Minggu, 11 Maret 2012

Komnas HAM: Penyelidikan Petrus Selesai Mei

M. Rizal - detikNews
Senin, 05/03/2012 18:18 WIB
http://news.detik.com/read/2012/03/05/181837/1858481/159/komnas-ham-penyelidikan-petrus-selesai-mei

Jakarta 
Komnas HAM akan menyelesaikan penyelidikan mengenai kasus Petrus selama 1983-1985 pada Mei 2012. Kesimpulan sementara pelaku Petrus adalah TNI dan Polri yang saat itu masih berada di bawah komando Presiden.

Berikut wawancara M Rizal dari majalah detik dengan Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas HAM, Johny Nelson Simanjuntak. Johny juga menjadi anggota Tim ad hoc Kasus Petrus 1983-1985 :

Bagaimana perkembangan penanganan kasus Petrus oleh tim ad hoc yang dibentuk Komnas HAM?

Kalau posisi penanganannya ini sudah dipresentasikan di dalam Rapat Pleno Komnas HAM. Hasil dari penyelidikan sudah dirumuskan dalam laporan. Hanya saja, pleno memandang ada hal-hal yang masih harus kami lengkapi.

Kita juga belum selesai dengan hal-hal yang berkaitan dengan dokumen tentang instruksi pelaksanaan penembakan misterius. Karena memang saat itu ada perdebatan di surat kabar bahwa Petrus itu berkaitan dengan urusan kejahatan. Ini belum kita selesaikan semua. Jadi kita akan lebih merapikan, memperjelas, lebih menspesifikan. Diharapkan mudah-mudahan dua tiga bulan ke depan selesai. Paling lambat kami dikasih pada rapat pleno bulan Mei 2012 sudah selesai. Jadi sebelum periode, tugas kami ini selesai.

Seperti apa indikasi temuan awal dari hasil penyelidikan tim ini?

Sementara indikasinya adalah kekerasan terhadap orang, ada pembunuhan, orang hilang, penembakan atau kematian di luar prosedur hukum. Siapa pelakunya? Pelakunya adalah otoritas di bidang keamanan, yaitu TNI dan Polri yang saat itu masih berada di bawah komando Presiden. Dari jaringan keamanan itu ada Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Pangkokamtib) ke bawah. Ini yang menjadi sorotan masyarakat.

Apa betul dalam dokumen kebijakan itu hanya untuk menekan angka kriminalitas atau digunakan untuk kepentingan politik penguasa saat itu?

Ada memang, jadi ada banyak yang dijelaskan oleh para saksi. Pertama, memang disebut sebagai upaya untuk menurunkan angka kejahatan. Kedua, adalah upaya untuk melemahkan organisasi preman yang bisa menjadi pesaing kuat aparatur keamanan, seperti yang terjadi saat ini. Ketiga, sebagai alat bagi kepentingan politik dari satu partai politik saat itu. Itu ada tiga unsur, tapi mana yang lebih kuat? Mana skenario pokoknya? Mana yang jadi penciptaan kondisi? Ini yang masih kami telusuri.

Misalnya sebagian yang ditembak adalah orang yang memiliki reputasi buruk di masyarakat, dan sebagian lagi yang tidak punya urusan atau orang yang tertunjuk tanpa dasar. Kemudian situasi penembakan itu dalam kerangka urusan keamanan Pemilu, itu urusan partai, dan ada pernyataan-pernyataan para elit parpol untuk membenarkan pelaksanaan penembakan itu. Kalau zaman Orde Baru, ketakutan itulah yang menjadi lahan subur bagi kepentingan politik dan bagi partai. Semakin kita takut, butuh pelindung, semakin aman, diciptakan ketakutan, ada pelindung ada Godfather-nya, dia bilang kalau tidak aman akan kembali seperti itu.

Data korban sebenarnya berapa sih? 

Kami akui memang belum bisa memastikan, karena tidak memiliki data pasti, yang jelas di atas 100-an untuk wilayah Indonesia. Terbanyak ada di Pulau Jawa, Medan, Palembang. Ada di tempat lain tapi tidak terlalu.

Saat ini aksi pembunuhan antarkelompok preman, pembunuhan, perampokan dan pemerkosaan yang sudah mencemaskan masyarakat, apa perlu ada pemikiran kebijakan pemberantasan preman seperi Petrus lagi? 

Sebenarnya kita sudah melakukan warning kepada pemerintah, bahwa semua organisasi sipil itu harus dihormati. Kedua, mereka yang melalukan kekerasan harus segera diproses di persidangan, di pengadilan, sehingga bisa cepat diputuskan dibubarkan atau tidak.

Jadi Komnas HAM tidak dalam posisi untuk menyetujui pendapat publik yang mengatakan bahwa semua organisasi yang secara de facto melakukan kekerasan dibubarkan. Karena kami tidak mau tafsiran kekerasan menjadi subjektif dari Kementerian, harus ada putusan netral, cuma proses sidang harus dipercepat.

Nah yang ketiga, suasana yang sekarang berlangsung, memang akan segera kami ambil sikap bahwa apa yang terjadi sekarang adalah bukti. Pertama, kelemahan dari otoritas keamanan dan ketertiban. Kedua, ada simbiosis di antara keamanan dan preman. Kenapa selama ini mereka bekerja tidak bisa menyelesaikan aksi premanisme oleh otoritas keamanan? Nah hubungan simbiosis ini harus diputus melalui penertiban keanggotaan TNI dan Polri.

Boks Fokus 4

Kepala BIN: Petrus Tak Dibenarkan

Maraknya aksi premanisme sudah sangat mencemaskan. Namun bagi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman, kondisi ini tidak bisa dijadikan alasan untuk memberlakukan kembali penembak misterius (petrus).

Berikut wawancara M Rizal dari majalah detik dengan Kepala BIN Marciano Norman: 

Bagaimana tanggapan Anda terhadap maraknya aksi premanisme ? 

Begini, memang saat ini sudah menjadi sangat meresahkan masyarakat dengan banyaknya aksi premanisme. Khususnya di Jakarta memang sudah sangat meresahkan. Terakhir kasus penyerbuan preman kepada sesama preman di rumah duka RSPAD. Banyaknya aksi saling membunuh ini sudah sangat meresahkan. Ini bisa menjadi momen bagi pihak kepolisian untuk segera mengambil tindakan yang lebih tegas lagi. Aksi-aksi ini sudah tidak bisa dibiarkan. 

Ada yang bilang aksi sekelompok premanisme sulit disentuh karena ada backing? 

Saya kira tidak. Dari dulu sampai sekarang, aksi kelompok premanisme ini sudah ada. Mereka banyak bersinggungan ketika lahan untuk mencari nafkah mereka merasa direbut dan sebagainya. Misalnya ribut antar debt collector. Karena sebagian besar premanisme yang terorganisir ini banyak yang bergerak di bidang debt collector, penjaga lahan tanah dan pengawal para pengusaha.

Dalam melakukan tugasnya memang mereka ini tak segan-segan berani melakukan kekerasan bahkan pembunuhan. Ini harus segera dicegah dan saya kira ini momen penting bagi polisi untuk segera menegakan aturan yang lebih keras lagi. 

Artinya, pemberantasan terhadap kelompok premanisme ini perlu seperti satuan tugas Petrus dulu? 

Saya kira, setiap tindakan pemberantasan terhadap pelanggar hukum jangan dengan cara-cara dengan melanggar hukum. Pemberantasan premanisme harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sekarang. Artinya, kepolisian harus dikedepankan dalam melakukan penegakan hukum. Saya kira, model-model pemberantasan preman seperti zaman dulu, seperti Petrus sudah tidak layak dan lebih banyak melanggar hukum dan HAM. Ini sudah tidak dibenarkan lagi. 

Saya kira pemberantasan premanisme bukan hanya tanggung jawab pihak keamanan. Masyarakat secara luas juga memiliki rasa tanggung jawab dan kepedulian ikut memberantas setiap aksi premanisme. Masyarakat harus berani melaporkan setiap tindak tanduk yang mencurigakan yang menjurus kepada premanisme, kepada aparat keamanan. Saya harapkan, masyarakat juga mau ikut dilibatkan dalam mencegah aksi premanisme yang saat ini semakin marak. Sekali lagi kuncinya adalah keberanian aparat kepolisian untuk menindak secara tegas.

Materi ini telah dimuat di Majalah Detik edisi 12, 27 Februari 2012.

Edisi terbaru Majalah Detik (edisi 14, 5 Maret 2012) mengupas tuntas kasus Dhana Widyatmika dengan judul 'Rekening Rp 50 M Pria di Pintu Surga', juga ikuti artikel lainnya yang tidak kalah menarik seperti rubrik nasional membahas 'Bersih-bersih Pengikut Anas', rubrik kriminal berita komik 'Nenek Dilem Perampok', ekonomi bisnis "Maju Mundur Harga BBM', rubrik seni dan hiburan film The Grey', WKWKWK 'Kalah Ganteng Jokowi Pecat Ajudan' serta masih banyak artikel menarik lainnya.

Untuk aplikasinya bisa di-download di apps.detik.com dan versi pdf bisa di-download www.majalahdetik.com Selamat menikmati!



(iy/nrl) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar