Senin, 27 Desember 2010

Seyogianya kita bertaubat. Ketika Do’a Kiai Tak Lagi Mustajab. Doa dengan tujuan apa, dan kepentingan apa.

Ketika Do’a Kiai Tak Lagi Mustajab.

http://www.eramuslim.com/editorial/ketika-do-a-kiai-tak-lagi-mustajab.htmhttp:

Senin, 27/12/2010 09:21 WIB | email | print | share
Belum pernah terjadi sebelumnya. Di mana berlangsung istighosah di sebuah pondok pesantren yang dipimpin para ulama dan kiai, mendo’akan tim sepak bola Garuda Indonesia agar menang melawan tim sepak bola Malaysia. Tetapi do’a itu tidak mustajab. Allah Azza Wa Jalla tidak menginstijabahi (mengabulkan) do’a para kiai. Tim Garuda Indonesia kalah.
Di Pondok Pesantren As-Shidiqiyah, berlangsung istighosah, di mana tampil Kiai Nur Iskandar SQ, Yusuf Mansur, dan sejumlah kiai dan ulama lainnya, ikut hadhir dalam acara itu. Ribuan santri dan santriwati, melakukan wirid dan do’a bersama para kiai yang dipimpin Kiai Yusuf Mansur. Mereka membacakan do’a agar tim sepakbola Indonesia menang malawan Malaysia. Sebuah pragmen yang tak pernah terjadi sebelumnya, di mana para kiai mendoakan sepakbola. Acara itu disiarkan langsung oleh sebuah stasiun televisi.
Akhir-akhir ini sesudah berbagai bencana menimpa bangsa ini, dan peristiwa politik, serta hukum, yang tak habis-habis, berlangsung kompetisi sepak bola yang merebutkan piala AFF, yang diselenggarakan oleh Suzuki. Sepakbola ini dieksploitir sedemikian rupa, melalui semua media, terutama telivisi. Emosi rakyat yang sudah ambruk akibat berbagai peristiwa ini, di aduk-aduk, sampai menggelegak, dan dikaitkan dengan nasionalisme, saat berlangsung final melawan Malaysia. Sangat luar biasa liputan media telivisi dan media cetak terhadap peristiwa sepak bola ini.
Rakyat yang sudah terhimpit oleh berbagai kepenatan hidup dan bencana, berhasil digiring dan dialihkan kepada sepakbola.
Semua elemen bangsa diarahkan untuk memberikan dukungan kepada tim Garuda Indonesia. Presiden SBY, Ibu Ani, para pejabat negara, anggota legislatif, menteri, dan para kepala lembaga tinggi negara, termasuk Ketua MK Mahfud MD, ikut memberikan dukungan tim sepak bola Indonesia. Setidaknya enam menteri yang ikut menyaksikan langsung  pertandingan final di Malaysia.
Para pemimpin partai politik tak ketinggalan. Ada yang menjamu tim Garuda yang akan berlaga melawan Malaysia. Pemimpin partai ada yang memberikan janji bonus uang, yang tak sedikit, kalau Garuda Indonesia mengalahkan Malaysia.
Sebuah peristiwa olah raga yang mendapatkan dukungan berbagai elemen rakyat, mulai dari Presiden, pejabat negara, menteri, anggota legislatif, pemimpin partai, dan kader-kader partai ikut memberikan dukungan yang tak tanggung-tanggung. Ini sebuah peristiwa yang menjadi petutup akhir tahun. Di mana sebuah kegiatan olah raga, sepakbola, yang dieksploitir menjadi sebuah peristiwa yang sarat dengan bobot emosi dan politik.
Perisitiwa final tim sepak bola Garuda Indonesia melawan Malaysia menutup semua peristiwa besar di penghujung akhir tahun. Seperti konflik antara Presiden SBY dengan Sultan, terkait dengan RUU DIY. Peristiwa hukum yang berkait dengan Gayus, dan dikaitkan dengan isu pajak, yang tak terlepas dari politik, yang juga dikaitkan dengan perusahaan keluarga Aburizal Bakrie, dan sejumlah parisitwa hukum lainnya, yang lebih besar, dan tak tersentuh seperti mega skandal Bank Century. Peristiwa perubahan Undang-Undang Politik (UU Politik), yang sampai sekarang tak kunjung selesai. Keretakan partai koalisi di Setgab, yang semakin meruncing. Semuan peristiwa politik itu ditutup dengan peristiwa sepak bola.
Penderitaan rakyat yang sudah sangat menderita akibat bencana alam, yang bertubi-tubi, yang terjadi di mana-mana, sepertki gempa di Padang, tsunami di Mentawai,  Wasior, meletusnya gunung Merapi, gunung Bromo, serta berbagai musibah banjir dan longsor, semuanya ingin dibuat menjadi lupa oleh peristiwa final sepak bola antara Indonesia melawan Malaysia.
Peristiwa sepak bola yang berlangsung hari-hari ini, terus diarahkan untuk melupakan penderitaan rakyat, akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Termasuk kenaikan BBM, tarif dasar listrik (TDL), dan sejumlah kenaikan lainnya, yang menggencet kehidupan rakyat kecil. Semuanya ingin dipupus dengan permainan sepak bola.
Tetapi, kenyataan Indonesia yang sudah sangat luar biasa ingin menjdikan ‘proyek final’ sepak bola ini, yang dengan prolog bermacam-macam termasuk adanya ‘istghosah’, tak juga dapat menawarkan harapan baru bagi rakyat. Justeru tim Garuda Indonesia yang bermain di Malaysia, semalam dibikin bertekuk lutut oleh tim Malaysia. Harapan itu luruh. Rakyat kembali menjadi putus asa. Sepak bola yang diinginkan menjadi kaktalisator dan absorber bagi penderitaan rakyat gagal. Karena Indonesia kalah.
Ganyang Malaysia hanya menjadi angan-angan kosong. Hanya menjadi ilusi kosong. Tak dapat diwujudkan.
Malaysia menggayang Indonesia. Bukannya  Indonesia yang mengganyang  Malaysia. Mulai  pulau Sipadan-Ligitan diganyang oleh Malaysia, dan kedua pulau itu sekarang menjadi milik negeri jiran. Kebun-kebun kelapa sawit sepanjang pantai timur Sumatera juga sudah menjadi milik para investor Malaysia. Tapal batas antara Indonesia–Malaysia terus bergeser, dan Indonesia tak mampu berbuat terhadap Malaysia, menghadapi negeri yang hanya berpenduduk 17 juta jiw itu.
Para TKI dan TKW Indonesia diperlakukan oleh majikan Malaysia seenaknya, tanpa Indonesia bisa melakukan apapun. Orang-orang Indonesia di Malaysia disebut sebagai ‘Indon’ alias budak. Ini sebutan yang amat hina bagi orang Indonesia. Sangat ironis.
Kalau nanti main di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, belum tentu tim Garuda Indonesia, bisa memenangkan pertandingan. Karena memang tim Indonesia tidak memiliki mental juara. Malaysia tidak banyak publisitas dan gembar-gembor berhasil menekuk lawannya.
Ternyata do’a kiai Nur Iskandar SQ dan Yusuf Mansur , dan para ulama Indonesia tak mustajab. Wallahu’alam.

1 komentar:

  1. Quote:Mengapa????....Justeru tim Garuda Indonesia yang bermain di Malaysia, semalam dibikin bertekuk lutut oleh tim Malaysia. Harapan itu luruh. Rakyat kembali menjadi putus asa. Sepak bola yang diinginkan menjadi kaktalisator dan absorber bagi penderitaan rakyat gagal. Karena Indonesia kalah.
    Ganyang Malaysia hanya menjadi angan-angan kosong. Hanya menjadi ilusi kosong. Tak dapat diwujudkan.
    Malaysia menggayang Indonesia. Bukannya Indonesia yang mengganyang Malaysia. Mulai pulau Sipadan-Ligitan diganyang oleh Malaysia, dan kedua pulau itu sekarang menjadi milik negeri jiran. Kebun-kebun kelapa sawit sepanjang pantai timur Sumatera juga sudah menjadi milik para investor Malaysia. Tapal batas antara Indonesia–Malaysia terus bergeser, dan Indonesia tak mampu berbuat terhadap Malaysia, menghadapi negeri yang hanya berpenduduk 17 juta jiw itu.
    Para TKI dan TKW Indonesia diperlakukan oleh majikan Malaysia seenaknya, tanpa Indonesia bisa melakukan apapun. Orang-orang Indonesia di Malaysia disebut sebagai ‘Indon’ alias budak. Ini sebutan yang amat hina bagi orang Indonesia. Sangat ironis.
    Kalau nanti main di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, belum tentu tim Garuda Indonesia, bisa memenangkan pertandingan. Karena memang tim Indonesia tidak memiliki mental juara. Malaysia tidak banyak publisitas dan gembar-gembor berhasil menekuk lawannya.
    Ternyata do’a kiai Nur Iskandar SQ dan Yusuf Mansur , dan para ulama Indonesia tak mustajab. Wallahu’alam.
    ZA: Ulama2 Indonesia yang dilindungi dan agung2kan oknum Pemerintahan itu kebanyakan ulama yang sudah kehilangan ruh perjuangan Islam. Ulama yang mengembik dan manut dengan bayaran. Sedangkan Ulama2 yang istiqomah untuk kebenaran Islam dan agama, serta teguh dengan perjuangan menegakkan amar ma'ruf dan nahyi munkar, justru ditekan dan diburu sebagai penjahat dan dijadikan musuh negara. Mereka yang tulus untuk umat dan agama serta teguh kepada perjuangan yang murni untuk masa depan bangsa dan kehormatan anak negeri, disisihkan, dinista dan diberangus. Tidak sedikit yang syahid dan dijadikan sasaran fitnah dengan berbagai dalih dan cara2 orang2 kafir terhadap ulama Islam. Saatnya kita umat Islam sadar dan introspeksi diri. Sudah terlalu lama kita dinina bobokan oleh upahan, rayuan dan bujukan para antek2 kapitalis dan penjajah. Perusahaan Negara kita sudah banyak yang beralih tangan...menjadi milik para vested dan swasta kolaborator Penguasa..Hutang Negara yang semakin menumpuk, beban hidup dan tekanan kepada rakyat semakin menjadi-jadi dengan berbagai dalih...Kekayaan Negara sudah banyak yang beralih menjadi milik para kapitalis penindas rakyat... Rakyat kita terbuang mejadi budak2 terhinakan dinegeri orang. Sementara bangsa lain menjadi tuan2 dinegeri tanah kita sendiri... Ekonomi rakyat semakin berat...dan tertindas...tersingkirkan...Peminpin kita sudah lupa diri dan menjadi pemimpi dan rela menjadi budak2 dan antek2 para kapitalis dan embah2 para penjajah yg dijadikan dewa2 terhormat dan diperlakukan sebagai pelindung kekuasaan dan kelanggengan jabatan.yg vested.... Pemimpin.. dan tokoh2 Negeri kita sudah kebelinger.... kebelinger... kebelinger....
    Kita perlu mendapatkan kesadaran...akal sehat...jiwa sehat.... dan semangat perjuangan pantang menyerah.... Kita perlu Pemimpin dengan berjiwa Nasional dan berJiwa rakyat yang benar... dan tulus... Bukan mereka yang mengembik dan menunduk kepada kepentingan segelintir orang2 serakah.. dan Tuan2 Penjajah....Kita harus berjiwa Merdeka... dan Rakyat yang bertekad Merdeka... untuk Kejayaan Republik ini... Indonesia Raya......Merdeka...

    BalasHapus