Senin, 27 Desember 2010

Rebutan Tulang PKB . Karena Tokohnya Bukan Orang2 Yang Bersih??

Kolom Djoko Suud
Rebutan Tulang PKB 
Djoko Suud Sukahar - detikNews. http://www.detiknews.com/read/2010/12/27/082559/1533070/103/rebutan-tulang-pkb?nd991107103



  Jakarta - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) luluhlantak. Setelah terbelah menjadi tiga faksi, kini ditinggal para kiai. Kalau tidak sesegera mungkin tampil tokoh pemersatu, partai yang didirikan almarhum Gus Dur ini kemungkinan juga ikut 'amarahum'.

Akhir tahun tak menghentikan manuver politik. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sudah tinggal 'tulang-belulang' kisruh lagi. Lily Wahid seret Hasyim Muzadi ke dalam kubunya. Sedang Yenny Wahid menggelar muktamar III PKB di Surabaya.

Ini makin memperjelas bahwa konflik di tubuh partai ini tidak hanya 'melahirkan' Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU) yang dipimpin Choirul Anam, tetapi juga membuat banyak retakan puing-puing baru. Partai baru dan faksi baru yang menunggu tawaran untuk 'dilabuhkan' ke partai lain.

Konflik yang bermula dari pemecatan Gus Dur terhadap Muhaimin Iskandar itu memang sudah diprediksi jauh hari tak bakal selesai instan. Itu karena partai ini kental kultus individunya. Gus Dur yang mengembangkan ilmu mantik itu diyakini sebagai aulia yang 'kesalahannya' adalah kebenaran yang 'tertunda'.

Tatkala Muhaimin melakukan 'perlawanan', maka selain dimaknai sebagai tindak 'kurang toto' dan 'kurang dugo', tidak etis dan pelecehan, juga menyimpan bara bersifat metafisis. Dianggap akan kualat dan mendatangkan balak. Akhir konflik hukum 'meng-khittah-kan' PKB tak mampu menambal retakan. Justru rentang waktu kian memperlebar retakan itu.

Lily Wahid adik Gus Dur yang 'mbalelo' dalam kasus Century adalah salahsatu retakan itu. PKB Muhaimin yang 'underbouw' Partai Demokrat tiba-tiba tidak bulat. Lily Wahid berseberangan, dan tokoh yang semasa Gus Dur hidup sering tak sepakat ini akhirnya melahirkan faksi baru.

Sabtu (25/12) kemarin, di Lirboyo, Kediri, puluhan kiai eksodus. 'Tiang' PKB dan PKNU itu tidak lagi menyanggah dua 'partai NU' itu, tetapi justru sepakat untuk bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ini sebagai isyarat PKB Muhaimin semakin oleng, dan menunjukkan Muhaimin tidak lagi disukai para kiai.

Dan tatkala Minggu (26/12) Yenny Wahid menggelar muktamar PKB ketiga di Surabaya, maka plesetan PKB sebagai 'Partai Keluarga Bubrah' nyaris mendekati realita. Partai ini transparan sebagai ajang 'ribut' keluarga. 'Se-saudara' rebutan untuk mengurus partai.
Rasanya partai ini tak lama lagi akan mati kalau terus-terusan diperebutkan. Islah yang digagas sejak Gus Dur masih hidup juga tak kunjung terrealisasi. Itu karena konflik ini telah menggaris sepakat untuk tidak saling sepakat. Apalagi di tingkat grass-root termasuk kiai 'tidak percaya' lagi dengan kepemimpinan keluarga Gus Dur.

Dan Gus Dur yang punya ilmu laduni itu paham. Di akhir hayatnya 'sang wali' ini tidak memberi mandat untuk membenahi PKB ini pada Muhaimin Iskandar, Lily Wahid, maupun Yenny Wahid, putrinya sendiri, tetapi pada Muamir Mu'in Syam. Sosok yang biasa menemani Gus Dur bersama Gus Munif ini yang ditunjuk. Itu karena mereka memang tidak serakah, harta dan jabatan.

Sekarang masih tersedia sedikit waktu. Jika konflik tetap dilestarikan, maka PKB akan tinggal tulang-belulang. Konstituen kabur ke partai yang menjanjikan. Dan yang kalah atau menang rebutan, akan kebagian tulang-tulang yang tidak berharga 'dinegosiasikan'.
Adakah semua pihak mau berbesar hati demi PKB? Dan benarkah jika itu dilakukan PKNU juga akan kembali ke haribaan partai buatan Gus Dur itu?

*) Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati budaya, tinggal di Jakarta.

1 komentar:

  1. Sayang sekali, para pewaris organisasi besar, bahkan dahulunya adalah tokoh2 perjuangan RI dimana beliau2 itu pernah bersama-sama tokoh Islam lainnya untuk membangun NKRI sejak awal.
    Tetapi sayang pewaris2nya telah kehilangan pegangan dan arah perjuangannya dimana simbol2 Islam masih terus digunakan dalam laga perpolitikan dinegeri ini, sekedar mempertahan tradisi mendapat kedudukan pemanis, bukan yang fortfolio dari pemenang kekuasaan sejatinya. Sayangnya lagi jiwa2 mereka para pewaris2 itu telah jauh dari ruh Islam yang sesungguhnya, dimana syariah adalah bagian dari keimanan yang kaffah dan menjadi dasar tegaknya kebenaran Allah untuk keadilan dan kesejahteraan umat manusia. Hal ini sudah banyak dilupakan dan dikebiri oleh para petinggi Partai dan tokoh2 politik yang selalu menggunakan simbol2 keislaman utnuk pemanis mulut. Mereka menjadi pemimipin yang tidak istiqomah dan tidak benar2 mengambil jiwa dan nur Islam. Malahan sesama pewaris itu rebut2an kedudukan dengan menggunakan cara2 yang tidak Islami, sungguh sangat memalukan dan bahkan menganut sistem liberal sesuia embahnya penjajah, yi Hukum2 sekuler yang semakin menjauh dari sendi2 rahmat Allah Maha Mengetahui, yi seharusnya menrapkan hukum syariah Islam bagi pemeluknya. Wassalam

    BalasHapus