Minggu, 16 Januari 2011

Anatomi Kekuasaan SBY . Katanya adalah anak kandungnya Reformasi. Hasil Reformasi yang di-bangga2kan ini, sesungguhnya tanpa konsep Ketatanegaraan yang kuat. Seharusnya setiap perubahan mendasar itu dirancang dengan mengacu kepada sejarah dan adat istiadat luhur bangsa. Sayangnya Reformasi yang dibanggakan oleh tokoh2nya itu, pada dasar yang sesungguhnya adalah tanpa landasan konsep ketatanegaraan yang benar, dan mereka telah terjebak oleh jiwa2 yang kosong [yang jiwanya masih dalam kegamangan orde baru, jiwa2 vested dan penuh tipu muslihat] dan dorongan hasrat merebut kekuasaan dari Dynasti Suharto dan sangat terkesima oleh gebyar kebesaran dan gemerlapnya kepalsuan dalam kehidupan dan perpolitikan di AS dan Eropa, dimana sesungguhnya para politisi dan pemimpin negara AS dan Eropa itu sudah menjadi budak2 nya para Kapitalis dan para Super-Kaya yang menguasai Keuangan dan perekonomian Negara dan rakyat mereka. Para Super Kapitalis itu telah menjadi Warga Negara Super Istimewa yang mendapatkan previlage dan tak pernah tersentuh Hukum atau sangat kebal hukum maupun politik sangking sangat berkuasanya mereka [para Super Kaya] dan sangat Kuat dalam mengendalikan perpolitikan dan pengaturan keuangan dan perekonomian di AS dan Eropa. Semua jaringan perpolitikan, hukum dan jaringan media dan informasi yang senantiasa mengendalikan opini2 dan hasrat para Super kaya itu melalui jaringan kelompok2 organisasi dan think tank mereka yang diatur sedemikian pintar diberbagai lapisan [walaupun ada sebagian yang tahu, tapi biasanya tak berdaya, karena sekali lagi dukungan keuangan yan sangat kuat ???], sehingga menggiring rakyat dan para cerdik pandai untuk menjadi hamba2 yang mengabdi kepada kepentingan mereka dan dengan menyebarkan paham materialisme yang penuh gemerlap memabukan dan uga kepalsuan. Akibatnya penjajahan dan neo penjajahan semakin semarak dimuka bumi, seiring nafsu keserakahan dari kelompok2 Super Kaya untuk memperbudak umat manusia. Sayang para tokoh reformasi Indonesia yang sangat merasa bangga dan merasa pandai2 itu TIDAK membaca dan menjiwai sejarah dan ajaran luhur secara utuh dan bersungguh-sungguh. Mereka telah mengkhianati cita2 dan perjuangan Bangsa dan juga perjuangan para founding father bangsa Indonesia yang telah berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini. Kini RI semakin terpuruk dan menjadi bahan cemooh dan penghinaan dimana-mana. Lihatlah TKI kita dinista, diperkosa dan bahkan dibunuh dengan keji. Lihatlah Pemerintahan kita yang cuwek tak berdaya, dan selalu dengan muka2 lesu tak mempunyai keberanian menegakan haknya. Jangankan di Luar Negeri. bahkan didalam Negeri pun, Pemerintahan kita tak berdaya terhadap MNC. Lihatlah Utang Negara kita, Impor Beras, Kedelai, Gula, Minyak Goreng, Daging, dll, Impor Energi, BBM dan peralatan2, Impor kendaraan pribadi [bukan membangun angkutan umum yang bersifat masal], Mutu pendidikan dan fasilitas2nya yang carut marut. Perdagangan yang semakin menyemarakan barang2 impor untuk semua keperluan rakyat [Industri rakyat dan perdagangan rakyat dalam negeri semakin merana, terkalahkan. LIBERALISASI ...bung] . Para Super kaya semakin rakus dan melecehkan Hukum2 dan Pemerintahan kita [yang memang bisa dibeli juga...kan Diperdagangkan.. dan vested]. Keadilan menjadi barang dagangan dan sangat mahal. Para advokat, lembaga2 hukum menjadi avonturir dan semakin kaya raya dan berbangga .. Jualan Hukum bung. Hukum adalah panglima...[walaupun hukum dan produknya yang vested dan manipulatif...]. Rakyat terpuruk dan ternistakan... Rakyat kecil.. dan sangat banyak.. jadi tumbal dan termarginalkan... Ini Reformasi... Bung... Itu semua karena tokoh2 dan para Penguasanya dan para Pelaku pelaksana hukumnya dan Pemerintahannya dapat dibayar dan diatur-atur. Itu dikarenakan semuanya para politisi sangat membutuhkan uang banyak dan selalu kurang, karena serakah dan berjuang tanpa idealisme. Para tokoh dan pemimpin negeri ini sudah kehilangan arah perjuangan. Mereka bingung dan kintir kiri kintir kanan, asal mereka kaya dan selamat. Mumpung dan aji asal guwe sendiri yang selamat dan untung... Impian membangun Dynasti Kerajaan baru.. sangat menggebu. Apakah Dynasti Kerajaan bertopengkan Keluarga Besar, Kepartaian, Aliran2 Meniru Kepopuleran embah2 Kapitalis disana atau kelompok2 yang sengaja dibuat untuk mewujudkan hasrat keserakahannya. Memang kini Rakyat tidak bisa mengharapkan siapaun. Karena kita telah lupa sejarah, telah mencampakan sejarah bangsanya sendiri, perjuangan bangsanya sendiri. Dan ini telah dimulai sejak era Suharto menjungkalkan era Sukarno [tentu dengan dukungan embah Kapitalis dan Liberalis disana AS dan Eropa... Lihatlah pasca kejatuhan Sukarno.. IGGI, CGI dll berbondong-bondong membantu mengutangi.RI.... yang akhirnya menjebak juga. Kita tidak menjadi kuat malahan ekonomi dan pertahanan serta kekuatan politik kita terpuruk.. dan kocar kacir. ] Orde Baru adalah orde yang secara pelan tapi pasti merampas Republik ke era Dynasti yang dijiwai jiwa mumpungisme yangberjiwa "rakus dan menghalalkan segala cara " atau berjiwakan ruh liberalisme bertopeng [terselubung]", Kini lebih diranjah dan dirayah lagi di era Reformasi. Kini kita rakyat dalam penjajahan dan era perbudakan para pemuas hawa nafsu. Para pemimpinnya adalah orang2 pintar yang kebelinger dan avonturir dan sangat oportunis. Sangat ter-gila2 dan bangga akan kekuasaan dan hasrat keserakahan. Karena tidak mempunyai kemampuan yang cukup, maka jiwanya mengembik kepada para tokoh2 dunia yang populer yang sesungguhnya adalah pemain2 profesional yang telah dirancang dan didesain [dibentuk pola berfikirnya] oleh para Super Kaya dan Kampiun Penjajah dan Neo Penjajah sebenarnya. Inilah portet sesungguhnya. Gambaran dibawah ini adalah ungkapan sedikit gambaran deskripsi keadaan yang sedang berjalan dinegeri ini. Seyogianya bangsa Indonesia harus kembali bangkit dan bembangun dirinya yang benar2 sesuai dengan jiwa yang merdeka, bersemangat kesyartia mulia dan berbudi luhur [beradab], berdaulat dan bersatu dengan kokoh. Dan Enyahkan jiwa budak dan mengembik kepada para Kapitalis dan Neo Kolonialis dan juga berhati-hati dan menjauhkan budaya2 liberal yang merendahkan martabat kehormatan anak2 dan wanita dan generasi bangsa dalam menghadapi tantangan gerakan2 dan slogan2 dan budaya2 yang merusak yang sedang melanda negeri ini khususnya dan didunia pada umumnya. Bangkitlah Hai Bangsaku bangsa Indonesia untuk menjadi insan2 berjiwa MERDEKA... Jiwanya... Ruhnya... Ilmunya.. dan sikap kepribadiannya dan perilaku perbuatannya. Hentikan Liberalisasi negeri ini dimana banyaknya opini2 yang kosong, penuh tipu muslihat dan kedustaan. Kembali kepada ajaran luhur bangsa dan kemurnian Ruh dan Apinya Islam yang murni... Ruh dan Apinya Revolusi Kemerdekaan Bangsa Indonesia..Ruh dan Apinya Nasionalisme Kebangsaan yang utuh Bersatu yang menjunjung tinggi Solidaritas Kebangsaan, Kemerdekaan dan Kemanusian yang Adil dan Beradab..

Senin, 17/01/2011 08:24 WIB
Anatomi Kekuasaan SBY 
Rijalul Imam - detikNews. http://www.detiknews.com/read/2011/01/17/082402/1547921/103/anatomi-kekuasaan-sby?nd991107103

<p>Your browser does not support iframes.</p>

Jakarta - Hakikatnya pemerintahan SBY terlahir dari rahim reformasi. Partai Demokrat (PD) yang dinakhkodai SBY juga bukan partai masa lalu bentukan era Orde Baru, kendati personelnya banyak juga lompatan dari partai pra reformasi.

Pemerintahan SBY terdiri dari berbagai kelompok kepentingan yang berkomitmen melakukan perubahan. Kemenangan PD sangat fenomenal semula sekitar 7,45% di tahun 2004. Tapi di tahun 2009 melakukan lompatan besar mencapai perolehan dukungan tiga kali lipat suara hingga bisa mengalahkan seniornya, Partai Golkar & PDIP sekitar 20%.

Rahasia kemenanganya ditopang oleh tiga hal, yakni image (politik citra), uang (money politic), dan intelijen yang tersebar rapi dari pusat hingga daerah. Di samping itu dukungan yang meningkat juga adalah berkat kerja seriusnya dalam pengambilan keputusan berbasis data riset yang di-update secara intensif. Sehingga ketika ada kebijakan yang membuat rating dukungan terhadap SBY menurun segera dibuatkan kebijakan yang menaikkan rating SBY jelang-jelang pemilu.

Namun patut disayangkan, kekuasan SBY ditopang oleh pengusaha hitam dan birokrasi yang korup. Terbukti berbagai kasus korupsi di tubuh para penegak hukum dan pengusaha kakap kebal hukum, dan SBY kerap menghindari dan tidak mengomandoi secara langsung pemberantasan korupsi, alih-alih KPK dikorbankan.

Kekuasan SBY di-back up setgab sebagai pelembagaan partai koalisi pemerintah. Setgab dikomandoi Golkar, sebuah partai yang notabene tidak bisa hidup di luar kekuasaan. Dan, di tubuh Golkar sendiri banyak dikendalikan oleh para politisi pedagang yang tidak ideologis. Di Golkar tidak ada cerita tentang ideologi —atau bahkan 'idealisme'. Ideologi Golkar adalah pragmatisme.

Menariknya, PD lebih mesra dengan Golkar ketimbang dengan PAN, PPP, PKB dan PKS yang lebih dahulu berkoalisi. PAN, PPP, PKB dan PKS dinilai idiologis karenanya kerap tampak tidak bisa mesra, bahkan akhir-akhir ini para petinggi PD getol mewacanakan penyingkiran PKS. Sebagai antisipasi, PAN aktif bangun wacana konfederasi dengan parpol-parpol kecil. Adapun PPP dan PKB nothing to lose.

Setgab (Sekretariat Gabungan) dalam perjalanannya menjerat satu sama lain di antara parpol koalisi. SBY dijerat problem Centurygate. Golkar sendiri dijerat oleh kasus pajak Bakrie Groups, dan lain-lain. Akibatnya banyak keputusan yang finalnya di gedung DPR-MPR RI dikompromikan di Setgab. Inilah awal dari kepincangan transisi demokrasi di era SBY jilid kedua.

Pemegang saham terbesar PD adalah SBY. Karena SBY telah berkuasa dua kali, PD sepertinya kesulitan mencari figur sekuat SBY pasca 2 periode berkuasa mendatang. Test case berkali-kali dilakukan dengan melempar isu, semisal SBY diperpanjang 3 periode melalui amandemen kelima UUD 1945. Atau melempar wacana Ani Yudhoyono sebagai capres di 2014.

SBY kesulitan mempertahankan kebersinambungan kekuasan, bahkan bisa jadi akan dihinggap penyakit post power sindrome secara kolektif, sebab tanda-tanda ke arah itu mulai tampak, semisal melibatkan keluarga beramai-ramai, anak dan istri, dalam kekuasan. Semua turun gunung, tapi serba tampak dipaksakan.

Hal ini menimbulkan kecurigaan, sepertinya SBY tidak rela tampuk kekuasan bergeser ke Anas Urbaningrum yang memenangi kompetisi pemilihan ketua umum partai terbesar di Indonesia. Kemenangan Anas diwaspadai SBY karena dia didukung oleh HMI connection. Bila Anas diberi kewenangan yang luas di PD, maka Anas bisa jadi ancaman yang akan mengakhiri Dinasti SBY.

Efek politik citra di tengah-tengah kesenjangan kesejahteraan ekonomi di gress root berdampak pada terbentuknya masyarakat yang pragmatis dan apatis. Pragmatisme masyarakat kentara terlihat dalam pilkada dan pilgub, pemilih lebih realitis untuk memilih calon berduit daripada calon idealis tak berduit. Citra positif yang dipaksakan menjadi tuntutan dan dakwaan pada calon untuk siap membayar suara mereka.

Akibatnya banyak pengaduan pilkada dan pilgub yang sedikit banyak karena efek siraman uang panas. Bila hal ini dibiarkan, maka demokrasi semakin mahal dan merugi. Mahal, tidak saja pada fase berlangsungnya kampanye tapi juga para bupati, walikota, dan gubernur yang terpilih dijebloskan ke penjara akibat korupsi. Pilkada yang semula sebagai medium pesta rakyat telah memakan uang banyak itu berubah menikam rakyat sendiri. Orang yang dipilih rakyat dijebloskan ke penjara.

Adapun kelompok apatis tidak terlalu peduli dengan pemilu. Mereka kritis dan karenanya tidak mau menyumbangkan suara sama sekali pada salah satu kandidat. Jumlah mereka juga cukup fantastis bisa mencapai separoh dari calon pemilih, karena itu wajar jika berdampak pada kurang legitimate-nya pilkada, pilgub, dan pemilu.

'Ala kulli hal, SBY kendati di luar negeri dipuja-puji, tapi integritasnya patut dipertanyakan. Indonesia dibombardir oleh barang-barang China, AS dan Jepang tanpa proteksi pelaku usaha lokal secara signifikan. Ekspor bahan mentah kerap sekali gencar ketimbang ekspor hasil industri. Perlindungan pulau-pulau terluar lembek disikapi. Kasus-kasus penganiayaan TKI dan TKW di luar negeri tanpa solusi tegas.

Pengerukan tambang, batubara, minyak bumi, eksplorasi emas, nikel, tembaga dan lain-lain diberikan keleluasaan tanpa renegosiasi kontrak yang menguntungkan bangsa sendiri. Kendati begitu SBY tampaknya puas dengan gelar-gelar 'kesetaraan Indonesia-Amerika Serikat' dengan kehadiran Obama di tanah air, tanpa dibarengi dengan tindakan nyata yang menegaskan kedaulatan bangsa yang saat ini terpuruk akibat terhegemoni oleh kapitalisme global.

*) Rijalul Imam
adalah Ketua Umum PP KAMMI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar