadap kedaulatan Ukraina oleh bangsa asing dan pelanggaran integritas wilayah Ukraina terhenti," kata Carney.(IRIB Indonesia/MZ)

Politik Amerika Serikat

Ketegangan Mendidih Antara Senat dan CIA dalam 40 Tahun

Islam Times- http://www.islamtimes.org/vdcgtz9wnak9334.1ira.html

Namun kali ini berbeda dan, menurut Senator Patrick Leahy (D-VT), "dugaan tersebut memiliki implikasi konstitusional serius yang mengarah pada jantung pemisahan kekuasaan". Senator sudah sejak lama berpendapat bahwa sikap CIA "menghambat kemampuan Kongres untuk melaksanakan tanggung jawab pengawasan konstitusional dan bisa melanggar hukum federal".

Senat dan CIA (http://www.usnews.com)

Sistem checks and balances yang mendefinisikan hubungan antara cabang legislatif dan komunitas Intelijen AS mengalami ketegangan lebih tinggi dari waktu sebelumnya dalam hampir 40 tahun, kata orang dalam. Keretakan antara Central Intelligence Agency (CIA) dan Komite Khusus bidang Intelijen, Senat AS (yang dibentuk pada pertengahan 1970-an setelah skandal Watergate), diakui makin melebar.

Dipimpin oleh Senatoe Frank Curch, (D-Id), penyelidikan kongres terhadap kegiatan intelijen dalam negeri yang melanggar hukum oleh agen mata-mata Amerika membentuk pengaturan pengawasan saat ini antara Senat dan CIA. Tapi kedua lembaga itu sekarang terlibat dalam apa yang disebut majalah Foreign Policy sebagai "perseteruan publik yang langka" seputar investigasi Komite yang sedang berlangsung terhadap teknik interogasi CIA yang berbau kekerasan.

Foreign Policy mengutip wawancara dengan "sepuluh anggota dan mantan staf kongres dan pejabat pemerintah AS", yang semuanya melukis "gambaran suram" terhadap hubungan Senat-CIA.

Artikel Foreign Policy mengutip mantan pengacara Departemen Kehakiman Dan Metcalfe, yang berpendapat bahwa keruwetan saat ini "mungkin menjadi momen publik yang paling sengit antara CIA dan komite Senat [dalam] hampir 40 tahun". Kedua belah pihak saling menuduh telah melanggar perjanjian jangka panjang selama penyelidikan terhadap penggunaan siksaan oleh CIA dalam menginterogasi tahanan terorisme.

Anggota Komite mengklaim bahwa metode interogasi CIA itu telah gagal menghasilkan informasi yang berguna untuk memenuhi keamanan nasional Amerika. CIA, di sisi lain, menuduh staf Komite menghapus secara ilegal dokumen dari fasilitas badan tersbut yang semestinya tidak dijamah pihak Komite karena keluar cakupan penyelidikannya. Namun beberapa senator dalam Komite mengklaim bahwa CIA tidak mau menyerahkan dokumen justru karena mereka membuktikan bahwa tidak ada data intelijen berguna yang bisa diekstrak melalui penyiksaan. Mereka juga mengklaim bahwa CIA secara efektif memata-matai staf Komite dengan mencari aktivitas mereka di komputer yang digunakan untuk mengakses informasi rahasia.

Ini bukan kali pertama ketegangan muncul di antara CIA dan Kongres. Tapi Foreign Policy mengatakan hal ini "biasanya ditangani secara internal", dengan tidak melontarkan tuduhan publik.

Namun kali ini berbeda dan, menurut Senator Patrick Leahy (D-VT), "dugaan tersebut memiliki implikasi konstitusional serius yang mengarah pada jantung pemisahan kekuasaan". Senator sudah sejak lama berpendapat bahwa sikap CIA "menghambat kemampuan Kongres untuk melaksanakan tanggung jawab pengawasan konstitusional dan bisa melanggar hukum federal".

Namun CIA menolak klaim Leahy, seraya menyatakan melalui juru bicaranya Dean Boyd bahwa dinas rahasia itu "mendukung lebih dari 1.000 kesepakatan dengan Kongres setiap tahun". Sementara itu tiga "mantan pejabat intelijen senior" yang enggan disebutkan namanya memberitahu Foreign Policy bahwa baik perilaku Komite Senat maupun CIA "sudah di luar kebiasaan" dan "tidak sesuai dengan praktik historisnya". (IT/BN/rj)

Awal Perang Dunia Ketiga? Rusia Siap Invasi Ukraina, Kiev Peringatkan Perang!

Posted on Maret 2, 2014 by spedaonthel

http://indocropcircles.wordpress.com/2014/03/02/awal-perang-dunia-ketiga-rusia-siap-invasi-ukraina-kiev-peringatkan-perang/

Ukraine ukraina krisis crisis Protests header

Awal Perang Dunia Ketiga Dimulai? Rusia Siap Invasi Ukraina, Kiev Peringatkan Perang!

Presiden Rusia Vladimir Putin menuntut dan memenangkan persetujuan parlemen negaranya pada hari Sabtu (1/3/2014) untuk menginvasi Ukraina. Sementara itu, pemerintahan baru Ukraina memperingatkan kemungkinan perang dan menempatkan pasukannya dalam siaga tinggi serta meminta bantuan NATO.

Pernyataan terbuka Putin tentang hak untuk mengirim pasukan ke negara berpenduduk 46 juta di Eropa Tengah itu menciptakan konfrontasi terbesar antara Rusia dan Barat sejak Perang Dingin.

Perdana Menteri Ukraina, Arseny Yatseniuk, yang memimpin pemerintahan setelah mengambil alih kekuasaan dari sekutu Moskwa, Viktor Yanukovich, yang melarikan diri minggu lalu, mengatakan, tindakan militer Rusia itu “akan menjadi awal perang dan akhir dari setiap hubungan Ukraina dan Rusia”.

Penjabat Presiden Ukraina, Oleksander Turchinov, memerintahkan pasukan untuk ditempatkan pada siaga tempur tinggi.

Menteri Luar Negeri Andriy Deshchytsya mengatakan, ia telah bertemu dengan para pejabat Eropa dan AS, serta mengirim permintaan kepada NATO untuk “mengkaji segala kemungkinan untuk melindungi integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina”.

Langkah Putin itu merupakan penolakan langsung terhadap para pemimpin Barat yang berulang kali mendesak Rusia untuk tidak melakukan intervensi.

Termasuk Presiden AS Barack Obama, yang sehari sebelumnya menyampaikan pidato di televisi guna memperingatkan Moskwa soal “ongkos” jika Rusia beraksi.

Pasukan tanpa lencana di seragam mereka, tetapi diyakini tentara Rusia, beberapa menggunakan kendaraan dengan nomor pelat Rusia, telah menyerbu Crimea, sebuah semenanjung terpencil di Laut Hitam di Armada Laut Hitam Rusia bermarkas. Pihak berwenang baru di Kiev tidak berdaya untuk menghentikan mereka.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/dc/LocationCrimea.PNG/288px-LocationCrimea.PNG

Lokasi Krimea (hijau gelap) sehubungan dengan Ukraina (lampu hijau) di peta Eropa. (wikimedia.org).

Crimea atau Krimea (/kraɪˈmiːə/), atau Republik Otonom Krimea (Автономная Республика Крым, Avtonomnaya Respublika Krym), merupakan sebuah republik di Ukraina yang memiliki luas wilayah 26.200 km² dan populasi 1.994.300 jiwa (2005). Ibu kotanya ialah Simferopol.

Pada akhir tahun 1917 di Krimea, setelah selama tahun-tahun bergolak Perang Saudara Rusia, akhirnya tercapai kemerdekaan Republik Rakyat Krimea.

Tetapi negara ini berumur pendek karena pada Januari 1918, republik ini diduduki oleh Bolshevik, yang merupakan kelompok radikal dari Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia pimpinan Vladimir Lenin yang menghendaki cara-cara perubahan secara revolusioner dengan pimpinan pusat yang ketat. Kelompok ini mendirikan Partai Komunis Rusia pada tahun 1912.

Pada tahun 1917, kelompok Bolshevik bersama kaum buruh dan serdadu merah mengambil alih kekuasaan di Rusia yang saat itu dibawah otokrasi Tsar Nikolai II. Peristiwa ini dikenal sebagai Revolusi Bolshevik atau Revolusi Rusia.

Wilayah Crimea (baca: Krimea) di Ukraina (wikimedia.org)

Antara 1921 dan 1945 wilayah ini berada di Daerah Otonomi Krimea Republik Sosialis Soviet, yang termasuk bagian dari SFSR (Rossiiskaya Sovetskaya Federativnaya Sotsialisticheskaya Respublika) atau Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia.

Dari 1945, status otonom dicabut dan republik berubah ke Oblast Krims. Pada tahun 1954, Krimea secara keseluruhan selama pemerintahan Nikita Khrushchev wilayah ini ditransfer dari Rusia ke Ukraina.

Pada bulan Januari 1991 mayoritas penduduk melalui referendum menyerukan untuk pembentukan Republik Otonomi Krimea di dalam Uni Soviet.

Dengan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Krimea menjadi bagian dari negara merdeka baru Ukraina, karena sebagian besar etnis di Krimea didominasi etnis Rusia setelah program transmigrasi dari Rusia hal ini menyebabkan beberapa ketegangan antara Ukraina dan Rusia.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/1b/Crimeamap.png

Peta Krimea dengan kota-kota besar. (wikimedia.org).

Pada tanggal 6 Mei 1992 parlemen di Simferopol mengambil konstitusi terpisah untuk Republik yang baru terbentuk dari Crimea.

Hal itu juga disepakati bahwa Republik Krimea sebagai sebuah republik otonom dalam Ukraina akan terus berlanjut.

Sejak itu Republik Krimea atau Republik Otonomi Qirim memiliki senjata dan bendera sendiri.

Presiden Barack Obama telah menyampaikan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Rusia telah melanggar hukum internasional dengan mengirimkan pasukan ke Ukraina.

Dalam sebuah pembicaraan telepon selama 90 menit pada Sabtu, Gedung Putih mengatakan, “Obama menyatakan keprihatinan yang mendalam terkait pelanggaran nyata Rusia terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina itu.”

Gedung Putih mengatakan, AS menangguhkan persiapan bagi sebuah pertemuan negara-negara industri di Rusia pada Juni mendatang.

Presiden AS Barack Obama terlihat menundukkan kepala saat Presiden Vladimir Putin berjalan di depannya setelah sebelumnya ia berbincang sebentar dengan Barack Obama. Aksi perang dingin itu disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat pertemuan G20 di St. Petersburg, Russia. (AFP)

“AS menyerukan kepada Rusia untuk meredakan ketegangan dengan menarik kembali pasukannya ke pangkalan di Crimea dan menahan diri dari campur tangan di wilayah lain di Ukraina,” tegas pernyataan Gedung Putih.

Obama memperingatkan bahwa pelanggaran kedaulatan Ukraina “akan berdampak negatif pada posisi Rusia dalam komunitas internasional,” dan bahwa AS “akan menangguhkan partisipasi dalam pertemuan untuk G-8 mendatang,” kata pernyataan itu.

Rusia raih kontrol

Pasukan Rusia memperkuat kontrol mereka atas Crimea dan kerusuhan menyebar ke wilayah lain Ukraina, Sabtu. Para demonstran pro-Rusia bentrok dengan para pendukung pemerintah baru Ukraina dan mengibarkan bendera Rusia di atas gedung-gedung pemerintah di beberapa kota.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/6e/Crimea_Emblem.png

Crimea Emblem, “Kemakmuran dalam kesatuan”

“Ini mungkin situasi yang paling berbahaya di Eropa sejak Soviet menginvasi Cekoslowakia tahun 1968,” kata seorang pejabat Barat yang tidak mau disebut namanya.

“Secara realistis, kita harus mengasumsikan Crimea berada di tangan Rusia. Tantangannya sekarang adalah untuk mencegah Rusia mengambil alih wilayah berbahasa Rusia di Ukraina timur,” lanjutnya.

Putin meminta parlemen untuk menyetujui penggunaan pasukan “terkait situasi luar biasa di Ukraina, ancaman terhadap kehidupan warga Federasi Rusia, rekan-rekan kita” dan untuk melindungi Armada Laut Hitam di Crimea.

Flag of Crimea

Majelis tinggi parlemen Rusia secara cepat dan dengan suara bulat menyatakan “setuju” atas permintaan itu. Hal itu ditayangkan langsung di televisi.

Negara-negara Barat pun bergegas memberi tanggapan, tetapi hal itu sebatas pada kata-kata. Seorang pejabat AS mengatakan, Menteri Pertahanan Chuck Hagel telah berbicara dengan mitra Rusia-nya, Sergei Shoigu. Pejabat itu mengatakan, sejauh itu belum ada perubahan dalam postur militer AS.

Kepala urusan luar negeri Uni Eropa, Catherine Ashton, mendesak Moskwa untuk tidak mengirim tentara. Menteri Luar Negeri Swedia, Carl Bildt, mengatakan, itu “jelas melanggar hukum internasional”. Presiden Ceko Milos Zeman menyamakan krisis itu dengan invasi tahun 1968 ke Cekoslowakia.

“(Ada) kebutuhan mendesak untuk meredakan ketegangan di Crimea,” kata Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen, lewat kicauan di Twitter. “Para sekutu NATO terus berkoordinasi secara erat.”

Sementara itu, Putin mengatakan, permintaannya terkait otorisasi penggunaan kekuatan di Ukraina akan berlangsung “sampai terjadi normalisasi situasi sosial-politik di negara itu”.

Justifikasinya, yaitu kebutuhan untuk melindungi warga Rusia, sama seperti yang ia gunakan saat melancarkan invasi ke Georgia tahun 2008.

http://static6.businessinsider.com/image/529caf626da8119a63851f38-1200-600/ukraine-protests-2.jpg

Sejauh ini belum ada tanda-tanda aksi militer Rusia di Ukraina di luar Crimea, satu-satunya wilayah negara itu yang berpenduduk mayoritas etnis Rusia, dan sudah sering menyuarakan niat untuk memisahkan diri.

Sementara itu di Independence Square di pusat kota Kiev, di mana para demonstran telah berkemah selama berbulan-bulan saat melawan Yanukovich, sebuah film Perang Dunia II tentang Crimea sedang ditampilkan di layar raksasa, ketika Yuri Lutsenko, mantan menteri dalam negeri, menyela untuk mengumumkan keputusan Putin. “Perang telah tiba,” kata Lutsenko. Ratusan warga Ukraina di alun-alun itu pun bernyanyi, “Kemuliaan bagi para pahlawan. Kematian bagi para penjajah”. (kompas.com)

Photo Gallery: