Sabtu, 08 Desember 2012

.Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hallary Clinton, berusaha menekan dengan keras terhadap kelompok oposisi Suriah, agar mereka bersatu dengan tokoh, yang dapat diakomodasi bagi kepentingan Barat (Amerika Serikat). ..>>..Dewan Nasional Suriah (SNC) Organisasi Oposisi Utama di luar negeri, yang merupakan kelompok perlawanan terhadap Presiden Bashar al-Assad, berhasil memilih tokoh kristen George Sabra sebagai pemimpin baru, Jumat. Terpilihnya George Sabra tak terleps dari dukungan dari Al-Ikhwan, atau Jamaah Ikhwanul Muslimin Suriah. Nampaknya, memainkan peran kunci dalam pemilihan George Sabra, seorang mantan guru geografi, yang ditahan karena melakukan pembangkangan, dan Sabra meninggalkan Suriah pada bulan September 2011....>>>.......Anggota Ikhwanul Muslimin, mencapai sekitar sepertiga dari sekretariat baru, ditambah dengan Kurdi dan minoritas Asyur juga mewakili tapi tidak ada wanita. Pejabat SNC mengatakan seorang Kristen dan seorang Alawit, anggota dari sekte Syiah yang Assad termasuk dalam Sunni-mayoritas Suriah, sehingga dapat ditambahkan ke tim......>>>.....Ketua Liga Arab Nabil al-Arabi, yang telah mendesak oposisi untuk merapatkan barisan, adalah karena mengambil bagian dalam pertemuan yang lebih luas pada hari Kamis menyerukan oleh organisasi dan tuan rumah Qatar dari berbagai kelompok Suriah. Washington akan tetap memainkan kartu pentig menghadapi situasi di Suriah, dan ingin tetap memegang kendali di tengah-tengah pertarungan yang sangat sengit diantara kekuatan politik yang ada di Suriah. Presiden Turki Abdullah Gul, secara terang-terangan menolak intervensi militer ke dalam wilayah Suriah, dan ini sejalan dengan kebijakan Washington...>>....Diantara, 400 anggota SNC dari 29 daftar kelompok yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad mulai dari kaum sampai Ikhwanul Muslimin, serta beberapa kelompok minoritas etnis dan suku....>>

Sabtu, 10 Nov 2012

Tokoh Kristen Suriah Terpilih Menjadi Ketua Dewan Nasional

Damaskus (voa-islam.com)  

Dewan Nasional Suriah (SNC) Organisasi Oposisi Utama di luar negeri, yang merupakan kelompok perlawanan   terhadap Presiden Bashar al-Assad, berhasil memilih tokoh kristen George Sabra sebagai pemimpin baru, Jumat.

Terpilihnya George Sabra tak terleps dari dukungan dari Al-Ikhwan, atau Jamaah Ikhwanul Muslimin Suriah. Nampaknya, memainkan peran kunci dalam pemilihan George Sabra, seorang mantan guru geografi, yang ditahan karena melakukan  pembangkangan, dan Sabra meninggalkan Suriah pada bulan September 2011.

"Dukungan kami untuk Sabra menunjukkan bahwa Al Ikhwan tidak memiliki ambisi kekuasaan. Bagi kami, itu tidak penting dari mana latar belakang presiden .. Yang penting adalah stabilitas dalam proses transisi," Ali Sadr al-Din al- Bayanuni mengatakan kepada kantor berita Turki Anadolu, di Doha.
Sabra segera meminta senjata untuk melawan pasukan Assad. "Kami hanya perlu satu hal untuk mendukung hak kami dan bertahan hidup serta melindungi diri kami sendiri: kita perlu senjata, kita perlu senjata," katanya kepada wartawan setelah terpilih oleh dewan eksekutif SNC ini yang telah bertemu pekan ini di Qatar.
SNC ini akan memulai pembicaraan pada hari Sabtu dengan faksi Suriah lainnya termasuk perwakilan dari kelompok-kelompok pemberontak di Suriah untuk membentuk organisasi, baru yang lebih luas yang berharap untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai pemerintah baru.
Qatar telah menjadi tuan rumah ratusan tokoh dari kelompok SNC dan lainnya selama pertemuan yang berlangsung selama seminggu di hotel bintang lima. Sementara para diplomat AS  mendorong mereka menuju kesepakatan.
Sabra mengalahkan Abdulbaset Sieda, seorang warga Kurdi di Swedia, yang menjadi pemimpin pertama SNC adalah Burhan Ghalioun.

Mohammed Farooq Taifoor dari Jamaah Ikhwanul Muslimin terpilih sebagai wakil Sabra. Ikhwan dipandang sebagai kekuatan dominan dalam SNC. Sabra mengatakan pemilihan ini menunjukkan bahwa tidak ada sektarianisme dalam SNC. "Tokoh muslim telah memilih seorang Kristen," katanya. George Sabra sebelumnya sebagai tokoh komunis Suriah, yang kemudian beralih menjadi kristen, dan membangun kekuatan oposisi dikalangan komunis, yang kuat melawan Bashar al-Assad.

Namun, terpilihnya George Sabra tak terlepas dari operasi politik yang dilakukan oleh Washington, melalui pemerintah Qatar, yang tidak menginginkan kekuasaan di Suriah setelah jatuhnya Bashar al-Assad jatuh ketangan kelompok Mujahidin yang berinduk kepada Ikhwanul Muslimin. 

Berapa kali Menlu Amerika Serikat Hallary Clinton, mengisyarakatkan agar kelompok SNC segera bersatu. Maka, langkah yang dilakukan Washington melalui tangan Qatar mendudukkan George Sabra sebagai pemimpin baru SNC berhasil. Semuanya tujuannya hanya satu, supaya Suriah tidak jatuh ke tangan Mujahidin. af/wb

Tekanan Barat Terhadap Pejuang Oposisi Suriah

Doha (voa-islam.com) . http://www.voa-islam.com/counter/intelligent/2012/11/09/21588/tekanan-barat-terhadap-pejuang-oposisi-suriah/
Washington, melalui Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hallary Clinton, berusaha menekan dengan keras terhadap kelompok oposisi Suriah, agar mereka bersatu dengan tokoh, yang dapat diakomodasi bagi kepentingan Barat (Amerika Serikat). 

Langkah ini diambil menjelang keruntuhan Bashar al-Assad, dan kekawatiran Barat, Suriah akan jatuh kelompok Mujahidin, dan tidak mampu lagi mengontrol terhadap Mujahidin, yang akan berkuasa di Suriah. 

Skenario sekarang yang dibangun oleh Barat, yaitu membawa kepada fihak-fihak yang terlibat dalam konflik ke meja perudingan. Persis seperti ketika pasukan Serbia diambang kekalahannya dalam perang Bosnia. Perang antara Muslim Bosnia yang didukung barisan mujahidin dari berbagai negara hampir berhasil mengalahkan Serbia, tetapi kemudian disiasati oleh Washington, dibawa dalam perundingan di Dayton, tahun l998.

Sekarang, sudah ribuah para  pejuang yang tergabung dalam oposisi (FSA), yang sudah bertempur di Suriah, seperti di Aleppo dan Damaskus, dan berhasil memporak-porandakan pasukan Bashar al-Assad, dan tokoh-tokoh militernya yang sudah membelot ke Turki. Inilah situasi terakhir di Suriah, di mana Bashar al-Assad sudah kehilangan kendali di dalam tubuh militer Suriah.

Bahkan, Perdana Menteri Inggris, Cameron, sudah menawarkan kepada Bashar al-Assad, suaka politik, dan jaminan keamanan, jika Presiden Suriah, Bashar al-Assad, bersedia meninggalkan negaranya. Ini merupakan langkah yang sangat dramatis, yang dilakukan Inggris, karena Inggris yang menjadi sekutu Amerika Serikat, juga tidak ingin Bashar dikalahkan dalam perang oleh para Mujahidin, sehingga Washington kehilangan pengaruhnya di Timur Tengah.

Tentu, kalkulasi politik yang sekarang dibenak para pengamat militer dan ahli strategi perang Barat, jika Suriah jatuh ke tangan Mujahidin, maka akan menjadi ancaman nyata terhadap eksistensi Zionis-Israel. Maka, langkah skenario yang dijalankan Washington membawa Suriah dan pejuang FSA, ke meja perundingan, sebagai langkah menghentikan kemenangan Mujahidin Suriah.

Di Qatar berlangsung pertemuan Partai Oposisi Utama Suriah , yaitu Dewan Nasional (SNC), mereka akan memilih pemimpin baru, di mana presiden yang baru itu, rencananya akan dipilih hari Jum'at ini. SNC beranggotakan 40-anggota, dan  sekretariat jenderal terpilih semalam pada pertemuan di ibukota Qatar.
Sekretariat bertugas memilih 11 anggota untuk menunjuk pengganti keluar presiden Abdel Basset Sayda.
Proses ini telah ditunda sampai Jumat untuk memungkinkan empat anggota yang mewakili perempuan dan minoritas yang akan ditambahkan ke sekretariat menjelang pemungutan suara, kata para pejabat.
Diantara,  400 anggota SNC  dari 29 daftar kelompok yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad mulai dari kaum sampai Ikhwanul Muslimin, serta beberapa kelompok minoritas etnis dan suku.
Anggota Ikhwanul Muslimin, mencapai sekitar sepertiga dari sekretariat baru, ditambah dengan Kurdi dan minoritas Asyur juga mewakili tapi tidak ada wanita.
Pejabat SNC mengatakan seorang Kristen dan seorang Alawit, anggota dari sekte Syiah yang Assad termasuk dalam Sunni-mayoritas Suriah, sehingga dapat ditambahkan ke tim.
Ketua Liga Arab Nabil al-Arabi, yang telah mendesak oposisi untuk merapatkan barisan, adalah karena mengambil bagian dalam pertemuan yang lebih luas pada hari Kamis menyerukan oleh organisasi dan tuan rumah Qatar dari berbagai kelompok Suriah.

Washington akan tetap memainkan kartu pentig menghadapi situasi di Suriah, dan ingin tetap memegang kendali di tengah-tengah pertarungan yang sangat sengit diantara kekuatan politik yang ada di Suriah. Presiden Turki Abdullah Gul, secara terang-terangan menolak intervensi militer ke dalam wilayah Suriah, dan ini sejalan dengan kebijakan Washington. af/bb
 

Para Pemimpin Islam Tidak Siap Berperang Melawan Zionis

Kairo (voa-islam.com) http://www.voa-islam.com/counter/intelligent/2012/11/18/21756/para-pemimpin-islam-tidak-siap-berperang-melawan-zionis/

Nampaknya para pemimpin Islam tidak siap berperang melawan Zionis-Israel, dan memilih jalan damai. Sementara itu, Hamas dan memilih perang melawan pasukan Zionis, yang sekarang sudah bersiap-siap melakukan perang darat. Para pejuang Hamas dan Palestina sudah siap menghadapi perang darat, jika Zionis Israel menginginkan perang darat kapan saja.

Dibagian lain, para para pemimpin Arab dan dunia Islam, nampaknya tidak membiarkan terbukanya peluang terjadinya perang terbuka antara Hamas dengan Zionis. Maka, para pemimpin Arab dan Islam memilih melakukan negosiasi dengan Israel melalui fihak ketiga. Seperti negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Padahal, mereka itu penyokong Zionis-Israel. 

Dalam pertemuan yang berlangsung antara Presiden Mesir Mohamed Mursi dan Perdana Menteri Turki, Tayyib Erdogan, serta Kepala Biro Politik, mereka mengatakan ada "indikasi" bahwa Hamas dan Israel bisa mencapai "gencatan senjata segera", Sabtu.
"Ada beberapa indikasi bahwa mungkin akan terjadinya gencatan senjata segera," kata Mursi  bersama dengan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, meskipun menambahkan bahwa  "tidak ada jaminan", ucap keduanya di Kairo.
Sementara itu, para menteri luar negeri negara-negara Arab telah memberikan dukungan terhadap upaya Mesir yang mengupayakan gencatan senjata, dan   mengakhiri serangan Israel di Gaza, kata mereka dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan Liga Arab di Kairo.
Para Menteri Luar Negeri Arab bersepakat  membentuk  delegasi untuk melakukan perjalanan ke daerah Gaza untuk menunjukkan dukungan. Ketua Liga Arab Nabil Elaraby mengatakan bahwa  ia akan memimpin tim yang akan mengunjungi Gaza dalam  "satu atau dua hari", ujarnya Sabtu.
Para Menteri Luar Negeri Liga Arab melakukan pertemuan di Kairo mengatakan negara-negara Arab harus mengambil langkah-langkah praktis untuk mendukung warga Palestina di Gaza yang sekarang ini diagresi Israel, ujarnya.
Israel meluncurkan kampanye udara besar-besaran pada hari Rabu dengan tujuan diumumkan menghalangi Hamas, kelompok Islam Palestina yang menjalankan Jalur Gaza, dari peluncuran roket yang telah melanda masyarakat selatan selama bertahun-tahun.
Dalam pernyataan itu, para menteri mengutuk apa yang mereka sebut Israel "agresi" dan juga menyatakan "ketidakpuasan" atas kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk melakukan gencatan senjata.
Para Menteri Luar Negeri Liga Arab mengatakan mereka "memutuskan mendukung upaya yang diberikan oleh Mesir dalam koordinasi dengan negara Palestina untuk menghentikan serangan Israel di Jalur Gaza dan ... mencapai gencatan senjata yang akan menghentikan segera semua aksi militer. "
Sementara itu, di Kairo ratusan pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung Liga Arab, dan meneriakan "Pemboman Tel Aviv."
"Hari ini kita akan mengeluarkan pernyataan. Apa artinya? Ini tidak akan berarti apa-apa, "kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Hamad bin Jassim al-Thani. "Kita perlu melakukan sesuatu yang praktis bagi mereka yang menderita, setidaknya dari sudut pandang kemanusiaan", ujar al-Thani.
"Saya tidak berbicara tentang perang atau aksi militer ... Saya berbicara tentang menawarkan dukungan kepada saudara-saudara kita di Palestina, "tambah Sheikh Hamad. Emir Qatar menjanjikan $ 400 juta untuk membantu mengembangkan Gaza selama kunjungannya ke Gaza  pada bulan Oktober, lalu.
Selanjutnya, pesawat tempur Israel melakukan pemboman terhadap  gedung-gedung pemerintah Hamas di wilayah Palestina, setelah kabinet Israel resmi memerintahkan mobilisasi  75.000 pasukan cadangan Israel yang akan melakkan perang darat.

Kunjungan delegasi Arab ke Gaza akan mengikuti perjalanan oleh Tunisia Menteri Luar Negeri Rafik Abdesslem, yang pergi pada hari Sabtu, dan Perdana Menteri Mesir Hisham Kandil, yang bepergian pada hari Jumat, dengan menggunakan perjalanannya untuk mengutuk tindakan Israel sementara berjanji untuk bekerja untuk gencatan senjata.
Mursi mengadakan pembicaraan dengan Emir Qatar  Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani dan Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan terfokus pada krisis yang terjadi di Gaza. Nampaknya, ketika pemimpin itu mempunyai yang kuat menyelamatkan rakyat Palestina, yang sedang menghadapi ancaman perang oleh Zionis.
Erdogan selama ini dikenal sebaagai tokoh yang sangat keras menentang segala tindakan Israel terhadap Palestina. Bahkan, Turki menurunkan tingkat hubungan diplomatik denganl Israel. Sedangkan kunjungan Emir Qatar ke Gaza  Oktober lalu, bertujuan  memecahkan isolasi terhadap rakyat Palestina. 


Pemimpin Hamas Khaled Meshaal juga berada di Kairo  untuk membahas krisis Gaza, kata satu sumber kepresidenan. Sebuah sumber kepresidenan mengatakan akan ada empat skenario antara Mursi, Emir Qatar, Perdana Menteri Turki dan Meshaal.

Sebelumnya, Erdogan merencanakan akan melakukan perjalanan Gaza, dan Erdogan memuji keputusan Mesir yang  menarik duta besarnya dari Tel Aviv dalam menanggapi serangan Israel. Turki menarik utusannya pada tahun 2010 atas insiden terpisah.

Zionis Israel sekarang benar-benar menjadi negara yang terkucilkan, sesudah Mesir, Turki, dan sejumlah negara Arab menarik perwakilannya di Tel Aviv, dan tidak mau lagi menanggapi sikap Israel yang terus melakukan kekerasan terhadap rakyat Palestina. af/wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar